Liputan6.com, Jakarta Bulan Mei, adalah bulan pendidikan. Tak heran momen ini kemudian dipilih untuk merilis film-film bertema pendidikan. Setelah MARS di awal bulan, di minggu ketiga Mei ini hadir Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara. Tak hanyapendidikan, film yang disutradarai oleh Herwin Novianto ini juga membawa misi lain soal keragaman dan kondisi di wilayah Indonesia Timur.
Penonton dibawa memasuki dunia Aisyah (Laudya Chintya Bella), seorang gadis muda dari Ciwidey, Jawa Barat, yang hidup berdua dengan ibunya (Lidya Kandou). Baru saja menjadi seorang sarjana, Aisyah mendapat tugas untuk menjadi seorang guru SD di sebuah desa terpencil di Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste. Petualangan Aisyah pun dimulai.
Berbeda dengan kampung halamannya yang sejuk, di mana larik-larik kebun teh berdaun rimbun mempercantik sisi jalan, kini ia menghadapi daerah yang berbeda 180 derajat. Tanahnya kerontang dan berdebu, air mesti dicari berkilo-kilo jauhnya oleh penduduk, angin pun tak mampu mengusir panas matahari yang memanggang perbatasan Indonesia dan Timor Leste ini.
Tak hanya kendala geografis, ia pun harus menghadapi tantangan lain yang tak kalah berat. Lordis Defam, salah satu murid yang seharusnya ia ajar, menolaknya mentah-mentah. Awalnya Aisyah tak mengerti mengapa Lordis begitu membencinya, Tapi lama-kelamaan ia tahu bahwa Lordis telah terdoktrin pamannya, dengan anggapan bahwa umat Islam adalah musuh bagi umat Katolik, agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di tanah ini.
Dari sinopsis ini, jelas terlihat bahwa Aisyah Biarkan Kami Bersaudara sarat dengan nilai-nilai serta kritik sosial. Lewat film ini penonton disodorkan dengan kenyataan memprihatinkan yang tengah terjadi di wilayah Timur Indonesia. Bahwa infrastruktur di wilayah ini, mulai dari jalan, pengairan, hingga pendidikan, jauh tertinggal bila dibandingkan daerah lain di Jawa.
Kontras antara tanah Jawa dan Timur Indonesia, terasa benar menjadi kunci dalam filmAisyah. Kedua lokasi film ini ditangkap lewat mata kamera secara cantik, namun sekaligus tetap menghadirkan permasalahan secara eksplisit.
Meski memiliki muatan serius, tak berarti Aisyah Biarkan Kami Bersaudara menjadi film yang tak menghibur. Justru sebaliknya. Terutama lewat karakter Pedro yang dimainkan oleh Arie Kriting. Seperti gemericik air di tengah padang tandus Atambua, karakter kocak ini berhasil menghadirkan kesegaran dalam film Aisyah dengan humor yang terasa pas pada tempatnya. Kehadiran karakter ini pun tak cuma sekadar menjadi comedic relief, ia juga berperan besar dalam plot cerita.
Selain itu, film ini juga diperkaya dengan kisah cinta antara Aisyah dan Jaya (Ge Pemungkas). Porsinya tak begitu banyak, namun terasa manis.
Secara garis besar, film ini memberi cambukan bagi pemerintah, dan juga saudara sebangsa. Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara kembali mengingatkan bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat majemuk yang kaya akan suku, bangsa, bahasa dan agama. Dan dengan toleransi, perbedaan itu bukan suatu masalah, namun membuat hidup menjadi indah.
Film 'Aisyah Biarkan Kami Bersaudara' Angkat Tema Pendidikan
JAKARTA, (PR).- Setelah dua tahun berturut-turut merilis 'My Idiot Brother' dan 'Sebuah Lagu untuk Tuhan', rumah produksi Film One Production kembali menyiapkan produksi terbarunya yang bertajuk 'Aisyah Biarkan Kami Bersaudara'. Meskipun bergenre drama, yang satu ini mengusung tema berbeda dengan film-film sebelumnya. Adapun tema yang diusung kali ini adalah pendidikan dan keanekaragaman di Indonesia.
Dibintangi oleh Laudya Cynthia Bella yang berperan sebagai Aisyah, film ini bercerita tentang balada seorang guru bernama Aisyah. Gadis asal Jawa Barat ini terpaksa meninggalkan orang yang dicintainya, karena harus mengajar di sebuah sekolah dasar di desa pedalaman Atambua, Nusa Tenggara Timur. Banyak tantangan yang harus dia hadapi. Selain kondisi cuaca yang amat ekstrem panasnya, muncul pula masalah karena banyak perbedaan yang harus dihadapi. Belum lagi sang ibu yang tidak merestui atas keputusan yang diambil Aisyah.
“Salah satu yang membuat saya semangat main di film ini karena mengisahkan hubungan persaudaraan, cinta kasih yang tidak harus melihat perbedaan agama,” demikian Bella mengomentari peran yang dia bawakan. Ya, Bella yang berhijab ceritanya harus mengajar di tempat yang mayoritas penduduknya pemeluk agama Katolik.
Disutradarai oleh Herwin Novianto (Jagat X Code, Tanah Surga…Katanya), Aisyah menuturkan kisah perjuangan anak manusia yang mengharukan. Skenario apik yang ditulis oleh Jujur Prananto ini mengajak penonton menyaksikan kelembutan dan ketegaran Aisyah dalam mengatasi setiap cobaan yang datang. Di sini penonton akan melihat kondisi keseharian masyarakat yang hidup dalam kondisi cuaca panas dan kering di kawasan Indonesia Timur.
Selain Bella, film ini dibintangi oleh sejumlah pemain seperti Lidya Kandou, Ge Pamungkas, Arie Keriting, dan Panji Surya Sahetapy. Perihal pelakon yang berlatar stand up comedy ini sutradara Herwin berkomentar, ”Di sini mereka tidak melawak, akting natural aja. Berbeda dengan film-film mereka sebelumnya. Sebenarnya, mereka akting biasa juga bisa, Tapi memang sudah sebelumnya sudah diplot agar filmnya tidak sedih saja. Harus ada tertawanya juga.”
Proses produksi film ini dilakukan pada bulan November 2015 di Atambua, dekat perbatasan Indonesia-Timor Leste. Dilanjutkan dengan pengambilan gambar di kawasan perkebunan teh di Ciwidey, kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saat ini Aisyah Biarkan Kami Bersaudara sudah siap untuk rilis di bioskop tanah air mulai 19 Mei 2016.***
Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Bukanlah Film Religi Islam, mungkin sekilas ketika kita melihat Poster Film ini , kita akan berfikiran film ini adalah film orang islam. Karena pemeran utamanya Chintya Laudya Bella yang memerankan Asiyah Mengenakan Jilbab sebagai identitas islam. Dan ternyata film ini bukan film religi (islam). Film ini lebih menggambarkan perjuangan seorang guru muda beragama islam yang harus mengajar di sebuah dusun terpencil di NTT yang mayoritas penduduknya beragama Katholik.
Di batam Film ini di tayangkan di studio 21 BCS Mall yang terletak di Baloi. Untuk kategori film drama tentang pendidikan, film Aisyah Biarkan kami Bersaudara ini termasuk film yang luar biasa sekali, di karenakan pada penayang perdana pada hari kamis 19 Mei 2016 kemaren, antusias warga Batam luar biasa sekali, kurang lebih 70% kursi terisi di setiap shownya. Dan itu saya buktikan pada show ke-4 sekitar pukul 19.00 wib.
Film ini ceritanya sangat sederhana sekali, yakni tentang perjuangan seorang sarjana muda dari jawa barat yang bercita cita sebagai pengajar (guru). serta perjuangannya menjadi seorang guru di sebuah dusun bernama Atambua di daerah NTT. Daerah yang sangat terpencil sekali.
Bagaimanakah perjuangan Aisyah seorang guru muslim, yang harus hidup di sebuah dusun terpencil dan mayoritas beragama katholik, serta tidak ada listrik yang masuk ke dusun itu, bahkan air bersihnya pun sulit untuk di dapat, butuh 10km untuk mendapatkan air bersih tersebut.
Sutradara ( Herwin Novianto) membuat cerita di dalam film ini sangat menarik sekali dan natural.
membuat para penonton menjadi terhibur. Penampilan Lidya Kandau yang memerankan seorang ibu pun sangat baik sekali.
di tambah lagi dengan penampilan akting Arie Kriting yang memerankan pak Pedro yang taat dan patuh kepada istrinya, namun disisi lain Pak pedro juga mendapatkan tugas sebagai mediator antara Aisyah dan Kepala Dusun Atambua serta kepala sekolah disana. Kejadian lucu yang spontan pun mampu membuat para penonton terhibur.
Dan juga ada penampilan dari stand up comedy yg lain yaitu Ge Pamungkas, sosok pemuda yang kasep yang menaruh hati kepada Aisyah.
Ada satu adegan yang akan saya anggap sebagai konflik di dalam cerita di film ini, yaitu pernyataan seorang anak murid yang di ajar Aisyah yang tidak suka dengan Aisyah.
pernyataan nya seperti ini :
"Orang islam selalu menghancurkan gereja" ucap Lordis seorang anak murid yang tidak bisa menerima seorang Asiyah yang beragama islam mengajar di dusunnya yang mayoritas beragama Katholik.
Dan juga ada adegan yang sangat keren sekali pada saat makan malam bersama warga dusun, semua warga dusun berdoa sesuai ajaran agama Katholik sedangkan Aisyah berdoa sesuai ajaran agama Islam.
Bagaimanakah sikap Aisyah menerima anggapan seperti itu? Apakah dia menyerah dan pulang ke kampung halamannya dan berhenti mengajar di kampung Atambua?
Buat yang penasaran. Silahkan nonton filmnya yah.
Film ini sangat layak di tonton oleh semua keluarga, karena film ini sangat mendidik dan sarat dengan hikmah kebaikan dan kekeluargaan.