View: 2901|Reply: 5
|
PASANGAN HIDUP ANTARA PILIHAN SENDIRI DAN ORANG TUA
[Copy link]
|
|
PASANGAN HIDUP ANTARA PILIHAN SENDIRI DAN ORANG TUA
Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya. Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.
Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang baik pria dan wanita tidak asal dapat dalam memilih pasangan untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Masalah jodoh atau pasangan hidup. Sebenarnya siapa yang punya hak untuk menentukan jodoh kita sebagai anak? semua tahu, kalo Allah sudah menentukan jodoh kita tapi Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk memilih, siapa yang akan kita pilih untuk menjadi pasangan hidup kita walaupun pada akhirnya Allah juga yang akan menentukan hasil akhirnya. Jodoh itu misteri Allah, tidak seorangpun yang akan tahu.
Kita hanya bisa berusaha mencari yang terbaik, dalam hal ini tentunya yang terbaik menurut agama, bukan menurut nafsu ataupun keegoisan kita sebagai manusia biasa. Kadang terpikir, kalau memang di berikan “kesempatan” untuk memilih dan menentukan pasangan hidup, kenapa selalu ada saja pihak-pihak yang berusaha “ikut campur” dalam masalah ini. Setiap anak yang menghormati dan berbakti kepada orang tua, tentunya sangat berharap kalau orang tua bisa mengerti dan memberikan kepercayaan kepada mereka sebagai anak untuk memilih pasangan hidup. Saya yakin semua orang tua ingin melihat anaknya bahagia dan tidak ingin melihat mereka hidup sengsara. Banyak orang tua yang tidak menyetujui pilihan sang anak, hanya karena “calon” pasangan hidupnya menurut mereka tidak akan bisa membahagiakan anak mereka. Entah karena “kurang” materi, status sosial ataupun pendidikan yang lebih rendah dari sang anak. Mungkin itu yang terbaik menurut versi pihak orang tua.
Dengan demikian perlunya pembahasan yang mendalam mengenai permasalahan pemilihan pasangan hidup antara anak dan oarang tua. Dalam makalah ini akan mebahas solusi yang di anggap baik dan benar dalam menghadapi permasalahan di atas.
|
|
|
|
|
|
|
|
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana seruan Agama Islam dalam memilih pasangan hidup?
1.2.2 Apa kreteria pemilihan pasangan hidup menurut islam?
1.2.3 Seberapa pentingkah restu orang tua bagi kita ?
1.2.4 Apa dampak dari tidak didapatkannya restu orang tua ketika menikah?
1.2.5 Bagaimana solusi supaya tidak terjadi kontraversi antara orang tua dan anak dalam memilih pasangan hidup?
1.2.6 upaya apa yang perlu dilakukan agar kita segera mendapatkan jodoh?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Seruan Agama Islam dalam Memilih Pasangan Hidup
• Kita Diseru Untuk Memilih Pasangan Hidup
Firman Allah di dalam surah An-Nisa' ayat 1-4:
بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيم
يٰأَيُّهَا النّاسُ اتَّقوا رَبَّكُمُ الَّذى خَلَقَكُم مِن نَفسٍ وٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنها زَوجَها وَبَثَّ مِنهُما رِجالًا كَثيرًا وَنِساءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذى تَساءَلونَ بِهِ وَالأَرحامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كانَ عَلَيكُم رَقيبًا
Wahai sekalian manusia! Bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menjadikan kamu (bermula) dari diri yang satu (Adam), dan yang menjadikan daripada (Adam) itu pasangannya (isterinya - Hawa), dan juga yang membiakkan dari keduanya - zuriat keturunan - lelaki dan perempuan yang ramai.Dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu selalu meminta dengan menyebut-yebut namaNya, serta peliharalah hubungan (silaturrahim) kaum kerabat; kerana sesungguhnya Allah sentiasa memerhati (mengawas) kamu.
وَءاتُوا اليَتٰمىٰ أَموٰلَهُم ۖ وَلا تَتَبَدَّلُوا الخَبيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلا تَأكُلوا أَموٰلَهُم إِلىٰ أَموٰلِكُم ۚ إِنَّهُ كانَ حوبًا كَبيرًا
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang telah baligh) itu harta mereka, dan janganlah kamu tukar-gantikan yang baik dengan yang buruk; dan janganlah kamu makan harta mereka (dengan menghimpunkannya) dengan harta kamu; kerana sesungguhnya (yang demikian) itu adalah dosa yang besar.
وَإِن خِفتُم أَلّا تُقسِطوا فِى اليَتٰمىٰ فَانكِحوا ما طابَ لَكُم مِنَ النِّساءِ مَثنىٰ وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۖ فَإِن خِفتُم أَلّا تَعدِلوا فَوٰحِدَةً أَو ما مَلَكَت أَيمٰنُكُم ۚ ذٰلِكَ أَدنىٰ أَلّا تَعولوا
Dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (apabila kamu berkahwin dengan mereka), maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu bimbang tidak akan berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu) maka (berkahwinlah dengan) seorang saja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.
وَءاتُوا النِّساءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحلَةً ۚ فَإِن طِبنَ لَكُم عَن شَيءٍ مِنهُ نَفسًا فَكُلوهُ هَنيـًٔا مَريـًٔا
Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan itu maskawin-maskawin mereka sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka dengan suka hatinya memberikan kepada kamu sebagian dari maskawinnya maka makanlah (gunakanlah) pemberian (yang halal) itu sebagai nikmat yang lazat, lagi baik kesudahannya.
Perintah Allah agar kita memilih jodoh masing-masing dan berkawin demi mencari keridhaan-Nya dikuatkan lagi oleh hadis ini:
"Wanita itu dikawini kerana empat perkara: kerana hartanya, kerana keturunannya, kerana kecantikannya, kerana agamanya. Maka pilihlah agamanya..."
2.2 Kreteria Pemilihan Pasangan Hidup Menurut Islam
Dalam menentukan kriteria calon pasangan, Islam memberikan dua sisi yang perlu diperhatikan.Pertama, sisi yang terkait dengan agama, nasab, harta, maupun kecantikan. Kedua, sisi lain yang lebih terkait dengan selera pribadi, seperti masalah suku, status sosial, corak pemikiran, kepribadian, serta hal-hal yang terkait dengan masalah fisik, termasuk masalah kesehatan dan seterusnya.
a. Masalah yang Pertama
Masalah yang pertama adalah masalah yang terkait dengan standar umum.Yaitu masalah agama, keturunan, harta, dan kecantikan.Masalah ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW dalam haditsnya yang cukup masyhur.Dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAWbersabda,”Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena agamanya, nasabnya, hartanya, dan kecantikannya. Perhatikanlah agamanya, maka kamu akan selamat.” (HR. Bukhari, Muslim).Khusus masalah agama, Rasulullah SAW memang memberikan penekanan yang lebih, sebab memilih wanita yang sisi keagamaannya sudah matang jauh lebih menguntungkan ketimbang istri yang kemampuan agamanya masih setengah-setengah. Sebab, dengan kondisi yang masih setengah-setengah itu, berarti suami masih harus bekerja ekstra keras untuk mendidiknya. Itupun kalau suami punya kemampuan agama yang lebih.Tetapi kalau kemampuannya pas-pasan, maka mau tidak mau suami harus ‘menyekolahkan’ kembali istrinya agar memiliki kemampuan dari sisi agama yang baik.Tentu saja yang dimaksud dengan sisi keagamaan bukan berhenti pada luasnya pemahaman agama atau fikrah saja, tetapi juga mencakup sisi kerohaniannya (ruhiyah) yang idealnya adalah tipe seorang yang punya hubungan kuat dengan Allah SWT. Secara rinci bisa dicontohkan antara lain :
Aqidahnya kuat
Ibadahnya rajin.
Akhlaqnya mulia
Pakaiannya dan dandanannya memenuhi standar busana muslimah
Menjaga kohormatan dirinya dengan tidak bercampur baur dan ikhtilath dengan lawan jenis yang bukan mahram
Tidak bepergian tanpa mahram atau pulang larut malam
Fasih membaca Al-Qur’an Al-Karim
Ilmu pengetahuan agamanya mendalam
Aktifitas hariannya mencerminkan wanita shalilhah
Berbakti kepada orangtuanya serta rukun dengan saudaranya
Pandai menjaga lisannya.
Pandai mengatur waktunya serta selalu menjaga amanah yang diberikan kepadanya
Selalu menjaga diri dari dosa-dosa meskipun kecil
Pemahaman syari’ahnya tidak terbata-bata
Berhusnuzhan kepada orang lain, ramah, dan simpatik.
Sedangkan dari sisi nasab atau keturunan, merupakan anjuran bagi seorang muslim untuk memilih wanita yang berasal dari keluarga yang taat beragama, baik status sosialnya, dan terpandang di tengah masyarakat. Dengan mendapatkan istri dari nasab yang baik itu, diharapkan nantinya akan lahir keturunan yang baik pula. Sebab, mendapatkan keturunan yang baik itu memang bagian dari perintah agama, seperti yang Allah SWT firmankan di dalam Al-Qur’an Al-Karim.
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka.Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa : 9).
Sebaliknya, bila istri berasal dari keturunan yang kurang baik nasab keluarga, seperti kalangan penjahat, pemabuk, atau keluarga yang pecah berantakan, maka semua itu sedikit banyak akan berpengaruh kepada jiwa dan kepribadian istri. Padahal nantinya peranan istri adalah menjadi pendidik bagi anak. Apa yang dirasakan oleh seorang ibu pastilah akan langsung tercetak begitu saja kepada anak.
Pertimbangan memilih istri dari keturunan yang baik ini bukan berarti menjatuhkan vonis untuk mengharamkan menikah dengan wanita yang kebetulan keluarganya kurang baik. Sebab, bukan hal yang mustahil bahwa sebuah keluarga akan kembali ke jalan Islam yang terang dan baik. Namun masalahnya adalah pada seberapa jauh keburukan nasab keluarga itu akan berpengaruh kepada calon istri. Selain itu juga pada status kurang baik yang akan tetap disandang terus di tengah masyarakat yang pada kasus tertentu sulit dihilangkan begitu saja. Tidak jarang butuh waktu yang lama untuk menghilangkan cap yang terlanjur diberikan masyarakat.
Maka bila masih ada pilihan lain yang lebih baik dari sisi keturunan, seseorang berhak untuk memilih istri yang secara garis keturunan lebih baik nasabnya.
b. Masalah yang Kedua
Masalah kedua terkait dengan selera subjektif seseorang terhadap calon pasangan hidupnya. Sebenarnya hal ini bukan termasuk hal yang wajib diperhatikan, namun Islam memberikan hak kepada seseorang untuk memilih pasangan hidup berdasarkan subjektifitas selera setiap individu maupun keluarga dan lingkungannya. Intinya, meskipun dari sisi yang pertama tadi sudah dianggap cukup, bukan berarti dari sisi yang kedua bisa langsung sesuai.Sebab masalah selera subjektif adalah hal yang tidak bisa disepelekan begitu saja. Karena terkait dengan hak setiap individu dan hubungannya dengan orang lain.Sebagai contoh adalah kecenderungan dasar yang ada pada tiap masyarakat untuk menikah dengan orang yang sama sukunya atau sama rasnya. Kecenderungan ini tidak ada kaitannya dengan masalah fanatisme darah dan warna kulit, melainkan sudah menjadi bagian dari kecenderungan umum di sepanjang zaman. Dan Islam bisa menerima kecenderungan ini meski tidak juga menghidup-hidupkannya. Sebab bila sebuah rumah tangga didirikan dari dua orang yang berangkat dari latar belakang budaya yang berbeda, meski masih seagama, tetap saja akan timbul hal-hal yang secara watak dan karakter sulit dihilangkan.
Contoh lainnya adalah selera seseorang untuk mendapatkan pasangan yang punya karakter dan sifat tertentu. Ini merupakan keinginan yang wajar dan patut dihargai. Misalnya seorang wanita menginginkan punya suami yang lembut atau yang macho, merupakan bagian dari selera seseorang. Atau sebaliknya, seorang laki-laki menginginkan punya istri yang bertipe wanita pekerja atau yang tipe ibu rumah tangga. Ini juga merupakan selera masing-masing orang yang menjadi haknya dalam memilih. Islam memberikan hak ini sepenuhnya dan dalam batas yang wajar dan manusiawi memang merupakan sebuah realitas yang tidak terhindarkan.
• Melihat Langsung Calon yang Terpilih
Seorang muslim apabila berkehendak untuk menikah dan mengarahkan niatnya untuk meminang seorang perempuan tertentu, diperbolehkan melihat perempuan tersebut sebelum ia mulai melangkah ke jenjang perkawinan, supaya dia dapat menghadapi perkawinannya itu dengan jelas dan terang, dan supaya tidak tertipu. Sehingga dengan demikian, dia akan dapat selamat dari berbuat salah dan jatuh ke dalam sesuatu yang tidak diinginkan.
Ini adalah justru karena mata merupakan duta hati dan kemungkinan besar bertemunya mata dengan mata itu menjadi sebab dapat bertemunya hati dan berlarutnya jiwa.
Dari Abu Hurairah RA berkata, “Saya pernah di tempat kediaman Nabi, kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki datang memberitahu, bahwa dia akan kawin dengan seorang perempuan dari Anshar, maka Nabi bertanya, ‘Sudahkah kau lihat dia?’Ia mengatakan, ‘Belum!’ Kemudian Nabi mengatakan, ‘Pergilah dan lihatlah dia, karena dalam mata orang-orang Anshar itu ada sesuatu.’” (Riwayat Muslim).
Dari Mughirah bin Syu’bah bahwa dia pernah meminang seorang perempuan. Kemudian Nabi SAW mengatakan kepadanya, “Lihatlah dia!Karena melihat itu lebih dapat menjamin untuk mengekalkan kamu berdua.” Kemudian Mughirah pergi kepada dua orangtua perempuan tersebut, dan memberitahukan apa yang diomongkan di atas, tetapi tampaknya kedua orangtuanya itu tidak suka. Si perempuan tersebut mendengar dari dalam biliknya, kemudian ia mengatakan, ‘Kalau Rasulullah menyuruh kamu supaya melihat aku, maka lihatlah.’ Kata Mughirah, ‘Saya lantas melihatnya dan kemudian mengawininya.’” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Tarmizi dan ad-Darimi).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak menentukan batas ukuran yang boleh dilihat, baik kepada Mughirah maupun kepada lain-lainnya. Justru itu sebagian ulama ada yang berpendapat, yang boleh dilihat yaitu muka dan dua tapak tangan, tetapi muka dan dua tapak tangan yang boleh dilihat itu tidak ada syahwat pada waktu tidak bermaksud meminang. Dan selama peminangan itu dikecualikan, maka sudah seharusnya si laki-laki tersebut boleh melihat lebih banyak dari hal-hal yang biasa. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda dalam salah satu haditsnya, “Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian dia dapat melihat sebagian apa yang kiranya dapat menarik untuk mengawininya, maka kerjakanlah.” (Riwayat Abu Daud).
• Batasan untuk Melihat
Sementara ulama ada yang sangat ekstrim dalam memberikan kebebasan batas yang boleh dilihat, dan sementara ada juga yang ekstrim dengan mempersempit dan keras. Tetapi yang lebih baik ialah tengah-tengah. Justru itu sebagian ahli penyelidik memberikan batas, bahwa seorang laki-laki di zaman kita sekarang ini boleh melihat perempuan yang hendak dipinang dengan berpakaian yang boleh dilihat oleh ayah dan mahram-mahramnya yang lain.
Selanjutnya mereka berkata, bahwa si laki-laki itu boleh pergi bersama wanita tersebut dengan syarat disertai oleh ayah atau salah seorang mahramnya dengan pakaian menurut ukuran syara’ ke tempat yang boleh dikunjungi untuk mengetahui kecerdikannya, perasaannya, dan kepribadiannya. Semua ini termasuk kata sebagian yang disebut dalam hadits Nabi di atas yang mengatakan, “… Kemudian dia dapat melihat sebagian apa yang kiranya dapat menarik dia untuk mengawininya.”
Dibolehkan juga si laki-laki melihat perempuan dengan sepengetahuan keluarganya; atau samasekali tidak sepengetahuan dia atau keluarganya, selama melihatnya itu bertujuan untuk meminang. Seperti apa yang dikatakan Jabir bin Abdullah tentang isterinya, “Saya bersembunyi di balik pohon untuk melihat dia.”
Bahkan dari hadits Mughirah di atas, kita tahu bahwa seorang ayah tidak boleh menghalang-halangi anak gadisnya untuk dilihat oleh orang yang berminat hendak meminang dengan dalih tradisi. Sebab yang harus diikuti ialah tradisi agama, bukan agama harus mengikuti tradisi manusia.
Namun di balik itu, seorang ayah dan laki-laki yang hendak meminang maupun perempuan yang hendak dipinang, tidak diperkenankan memperluas mahramnya, seperti yang biasa dilakukan oleh penggemar-penggemar kebudayaan Barat dan tradisi-tradisi Barat. Ekstrimis kanan maupun kiri adalah suatu hal yang amat ditentang oleh jiwa Islam.
tersebut bisa saja guru mengaji, murobbi, teman, orang tua, saudara, dan lain-lain. Jangan malu-malu untuk meminta bantuan kepada mereka dan jangan malu-malu juga untuk mengulangi permintaan kita secara rutin agar orang tersebut ingat bahwa kita meminta bantuan kepadanya.
7. Menyatakan hasrat secara langsung.
Bisa juga seorang wanita mendapatkan jodoh dengan cara menyatakan langsung kepada lelaki yang kita taksir bahwa kita siap menikah dengannya. Ini adalah cara yang masih asing dalam budaya Indonesia. Namun cara ini sebenarnya Islami, karena pernah dilakukan Khadijah ra kepada Nabi Muhammad saw. Khadijah ra yang lebih dahulu menyatakan hasratnya kepada Nabi melalui perantaranya. Menurut saya, cara ini perlu dimasyarakatkan di Indonesia, sehingga tidak ada lagi wanita yang malu-malu kucing, padahal hatinya sudah ingin sekali dilamar oleh lelaki yang diharapkannya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Manusia diberi kesempatan memilih pasangan hidup namun pada akhirnya Allah lah yang menentukan, karena Allah yang lebih tahu yang terbaik untuk makhluknya
2. Dalam islam ada kriteria memilih pasangan hidup yaitu harta, nasab, kecantikan dan agama. Namun dalam kriteria ini yang paling diutamakan adalah agamanya
3. Restu dari kedua orang tua sangat penting dalam pernikahan karena ridho orang tua juga ridho Allah. Jika orang tua meridhoi pernikahan kita insyaallah rumah tangga kita senantiasa diberi kebahagiaan.
4. Karena ridho orang tua adalah ridho Allah juga. jika sebuah pernikahan tidak direstui kedua orang tua maka rumah tangga pengantin tersebut akan sulit mendapat kebahagiaan dan mungkin akan mendapatkan malapetaka.
5. Untuk mendapatkan restu dari orang tua seharusnya seorang calon pengantin lebih sering berkomunikasi dengan orang tuanya dan menjelaskan tetang pilihannya tersebut.
6. Agar cepat mendapatkan jodoh ada beberapa upaya yaitu rajin berdo’a, menjadi lebih baik, rajin ibadah sunnah, kriteriany tidak muluk, memperluas pergaulan, meminta bantuan orang lain atau memintanya secara langsung kepada yang bersangkutan. |
|
|
|
|
|
|
|
pilih sendirik...so jadik pape sendiri yg tanggung tak perlu nak salahkan parents.. |
|
|
|
|
|
|
|
rasanya kedua2 pilihan ( sendiri atau keluarga ) pun boleh diterima. |
|
|
|
|
|
|
|
Pada aku, pilihan keluarga adalah yang terbaik. Sebab depa tau apa yang baik untuk kita. |
|
|
|
|
|
|
|
pilihan sendri mmg kita dah kenal baik buruk pasangan tp bercinta lepas nikah lg nikmat sweet2 gitu
(tu pon klo masing2 redha dgn pilihan keluarga) hahaha |
|
|
|
|
|
|
| |
Category: Cinta & Perhubungan
|