CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

Author: Dutch-Lady

~MERGED~ Champa - kerajaan Melayu Yang Dilupakan

[Copy link]
Post time 12-11-2009 09:02 AM | Show all posts
Muka Melayu....
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 18-11-2009 02:04 PM | Show all posts
Cara Ikatan Rambut Champa

Reply

Use magic Report

Post time 25-11-2009 12:49 AM | Show all posts
Kerajaan Champa didirikan di Vietnam oleh orang-orang Cham yang secara etnis tidak mempunyai hubungan dengan orang-orang Vietnam. Ketika kerajaan Funan yang berada sebelah selatan Champa dipengaruhi oleh Cina, kerajaan Champa selama 1600 tahun juga mendapatkan pengaruh dari Cina.

Akibat dari hal itu, Champa harus mengimbangi kekuatan di antara dua negara tetangganya dalam hal jumlah penduduknya dan pola militer : Vietnam di utara dan Khmer (Kamboja) di selatan. Seperti Funan, kerajaan Champa menerapkan kekuatan perdagangan pelayaran laut yang berlaku hanya di wilayah yang kecil.

Pertengahan abad VIII merupakan waktu yang kritis bagi Champa, seperti Kamboja, Champa harus bertahan atas sejumlah serangan dari Jawa. Tetapi bahaya Jawa segera berlalu pada awal abad IX karena Champa sendiri juga melakukan serangan-serangan. Dibawah Hariwarman I, Champa menyerang propinsi-propinsi Cina sebelah utara dengan mendapat kemenangan. Champa juga melakukan penyerangan ke Kamboja dibawah pimpinan Jayawarman II, yaitu pendiri dinasti Angkor. Serangan tersebut dibalas oleh Indrawarman II.

Di bawah Indrawarman II (854-893), didirikan ibu kota Indrapura di propinsi Quang Nam. Ia memperbaiki hubungan baik dengan Cina. Pemerintahannya merupakan pemerintahan yang damai, terutama dengan dengan dirikannya bangunan-bangunan besar Budha, sebuah tempat suci, yang reruntuhannya terdapat di Dong-duong, di sebelah tenggara Mison. Ini adalah bukti pertama adanya Budha Mahayana di Champa.

Indrawarman II mendirikan enam dinasti dalam sejarah Champa. Raja-rajanya lebih aktif daripada yang sebelumnya dalam perhatiannya pada kehidupan di negeri itu. Mereka bukan saja mendirikan tempat-tempat suci baru, tetapi juga melindungi bangunan-bangunan keagamaan itu dari para perampok dan memperbaikinya kembali jika rusak.

Selama pemerintahan pengganti Indrawarman, Jayasimhawarman I, hubungan dengan Jawa menjadi erat dan bersahabat. Seorang keluarga permaisurinya berziarah ke Jawa dan kembali dengan memegang jabatan tertinggi dengan sejumlah raja dibawahnya. Hubungan ini menjelaskan pengaruh Jawa pada kesenian Champa.

Selama abad X terjadi banyak peristiwa penting di Champa. Tahun 907 dinasti T’ang jatuh di Cina dan orang Annam mengambil kesempatan itu untuk maju dan mendirikan kerajaan Dai-co-viet (Annam dan Tong-King) tahun 939. Awalnya perubahan ini hanya berpengaruh sedikit pada Champa akan tetapi kemudian timbul keributan antara Champa dengan kerajaan-kerajaan baru itu. Kemudian Champa dikuasai dan mulai mencari pengakuan dari Cina. Tahun 988 terjadi pembalasan oleh Champa dibawah raja Vijaya (Binh-dinh). Setelah masa damai yang singkat, ia mendapat jaminan pengakuan dari Cina dan memperbaiki ibukota Indrapura.

Abad XI merupakan masa kehancuran Champa. Champa kehilangan propisinya karena direbut oleh Annam. Mereka mengirim misi ke Cina berturut-turut dan tahun 1030 bersekutu dengan Suryawarman I dari Angkor. Tahun 1044 Annam melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Champa dan Champa mengalami kehancuran. Ibukota Vijaya direbut dan Raja Jayasimhawarman II dinaikan pangkatnya.

Dinasti VIII, didirikan oleh seorang pemimpin perang yang bergelar Parameswaraman I dan mulai menghidupkan kembali kerajaannya. Ia menekan pemberontakan di propinsi bagian selatan dan berusaha mengembangkan hubungan baik dengan kedua Annam dan Cina dengan sering-sering mengirim misi.

Seorang pangeran bernama Thang mendirikan dinasti IX. Beliau mengambil gelar Hariwarman IV dan segera memperlihatkan kekuasaannya dengan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh penyerangan dan membangkitkan kesejahteraan negerinya. Kebangkitan Champa sangat cepat, setelah berhasil mengusir Annam dari Champa, selanjutnya menghancurkan serangan Khmer dan membalasnya dengan mengirim pasukan penyerang memasuki Kamboja.

Politik Hariwarman IV memelihara hubungan yang lebih baik dengan Annam. Sejak itu dengan sedikit keraguan kemudian ia bersekutu dengan Cina dan merencanakan penyerangan terhadap Annam. Ketika gagal, ia bertanggungjawab melindungi dari kemarahan orang Annam dengan mengirimkan tawaran perdamaian yaitu dengan memberi upeti kepada Annam secara teratur.

Khmer juga mulai menyerang Champa, bagian utara Champa telah berada dibawah kekuasaan Khmer. Tetapi di bagian selatan Panduranga, seorang raja baru, Jaya Hariwarman I, bangkit tahun 1147. Kemudian setelah mendesak keluar pasukan Khmer, ia terus menyerang dan mengembalikan Wijaya dan menyatukan kembali kerajaan.


Reply

Use magic Report

Post time 25-11-2009 12:51 AM | Show all posts

Kesulitan Jaya Hariwarman I belum teratasi, tahun 1155 Panduranga mulai memberontak. Tetapi ia dapat memperbaiki kembali kerusakan-kerusakan karena perang dengan menggunakan sebagian barang jarahannya untuk memperbaiki candi-candi dan membangun yang baru. Beliau juga mengirim utusan ke Cina dan menenangkan Annam dengan membayar upeti secara teratur.

Ketika Jaya Hariwarman I mangkat, ia digantikan oleh seorang avontutir yang cerdik bernama Jaya Indrawarman IV yang telah merebut tahta dari putera Jaya Hariwarman I. Kemauannya yang besar ialah membalas dendam dengan menyerang Kamboja yang telah menyerang Champa oleh Suryawarman. Akan tetapi penyerangan tersebut gagal. Setelah melakukan persiapan lama, Jayawarman VII, pendiri Angkor Thom, melancarkan serangan besar-besaran terhadap Champa. Sekali lagi Champa jatuh ke tangan Kamboja. Suryawarman memutuskan untuk bersekutu dengan Kamboja.

Kemudian Khmer menyerang Champa lagi, dan Champa dikuasai oleh Khmer selama 17 tahun. Karena beberapa alasan yang tidak disebut dalam catatan, pasukan Khmer meninggalkan negeri itu dan memberikan kendali pemerintahannya secara sukarela. Banyak yang berpendapat mengenai sebab pengunduran Khmer secara tiba-tiba tersebut. Kesimpulan Maspero oleh Coedes, adalah bahwa tekanan T’ai atas kerajaan besar Khmer telah sedemikian keras hingga Angkor dipaksa meninggalkan cita-citanya menjadikan Champa sebagai daerah taklukannya.

Kemengan-kemenangan Mongol di Cina juga dianggap sebagai penyebab berhentinya perang antara Annam dan Champa. Dalam hal Champa, masalahnya sampai pada puncaknya ketika tahun 1281, yaitu saat kesabaran Kublai Khan telah habis dan beliau mengirim marsekal “Sogatu” untuk mendesak pemerintahan Mongol di negeri itu.

Seorang raja baru, Jaya Simhawarman III didesak untuk bersekutu dengan Annam. Tahun 1301 ia menerima kunjungan dari Tran Naon-Ton, yang telah menyerahkan dengan senang hati tahtanya kepada puteranya Tran Anh Ton, dan pura-pura mencari kebajikan dengan berziarah keliling tempat suci di negeri-negeri tetangganya. Ia menjanjikan pada raja Champ salah seorang putrinya untuk dijadikan istri raja Cham.

Dalam pertalian perkawinan itu, ia terbujuk untuk menyerahkan dua buah propinsi Cham di utara Col des Nuages sebagai nilai tukar penyerahan seorang saudara perempuan Tra Anh-Ton. Kemudian ketika pemerintahannya digantikan oleh putranya Che-Chi, putranya harus menanggung perbuatan bodohnya itu. Tahun 1312, Annam menyerbu Champa, menurunkan Jaya Simbhawarman IV dari tahtanya dan menggantinya dengan adiknya. Cue Nang.

Champa sekarang menjadi propinsi Annam yang rajanya diangkat sebagai “pangeran pembayar pajak kelas dua”. Tetapi Che Nang tetap setia kepada Champa dan tidak mau menyerahkan pada kekuasaan Annam. Ia memberontak dan berusaha mengembalikan dua propinsi yang telah diserahkan oleh ayahnya.

Che Anan ialah pendiri dinasti XII dalam sejarah Cham yang berkuasa sampai tahun 1390. Ini merupakan pembuka bagi kebangkitan Cham dengan mengambil manfaat atas berdirinya dinasti Ming di Cina. Dengan mulai serangkaian serangan-serangan yang sukses di Annam. Negeri itu tetap dalam keadaan teror terus menerus sampai tahun 1390, raja Cham terbunuh dalam perang di laut. Kemudian Champa kehilangan propinsi Indrapura (Quang Nam). Tahun 1441, pemerintahan Jaya Simhawarman V berakhir.

Di tahun 1471, tentara Vietnam Dinasti Le menaklukan kerajaan Champa. Sekitar 60.000 orang tentara Champa terbunuh, termasuk Raja Champa dan keluarganya dan sekitar 60.000 orang lainnya diculik untuk dijadikan budak. Kerajaan Champa diperkecil wilayahnya, yang sekarang dikenal dengan nama Nha Trang. Pada tahun 1720 terjadi serangan baru dari tentara Vietnam yang mengancam kerajaan Champa. Seluruh bangsa Cham beremigrasi ke arah barat daya, ke wilayah utara danau Tonle Sap yang sekarang merupakan Kamboja.

Dengan kejatuhan Vijaya pada 1471 maka keluasan Negara Champa semakin mengecil dan ibu negara Champa berpindah untuk kesekian kalinya. Kali ini jauh ke selatan ke Panduranga. Mengikut sejarah, semenjak perlantikan Po Tri Tri sebagai raja untuk keseluruh Champa dan dengan perpindahan beliau ke Panduranga untuk menubuhkan kerajaan yang baru, maka bermulalah perkembangan Islam secara besar-besaran di Champa. Bahasa Sanskrit yang selama ini menjadi bahasa rasmi Champa juga tidak digunakan lagi.

Semenjak era inilah Champa bertukar corak. Tidak pasti sama ada Champa terus menerus diperintah oleh raja Islam sehingga kejatuhannya ke Vietnam, akan tetapi berdasarkan kepada keunikan sistem pentadbiran yang diamalkan di Champa di mana terdapat berbagai kerajaan dalam satu wilayah pada masa yang sama, maka berkemungkinan bahwa ada raja-raja Islam yang memerintah Champa pada zaman tiga abad setelah kejatuhan Vijaya.

Keunikan sistem pemerintahan Champa adalah karena Champa terdiri dari persekutuan berbagai kaum yang dikenal majemuk sebagai ‘Urang Champa’. Selain kaum Cham sendiri, penduduknya juga terdiri dari berbagai kaum etnik daripada rumpun lain yang juga merupakan rumpun bahasa Austronesia yaitu puak bukit (hill tribes) yang terdiri daripada kaum-kaum Chru, Edê, Hroy, Jörai, Rhade (Koho), dan Raglai dan termasuk juga dari rumpun bahasa Austroasiatic seperti kaum Dera atau montanagards yang terdiri dari kaum-kaum Ma, Sré dan Stieng.

Meskipun terdapat raja, yang memerintah Champa secara keseluruhannya, terdapat juga raja-raja kecil misalnya Raja Bao Dai, yang menjadi raja untuk kaum etnik yang tertentu. Ini mempunyai persamaan dengan kaum Batak dan Mandiling di Indonesia, misalnya, yang mempunyai raja-raja mereka sendiri, tetapi semata-mata sebagai raja adat. Dalam mengkaji sejarah Champa mungkin pengkaji sejarah tidak memahami kedudukan raja pada kaum masing-masing dan hal ini telah menimbulkan kekeliruan di sebabkan dalam satu zaman yang sama akan terdapat rujukan kepada dua atau tiga raja yang berlainan nama. Dalam tradisi pemerintahan Champa, hanya raja yang mempunyai kekuatan tentara dan kekuasaan politik negara sebagai ‘Raja kepada Raja-raja (‘Rajatiraja’) Champa’ (“King of Kings of Champa”). Berdasarkan kepada manuskrip-manuskrip yang terdapat berkemungkinan besar setelah kejatuhan Vijaya, kekuasaan ini pernah dipegang oleh raja yang beragama Islam.

Kerajaan Champa merupakan kerajaan maritim sehingga pandai dalam pelayaran. Pelabuhan utama Champa ialah Phan Rang dan Nha Trang. Pelabuhan tersebut merupakan pemasok utama pendapatan kerajaan ini. Karena Quang Nam menawarkan pelabuhan yang lebih baik daripada pelabuhan yang lain, dimana kapal pedagang dari India, Sumatra, Jawa, dan Cina bisa mendapatkan persediaan air bersih di pelabuhan ini.


Sources : http://sejarawan.wordpress.com/


Reply

Use magic Report

Post time 25-11-2009 01:22 AM | Show all posts
142# HangPC2

kepala arca dewa siva.... trinetram (tiga mata)
Reply

Use magic Report

Post time 25-11-2009 08:30 AM | Show all posts
Manalah letaknya makam Moyang Agung ku.
Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 25-11-2009 11:45 AM | Show all posts
Manalah letaknya makam Moyang Agung ku.
sayapghaib Post at 25-11-2009 08:30



Kau kena cari dari  Tongking (Tongsan) sampai Kemboja....
Reply

Use magic Report

Post time 25-11-2009 11:45 AM | Show all posts
142# HangPC2

kepala arca dewa siva.... trinetram (tiga mata)
genot Post at 25-11-2009 01:22



Ya Betul
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 25-11-2009 09:07 PM | Show all posts
Makam Permaisuri kepada Sultan Zainal Abidin tu kena cari kat Tonking ke.Jauh tu.Selalu  Almarhum Tok Nek aku dok berhikayat  pasal Siti Zubaidah ni.Masa tu aku yg masih kanak kanak cekedies hanya dgr tak dengar je.Aku hanya dok minat bila dia dok cerita yg dongeng dongeng.Maklumlah budak budak cekedies.
Reply

Use magic Report

Post time 26-11-2009 10:46 AM | Show all posts
Makam Raja Champa.... aku kurang  maklumatnya.....
Reply

Use magic Report

Post time 26-11-2009 12:26 PM | Show all posts
150# HangPC2

Keturunan Raja Champa ada yg berhijrah ke Semenanjung dengan mula menetap di Pangkalan Champa di Kelantan.Sekarang ini dikenali sebagai Pengkalan Chepa.Sultan Ismail Kelantan sekarang adalah berketurunan Raja Champa.
Reply

Use magic Report

Post time 26-11-2009 12:40 PM | Show all posts
Gambaran Tentang Busana Champa masa Menganut Agama Hindu-Buddha sudah ada .....


cuma Gambaran Busana Champa Selepas Memeluk Islam...  aku masih tak dapat infonya lagi...  Macam Tanjak Champa ....
Reply

Use magic Report

Post time 18-8-2010 10:05 AM | Show all posts
Lin Yi


Rekod terawal tentang negara kaum yang didirikan oleh kaum Cham, terdapat dalam manuskrip-manuskrip China yang dicatat oleh dua orang wakil Maharaja Wu, bernama Kang Thai dan Zhu Ying, bertarikh pertengahan abad ke-3 Masihi.

Rekod itu ...adalah keterangan tentang Kerajaan Funan dan dinyatakan bahawa “ Kerajaan Funan terletak lebih dari 3000KM ke barat Negara Lin Yi ”. Kerajaan ini yang di gelar olehpengkaji sejarah sebagai Champa dikenali di kalangan orang China sebagai Lin Yi (yang Bermakna ‘ hutan yang penoh dengan keganasan ’); dan Lam-Ap, Hoan-Vuong, dan Chiem-Thanh oleh orang-orang Vietnam (Annam). Adalah dipercayai bahawa kerajaan ini wujud semenjak tahun 192M di bawah pemerintahan raja Hindu bernama Sri Mara. Pengkaji sejarah menganggap Lin Yi yang dikenali juga sebagai Indrapura atau Angadvipa, sebagai negara Champa yang terawal.

Ada pendapat yang mengatakan bahawa kerjaaan Lin Yi bermula semenjak 137M setelah kejatuhan Dinasti Han di negara China.

Akibat daripada kejatuhan ini maka Pegawai Tinggi Han yang mentadbir wilayah tersebut telah mendirikan sebuah kerajaan di kawasan yang sekarang ini terletaknya bandar Hue di Vietnam dan melantik dirinya sebagai raja.

Pada ketika itu kawasan itu diduduki oleh suku-suku yang senantiasa berperang dengan kawasan-kawasan jajahan China di Tonkin. Suku-suku ini dikenali sebagai puak-puak Cham dan adalah daripada rumpun Malayo-Polynesian yang berbudaya India (“ Indianised Culture ”).




NEGARA MELAYU CHAMPA
Kerajaan Melayu Terawal ?
(192M – 1832M)
Oleh : Wan Abdul Rahim Kamil bin Wan Mohamed Ali bin Wan Ahmad Hakim






Reply

Use magic Report

Post time 18-8-2010 08:12 PM | Show all posts
Reply

Use magic Report

Post time 10-5-2015 03:07 PM | Show all posts
4 KUASA DUNIA DAN ASIA VS TAMADUN MELAYU CHAMPA





1. Dinasti Han dan Dinasti Sui, China


Pada peringkat awalnya,kerajaan Champa merupakan sebuah kerajaan yang kuat dan selalu melancarkan serangan ke wilayah selatan China.

Serangan Champa ke wilayah China yang direkodkan adalah sekitar tahun 248 dan 270 Masihi.Pada tahun 270 Masihi itu pula,Champa (rajanya ketika itu bernama Fan-Hsiang menurut rekod China) bergabung tenaga dengan jirannya,kerajaan Funan (yang juga merupakan sebuah kerajaan Melayu) untuk menyerang wilayah Kiu-sou milik China sehinggalah satu perjanjian damai dibuat di antara kedua-dua pihak,antara China dan Melayu (Funan dan Champa) pada tahun 280 Masihi.

Pada tahun 420 Masihi,Champa diperintah oleh seorang raja bernama Yang-Mah.Raja tersebut kemudiannya menyerang wilayah Tonkin dan meminta maharaja China mengiktiraf kekuasaanya.Sekali lagi pada tahun 431 Masihi,tentera Champa menyerang wilayah Tonkin.

Pembesar China yang menguasai Tonkin ketika itu,Tan Ho-tche akhirnya melancarkan serangan habis-habisan ke atas ibu kota Champa dan membunuh rajanya.Pemerintah berikutnya,Fan Chen tch’eng (Dewanika) akhirnya berdamai dengan China pada tahun 456 Masihi.

Ketika China berpecah dan saling berebutkan kawasan, Rudravarman, seorang Brahmin yang ditabalkan menjadi raja Champa akhirnya digantikan oleh Shambuvarman (Fan-Fan Tche).Raja tersebut mengambil peluang atas suasana huru hara dan perpecahan dalam negeri di China untuk menyerang wilayah selatannya.

Apabila seluruh negara China akhirnya berjaya disatukan oleh Dinasti Sui di bawah pemerintahan Maharaja Yang Jian (541~604),pengganti baginda,Maharaja Yang Guang berazam mahu mengembalikan semula kegemilangan China sepertimana pada zaman Dinasti Han dahulu.Baginda kemudiannya mengarahkan tentera China menakluk kembali wilayah-wilayah yang pernah dikuasai oleh Dinasti Han dahulu dan antara kerajaan yang terpaksa menghadapi kemaraan tentera Dinasti Sui itu ialah kerajaan Goryeo di Semenanjung Korea dan kerajaan Champa di Indo China.Maharaja Yang Guang mengarahkan jeneral Liu Feng sebagai ketua turus angkatan tentera China untuk menakluk Champa.

Pada tahun 604 Masihi, Jeneral Liu Feng kemudiannya menggerakan tentera China mengepung Champa dengan 10 000 angkatan tentera berjalan kaki dan berkuda yang dipimpin oleh Ning Changzhen, Li Yun, and Qin Xiong sementara Liu Fang sendiri mengetuai angkatan laut China mengepung perairan Champa.

Sementara itu,tentera Champa pula terdiri dari tentera berjalan kaki,tentera berkuda,tentera bergajah dan tentera badak sumbu yang dijinakkan.Pada pertembungan pertama tentera Champa dengan tentera Dinasti Sui,tentera China cuba menghambat askar Champa namun berjaya dibalas kembali oleh askar Champa.Tentera China menggunakan anak panah untuk mengganyang ancaman tentera bergajah Champa dan berjaya menawan kota Indrapura yang merupakan pusat pentadbiran Champa dan membakarnya.

Raja Shambuvarman terpaksa berundur ke kawasan pergunungan untuk menyusun serangan yang seterusnya untuk menawan kembali kota Indrapura.Namun,penguasaan tentera China di kota tersebut tidaklah lama akibat serangan wabak penyakit yang menyebabkan banyak tentera mereka mati.Dengan mudahnya,kota Indrapura ditawan semula oleh tentera Champa dan menghalau saki baki tentera China di sana.

Saki baki kekuasaan Dinasti Sui berjaya dihambat oleh Champa dan kemudiannya pada tahun 628 Masihi,Raja Shambuvarman menghantar utusan ke China untuk mendesak Maharaja Yang Guang meminta maaf kepada Champa.Maharaja tersebut akur dan memohon maaf,berjanji tidak akan menganggu Champa lagi.

Masa keamanan dan kemakmuran ini dipergunakan sebaiknya oleh Shambuvarman untuk membaiki dan membina semula candi-candi yang dibakar sebelum itu.Selain membaiki semula candi Siva-Bhadresvara (yang dibina oleh Bhadravarman pada abad ke 4 Masihi),baginda turut membina sebuah candi baru yang dinamakan sebagai Shambubhadreswara.
Tidak lama kemudian ketika pemerintahan China berpindah tangan dari Dinasti Sui ke Dinasti Tang,berlaku sekali lagi konflik antara Champa dan China apabila para menteri China tidak berpuas hati dengan Champa dan mendesak Maharaja Li Shimin untuk menyerang Champa.

Maharaja tersebut menolak permintaan menteri-menteri tersebut dan memberi alasan bahawa kekalahan dinasti China yang terdahulu (yakni Dinasti Sui) terhadap Champa harus dijadikan pedoman kepada pemerintahan Dinasti.


2. Amukan Bala Berkuda Mongol Yang Menggila


Pada abad ke 13,satu kuasa besar baru muncul di daratan steppe di Asia Tengah.Kuasa besar ini terkenal dengan tenteranya yang sangat ganas dan dahagakan pembunuhan dan pertumpahan darah.Kuasa besar ini menjadi mimpi ngeri kepada empayar China,empayar Islam di Timur Tengah dan beberapa buah kerajaan di Eropah. Dan,kuasa besar itu namanya ialah Empayar Mongol yang pada masa kemuncaknya menjadi empayar daratan terbesar di dunia.

Orang Mongol berjaya menumpaskan pemerintahan Dinasti Song di China dan salah seorang dari pembesar Mongol telah mengasaskan dinasti pemerintahan sendiri di China yang dinamakan sebagai Dinasti Yuan,

“ Kalau kalian mendengar berita yang askar Mongol kalah dalam sesuatu peperangan,jangan percaya ! ”

Ungkapan di atas menggambarkan betapa hebatnya kekuasaan tentera Mongol yang tidak pernah kalah dalam pertempuran mereka,di samping sifat mereka yang dahagakan pertumpahan darah ibarat serigala lapar.Ketika Dinasti Song di China,Empayar Abbasiah di Timur Tengah dan kerajaan Korea tumbang di tangan Mongol,sebaliknya pula yang berlaku di Indo China.

Ketika bangsa Arab di Timur Tengah pening kepala untuk menangani amukan Mongol, ketika bangsa Cina di Tanah Besar menjadi mangsa kekejaman Mongol manakala anak dara di Eropah tidak tidur lena tatkala mendengarkan cerita kegenasan dan kerakusan Mongol, namun di Asia Tenggara,tentera Mongol bukannya tandingan nenek moyang kita ketika itu.

Ketika itu, jalan perdagangan rempah ratus dan sutera di antara China dengan negara-negara seperti India dan Timur Tengah dikawal oleh Champa.Champa bertindak sebagai orang tengah disamping kerajaan jiran Champa iaitu Vietnam. Laluan rempah inilah yang mahu dikuasai oleh Kublai Khan ketika itu.Sebuah ekpedisi ketenteraan yang diketuai oleh seorang jeneral Mongol yang bernama Sodu telah dihantar ke Indo China oleh Kublai Khan untuk menguasai dua kerajaantersebut.

Perang ini menyaksikan bagaimana Dai-Viet dan Champa yang sering berperang sesama sendiri akhirnya bersatu di bawah satu panji menentang sekurang-kurangnya 500 000 askar Mongol yang dihantar Kublai Khan untuk menawan bumi IndoChina ketika itu. Dalam beberapa siri pertempuran sepanjang perang itu berlaku, Putera kerajaan Dai-Viet telah memimpin barisan askar campuran Viet-Champa. Tran Hung Dao dikatakan memimpin 300 000 orang askar campuran menghalau tentera manakala terdapat juga puluhan ribu askar Champa berkawal di kaki gunung, menunggu untuk memberi serangan mengejut ke atas armada Mongol yang akhirnya berjaya dihalau kembali ke tanah mereka.

Pada tahun 1281, menyaksikan Mongol masih belum menyerah kalah, maka dihantarnya 100 armada kapal untuk menjatuhkan Champa. Diceritakan bagaimana Sodu dan tentera Mongol berjaya menawan kota Vijaya.Namun, kejayaanya itu tidak lama apabila askar-askar Mongol akhirnya berjaya dikalahkan kembali oleh Champa yang melakukan teknik serangan gerila.Seperti biasa Mongol akhirnya tewas dalam pertempuran ini.


3. Empayar Melayu Srivijaya, Armada Laut Terbaik Dunia


Semasa Champa diperintah oleh raja Satyavarman,kerajaan tersebut terpaksa menghadapi kemaraan tentera Empayar Sriwijaya (digelar sebagai Jawa oleh orang Cham) dari selatannya.

Masihkah para pembaca tahu insiden “ Maharaja Zabag ” yang ditulis oleh seorang pengembara Arab bernama Sulayman dalam kitab al Rujjar pada abad ke 8 menceritakan mengenai seorang raja Khmer yang menghina maharaja Zabag dan akhirnya diserang negaranya secara mengejut oleh tentera Maharaja tersebut dan kepala raja Khmer tersebut akhirnya dipancung oleh tentera tersebut.

Ya,insiden ini memang benar-benar terjadi di mana kerajaan Khmer yang disebut oleh Sulayman itu merujuk kepada Kerajaan Chenla yang menguasai daratan Kampuchea pada kurun ke 6 Masihi,manakala Zabag ialah panggilan orang Arab yang merujuk kepada Empayar Srivijaya.Dikatakan pada tahun 774 Masihi,tentera Srivijaya (yang pada masa itu dikuasai oleh Dinasti Sailendra) dari Pulau Jawa telah menyerang kerajaan Chenla dan menakluknya,kerana raja Chenla didapati telah menghina Maharaja Srivijaya.

Empayar Srivijaya bukan sahaja menakluk Chenla,malah melakukan serangan dan penjarahan ke atas Champa.Pada masa pemerintahan raja Satyavarman (Ichwaraloka) di Champa,kerajaan tersebut diserang oleh tentera Srivijaya dari selatan.Tentera Srivijaya telah menjarah dan memusnahkan candi Po Nagar.

Satyavarman beserta tentera Champa kemudiannya menyerang balas tentera Srivijaya yang menyerang negeri mereka dalam satu pertempuran laut pada tahun 784 Masihi dan berjaya mengundurkan tentera Srivijaya.

Sekali lagi pada tahun 787 Masihi,di mana tentera Srivijaya sekali lagi menyerang selatan Champa dan menjarah sebuah candi bernama Bhadradhipaticwara di Pandurangga.Champa yang pada masa itu diperintah oleh Indravarman I,adinda kepada Satyavarman sekali lagi berjaya mematahkan serangan tersebut.


4. Kerajaan Khmer, Bangsa Purba Asia Tenggara


Peperangan antara Champa dan Dai-Viet berbara semula apabila raja Rudravarman III yang menaiki takhta Champa pada tahun 1061 Masihi,telah mengarahkan serangan ke atas wilayah Dai-Viet namun baginda dan tentera Champa dikalahkan serta merta oleh raja Vietnam,Ly Thanh Tong lalu ditawan.Untuk melepaskan dirinya,raja tersebut akhirnya menyerahkan wilayah dari kawasan Gate Of Annam hingga ke genting Lao Bao kepada kerajaan Dai-Viet.Namun disebabkan tindakannya,beliau tidak dapat menduduki semula takhtanya.
Beliau digantikan oleh raja Hariwarman IV yang berjaya menghalau saki baki orang Dai-Viet dari Champa kemudian membayar ufti perlindungan kepada Vietnam.

Pada masa itulah,Champa pula diserang oleh satu lagi jirannya di barat iatu kerajaan Khmer.Serangan pertama Khmer ke atas Champa dibuat pada tahun 1080 Masihi di mana banyak candi dan biara dihancurkan namun Raja Hariwarman IV berjaya mengalahkan serangan orang Khmer tersebut.Raja tersebut akhirnya turun takhta untuk bertapa dan mengabdikan diri kepada tuhan sebelum akhirnya mangkat pada tahun 1081.

Sekali lagi pada tahun 1145 Masihi,kerajaan Khmer di bawah pemerintahan Suryavarman II sekali lagi menyerang Champa dan menawan ibu kotanya,menyebabkan pusat pemerintahan terpaksa berpindah jauh lagi ke kota Vijaya di selatan,namun tentera Champa masih dapat mengalahkan tentera Khmer yang sedang mara untuk menyerang Vijaya pada masa itu.Serangan orang Khmer ke atas Champa diakhiri oleh raja Jaya Hariwarman yang berjaya menghalau saki baki tentera Khmer dan Vietnam,seterusnya menyatukan kembali Champa.

Seorang pegawai istana,Jaya Indrawarman berjaya merampas kuasa dari putera Jaya Hariwarman pada tahun 1167 Masihi.Di bawah pemerintahannya,kerajaan Champa kembali kuat malahan pada tahun 1177 Masihi,Champa dapat melancarkan serangan ke atas kerajaan Khmer dan menjarah kota Angkor,ibu kota kerajaan tersebut.

Ini menimbulkan dendam oleh raja Khmer, Jayawarman III kepada raja Champa.Beliau lalu berpakat dengan putera Champa bernama Vidyanandana untuk menyerang Champa.Komplot ini berjaya dan Vidyanandana berjaya menawan Jaya Indravarman dan dibawa ke Angkor.

Kekosongan takhta Champa diambil oleh seorang kerabat diraja bernama Suryajayawarmandewa.Pada masa sama,Vidyanandana juga mengisytiharkan dirinya sebagai raja Champa di Pandurangga.Ini menyebabkan Champa akhirnya berpecah kepada dua.Namun Vidyanandana berjaya menghapuskan pesaingnya seterusnya menyatukan kembali Champa.

Perang antara Khmer dan Champa berakhir apabila raja Jaya Parameswarawarman II menaiki takhta Champa.Ketika itu,orang Khmer sibuk menangkis serangan musuh mereka,orang Thai di barat.Champa mengambil manfaat atas masa aman ini untuk membaiki semula candi-candi yang rosak.



- Raja Arif Danial -



Reply

Use magic Report

Post time 27-1-2017 05:30 PM | Show all posts
HUBUNGAN MELAYU CHAMPA DAN DUNIA MELAYU NUSANTARA






Kedaulatan kerajaan Champa yang diganggu akibat asakan agresif dari kerajaan Vietnam di utara,menyebabkan Champa semakin diasak jauh ke selatan hinggalah Champa jatuh secara keseluruhannya di tangan Maharaja Minh Menh pada tahun 1832.

Selepas tahun tersebut,ramai etnik Cham terpaksa meninggalkan tanah tumpah darah mereka,berhijrah ke wilayah lain dan menetap di sana.Namun ada juga berlaku kebangkitan dan penentangan bersenjata yang dilakukan oleh sesetengah orang Cham untuk menentang kekejaman dinasti Nguyen dan mengembalikan semula kedaulatan Champa.

Pada masa itu,majoriti orang Cham sudahpun beragama Islam namun terdapat juga sebahagian di kalangan mereka yang masih kekal beragama Hindu-Buddha dan ada juga sesetengah kelompok di kalangan mereka mencampuradukkan kepercayaan Hindu-Buddha dengan Islam dalam norma kehidupan mereka.

Pada masa itu juga,Champa mula menjalinkan hubungan yang lebih erat dan intim dengan saudara serumpun mereka yang tinggal di kepulauan Melayu dan sudah lama menerima Islam sebagai cara hidup mereka.Persamaan budaya dan bahasa yang ketara ditambah lagi dengan semangat persaudaraan sesama Islam telah menjadikan Champa sebahagian daripada tamadun Melayu-Islam yang sedang berakar umbi di Kepulauan Melayu pada masa itu.


Kita Bersaudara


Kita tahu bahawasannya orang Cham ini satu ketika dahulu pernah membina sebuah kerajaan yang hebat bernama Champa,yang terletak di pantai timur Indo China.Kerajaan hebat ini bertahan selama lebih 1700 tahun lamanya dan meninggalkan sejumlah prasasti,catatan bertulis dan tinggalan senibina yang indah seperti candi-candi My Son,Po Sa Nu dan Po Klaung Garai.Champa juga dikenal pasti sebagai antara kerajaan yang paling awal menerima cahaya Islam di Asia Tenggara iatu sekitar abad ke 10.

Sementara itu pula,saudara serumpun mereka di selatan pula,iatu Melayu telah beribu-ribu tahun lamanya membina ketamadunan di sekitar Asia Tenggara dan Kepulauan Melayu.Banyak kerajaan dan empayar yang ditubuhkan di sekitar Kepulauan Melayu oleh orang Melayu dan antara kerajaan yang paling gah sekali ialah Srivijaya,Melaka dan Brunei.Ini menjadikan raja-raja Melayu pada masa itu adalah kelas pemerintah (ruling class) di Asia Tenggara.Selepas kemasukan orang Melayu ke dalam agama Islam,nilai-nilai dan unsur Islam diterapkan dengan sangat kukuh ke dalam norma kehidupan orang Melayu sehingga Tamadun Melayu akhirnya menjadi sangat sinonim dengan Islam.

Etnik Cham dan Melayu sememangnya serumpun dan mempunyai persamaan bahasa dan budaya yang ketara.Rekod prasasti tertua orang Cham iatu Prasasti Dong Yen Chau pada abad keempat Masihi mempunyai jumlah kosakata Bahasa Melayu purba yang banyak,membuktikan bahawa bahasa Melayu adalah bahasa purba di Indo China.

Dalam ilmu linguistik,etnik Cham adalah termasuk dalam rumpun Malayo-Polinesia,sama seperti orang Melayu.Bahasa Cham mempunyai sedikit persamaan dan mempunyai kaitan rapat dengan bahasa Acheh.Sejarah telah membuktikan kebenaran persamaan ini kerana dalam sejarah,pengasas Kesultanan Acheh adalah seorang anak raja Champa.Dalam Sulalatus Salatin,diceritakan Syah Pau Ling,putera kepada Raja Pau Kubah telah pergi ke Acheh dan mengasaskan keturunan raja-raja di sana.Dipercayai Syah Pau Ling inilah yang merujuk pada Ali Mughayat Syah,yang dikatakan sebagai pengasas dinasti diraja Kesultanan Acheh.

Sementara Syah Pau Ling pergi ke Acheh,kekandanya pula pergi berlindung di Melaka yang terletak di Semenanjung.Syah Indera Berma,keluarganya serta pengikutnya diberi kebenaran oleh Sultan Mansur Shah,pemerintah Kesultanan Melaka pada masa itu,untuk menetap di Melaka.

Menurut Sulalatus Salatin lagi,keturunan Syah Indera Berma dan keluarganya telah memeluk Islam dan mereka inilah yang menjadi asal usul keturunan orang Cham di Melaka.Pakar sejarah sepakat bersetuju bahawa peristiwa ini berlaku selepas kejatuhan kota Vijaya ke tangan Vietnam pada tahun 1471,di mana perkataan “orang Kuci” yang membumihanguskan ibu kota Champa seperti yang diceritakan dalam Sulalatus Salatin itu merujuk kepada orang Vietnam.

Sulalatus Salatin membuktikan bahawa Melaka adalah antara destinasi diaspora orang Cham selepas kejatuhan kota Vijaya pada tahun 1471.Pilihan menjadikan Melaka sebagai tempat berlindung orang Cham adalah atas dasar serumpun dan persamaan bahasa dan budaya.Semangat keserumpunan Melayu-Cham ini menjadi bertambah erat selepas majoriti orang Cham memeluk Islam beberapa abad selepas itu dan semangat ini dikukuhkan lagi atas dasar saudara sesama Islam.Peristiwa tersebut berjaya membuktikan bahawa sememangnya orang Melayu dan Cham adalah bersaudara dan berasal dari rumpun yang sama.


Campur Tangan Melayu dan Cham dalam Politik Istana Kampuchea (Kemboja)

Asakan agresif Vietnam juga menyebabkan ramai orang Cham berhijrah ke Kampuchea sekitar abad ke 16 hingga 18.Kedatangan pelarian dari Champa itu disambut dengan baik sekali oleh kerajaan Kampuchea,yang juga antara kawan baik kepada Champa.Apabila berlakunya perang saudara antara tentera dinasti Nguyen dan pemberontak Tay Son bersaudara di Pandurangga pada tahun 1771,raja Po Crei Brei beserta ribuan pengikutnya berundur ke Kampuchea dan menetap di wilayah Rong Damrei.

Di Kampuchea,orang Cham bertemu dengan saudara serumpun mereka,orang Melayu di mana ramai di kalangan orang Cham yang berkahwin dengan mereka dan ada yang memeluk Islam di sana.Komuniti orang Melayu dan Cham yang sama sama beragama Islam,mempunyai persamaan budaya dan bahasa menjadikan mereka sebuah komuniti besar dan membezakan mereka dengan penduduk majoriti di Kampuchea pada masa itu,orang Khmer yang beragama Theravada Buddha.Dalam riwayat Khmer pada era tersebut,komuniti Melayu-Cham ini digelar sebagai “Cam Jva” (Cam=Cham,Jva=Melayu).

Komuniti “Cam Jva” ini bukan sekadar menjadi komuniti Islam yang utama di Kampuchea,malahan juga beberapa kali terlibat dalam hal ehwal politik dalam istana Kampuchea di Oudong itu sendiri.

Dikatakan juga komuniti Melayu-Cham di Kampuchea bukan sahaja menjadi kelompok yang berpengaruh di istana,malah berjaya juga mengIslamkan seorang raja Kampuchea yang bernama Ramadhipati I (1642~1658).Raja Ramadhipati I memeluk Islam di Khleang Sbek selepas mengahwini seorang gadis Cham.

Menurut riwayat diraja Khmer,pada majlis perkahwinan Raja Ramadhipati I tersebut,seorang ketua Melayu-Cham telah menghadiahkan sebilah keris antik kepada raja tersebut,di mana keris tersebut akhirnya disimpan oleh raja tersebut di sebuah tempat yang digelar sebagai Pancasksetr di istana diraja Kampuchea.

Pemerintahan Ramadhipati I di Kampuchea berakhir pada tahun 1658 setelah beliau dibunuh oleh sepupu beliau sendiri.Ini menyebabkan berlakunya penentangan secara besar-besaran dari komuniti Melayu-Cham namun mereka dikalahkan seterusnya diusir ke Siam.

Pengganti raja tersebut,Pramaraja VIII (1659~1672) bukan sahaja mengusir komuniti tersebut malahan juga sebilangan bangsawan,pendeta,keturunan diraja dan rakyat Khmer yang menentang beliau.Antara yang diusir itu termasuklah isteri kepada Ramadhipati itu sendiri yang digelar dalam riwayat diraja Khmer sebagai “Anak Mnan Kapah Pau”.

Pun begitu,pada tahun 1672,berlakunya rampasan kuasa di mana Raja Pramaraja VII tersebut dibunuh oleh menantunya,Sri Jayajetth dan melantik dirinya sebagai raja Kampuchea dengan gelaran Padumaraja II.Beliau cuba menghapuskan sebarang cubaan untuk menentangnya termasuk bekas permaisuri Pramaraja VII,iatu Ubhayoraj Ramadhipati yang berjaya melarikan diri.

Bekas permaisuri tersebut seterusnya memohon bantuan dari orang Melayu-Cham,di mana mereka berjaya menyusup masuk ke dalam istana pada waktu malam dan membunuh Raja Padumaraja II,yang hanya menduduki takhta diraja Kampuchea selama lima bulan sahaja.



Warisan Champa Di Negeri Serambi Mekah


Agak-agak negeri mana dekat Semenanjung ini yang digelar sebagai Serambi Makkah ?

Negeri Kelantan Darul Naim adalah antara negeri yang mempunyai hubungan paling rapat dengan Champa,berbanding negeri-negeri Melayu yang lain di Semenanjung selepas kejatuhan Melaka.Kedudukan Kelantan yang menjadi pusat pengajian ilmu agama Islam sehinggakan digelar sebagai Serambi Makkah juga menjadikan negeri tersebut akhirnya menjadi tumpuan orang Champa untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama Islam.

Hubungan ini dapat dilihat apabila seorang raja Champa,Po Rome tinggal di Kelantan selama beberapa tahun pada abad ke 17.Kedatangan Po Rome ke Kelantan bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam dan adat kebudayaan Melayu,dengan tujuan untuk mengeratkan lagi hubungan muhibbah antara Champa dengan Dunia Melayu pada masa itu.

Kebudayaan Champa juga sedikit sebanyak bertapak dengan kukuh di Kelantan.Beberapa tempat di sekitar negeri tersebut seperti Pengkalan Chepa dan Kampung Chepa,menunjukkan kehadiran orang Cham (Champa) di kawasan tersebut.Terdapat juga tanjak Chepa,kain Chepa,keris Chepa,padi Chepa dan sanggul Chepa di negeri tersebut.

Malahan juga keturunan diraja Kelantan pada hari ini juga dikatakan berasal dari Champa.Dalam Hikayat Kelantan,moyang kepada Long Yunus,iatu pengasas dinasti diraja Kesultanan Kelantan pada hari ini berasal dari Kembayat Negara (Champa).


Kebangkitan Champa Melawan Vietnam


Menjelang kejatuhan Champa oleh dinasti Nguyen pada tahun 1832,sumber dari penjelajah Perancis mendapati bahawa ramai pembesar,jurutulis dan alim ulama Melayu berkhidmat di istana Champa pada masa itu.Bukan itu sahaja,malahan ada juga orang Melayu yang terlibat dalam membantu kebangkitan rakyat Champa untuk menentang kekejaman Vietnam pada masa itu.

Kebangkitan rakyat Champa menentang Vietnam pada tahun 1796 dipelopori oleh seorang tokoh Melayu bernama Tuan Phaow.Tuan Phaow dikatakan berasal dari Kelantan dan mendakwa kononnya Tuhan menghantarnya untuk menolong orang Cham dalam perjuangan menentang kuasa Vietnam.

Beliau mendapat sokongan padu daripada orang Cham dari wilayah Binh Thuan dan juga dari Kampuchea,untuk menentang kekuasaan Maharaja Gia Long.Namun,perjuangan tersebut berjaya dikalahkan oleh tentera Vietnam dan Tuan Phaow akhirnya berundur semula ke Kelantan.

Selepas Maharaja Minh Menh akhirnya berjaya menghapuskan Champa pada tahun 1832,berlaku kebangkitan besar-besaran yang dibuat oleh rakyat Champa atas tindakan maharaja Vietnam tersebut.Kebangkitan pertama yang dibuat oleh orang Cham selepas kejatuhan Champa itu diketuai oleh seorang ulama dari Kampuchea bernama Katip (Khatib) Sumat.

Katip Sumat belayar dari Kelantan dan tiba di Binh Thuan pada tahun 1833 dengan tentera yang terdiri daripada orang Melayu dan orang Cham.

Tentera Melayu yang membantu Katip Sumat tersebut merupakan tentera bantuan yang dihantar oleh Sultan Kelantan yang pertama itu sendiri iatu Sultan Muhammad I (1800~1837).

Menurut seorang ahli sejarahwan Champa,Po Dharma,bantuan tentera yang dikirimkan oleh Sultan Muhammad I itu disebabkan atas dasar bahawa baginda dan raja Champa ketika itu berasal dari satu keturunan yang sama,dikuatkan lagi dengan semangat persaudaraan sesama Islam.

Katip Sumat menggunakan konsep jihad untuk menyeru rakyat Champa menentang pemerintahan dinasti Nguyen Vietnam yang menindas mereka.Perang di antara orang Champa yang diketuai oleh Katip Sumat dengan tentera Vietnam berakhir pada tahun 1835 dengan kemenangan Vietnam berjaya menghapuskan penentangan rakyat Champa dan Katip Sumat keseluruhannya.


Saudara Selamanya Bersaudara


Selepas kebangkitan Katip Sumat berjaya dipadamkan oleh Vietnam pada tahun 1835,hubungan orang Cham dengan dunia luar,terutama sekali dengan Dunia Melayu juga semakin berkurangan.

Wilayah Champa secara mutlaknya sudah menjadi milik Vietnam.Pemerintahan dinasti Nguyen mula mengamalkan dasar Pax Vietnamica atau mengVietnamkan rakyat Champa seluruhnya,sepertimana tindakan kerajaan Thailand yang mengThaikan penduduk Melayu-Islam di Patani menerusi dasar Phibul Songram yang masih berjalan sehingga ke hari ini.

Namun orang Cham ini bernasib baik kerana wilayah Binh Thuan dan lima daerah di selatan Vietnam yang asalnya milik Champa akhirnya diserahkan kepada Perancis oleh kerajaan Vietnam yang kalah dalam Perang Perancis-Vietnam (Franco-Vietnamese War) dari tahun 1858 hingga 1861.

Mungkin ada yang menganggap peristiwa penyerahan wilayah tersebut kepada Perancis ibarat “terlepas dari mulut buaya,masuk mulut harimau” bagi orang Cham namun sekurang-kurangnya peristiwa ini juga telah berjaya mengagalkan percubaan kerajaan Vietnam yang selama ini cuba menghapuskan terus identiti dan jati diri orang Cham dan Champa.

Dasar penjajah Perancis yang tidak masuk campur dalam kebudayaan penduduk tempatan telah membuka peluang kepada orang Cham untuk kembali mencari identiti dan jatidiri mereka semula,termasuklah membina kembali hubungan mereka dengan saudara Melayu mereka.

Ulama dan pendakwah dari Semenanjung sekali lagi datang menjalankan tugas mereka menyebarkan Islam di bumi Champa dari akhir abad ke 19 hinggalah ke awal abad ke 20.Ada juga di kalangan mereka berkahwin dengan gadis tempatan dan kekal menetap di sana,untuk meneruskan tugas mereka menyebarkan Islam di kalangan penduduk Cham di sana.

Ketika Perang Vietnam dan kekejaman rejim komunis Pol Pot di Kampuchea memuncak pada era tahun 1970an,dikatakan separuh dari populasi orang Cham menjadi mangsa.Kerajaan Malaysia pada masa itu memutuskan untuk mengambil pelarian 7,000 orang Cham Islam untuk berlindung di Malaysia.

Walaupun jika menurut sebab rasminya adalah atas dasar kemanusiaan,namun jika diikutkan kebenarannya,sebab pihak berkuasa Malaysia berbuat sedemikian adalah kerana hubungan erat Melayu-Cham yang sudah terjalin sejak sekian lamanya di mana mereka saling berkongsi budaya,bahasa dan pegangan agama yang sama.

Sehinggalah ke hari ini,hubungan saudara antara orang Cham dan orang Melayu masih lagi berkekalan.Banyak pertubuhan-pertubuhan bukan kerajaan (NGO) Islam dari Malaysia menghantar bantuan dan sumbangan kepada komuniti Cham Islam di sekitar Kampuchea terutamanya.

Ada juga sekolah-sekolah dan pusat pengajian agama Islam telah dibuka dan ditaja oleh orang Melayu dari Malaysia untuk memberi peluang kepada anak-anak muda Cham ini mempelajari ilmu agama Islam.Tidak kurang juga ramai anak-anak muda Cham yang datang melanjutkan pembelajaran ilmu agama Islam ke pondok-pondok di Malaysia,terutama sekali di Kelantan.

Ada juga orang Cham ini yang datang berhijrah ke Malaysia dan akhirnya menetap dan melahirkan zuriat keturunan di tanah bertuah ini.Di kampung halaman penulis sendiri,orang Cham ini banyak yang berjaya membuka perniagaan kain dan tudung di sini,sehingga sebuah kawasan perniagaan yang akhirnya terkenal di Malaysia dikenali sebagai Pasar Kemboja.Setiap hari Sabtu,kawasan sekitar Pasar Kemboja tersebut penuh dengan kenderaan-kenderaan yang datang sejauh Kuala Lumpur untuk membeli tudung dengan harga yang murah dan berpatutan di sini.

Orang Cham di Malaysia kebanyakannya digelar oleh penduduk tempatan sebagai “orang Kemboja” (kerana kebanyakan mereka asal dari Kemboja/Kampuchea) ataupun “orang Melayu Champa”.


Kesimpulan


Sejarah telah membuktikan bahawa hubungan antara Melayu dan Cham ini ialah satu hubungan yang panjang dan penuh berliku-liku.Hubungan ini bukan sekadar hubungan persahabatan dan persaudaraan sesama agama,malahan ianya adalah hubungan persamaan budaya dan bahasa menjadikan mereka serumpun.

Kajian ilmu linguistik telah membuktikan bahawa sememangnya bangsa Melayu dan Cham adalah saudara serumpun dan sama-sama diletakkan dalam kategori rumpun yang sama iatu MALAYO-POLINESIA.Hubungan keserumpunan ini diperkukuhkan lagi dengan memiliki pegangan agama yang sama iatu Islam,di mana konsep persaudaraan sejagat dalam Islam menyatakan seorang Islam itu perlu membantu saudara Islam nya yang dalam kesusahan.

Hubungan orang Melayu-Cham ini juga diserikan lagi dengan interaksi kebudayaan yang berlaku secara dua hala di antara mereka.Dalam sejarahnya,kita dapat melihat kesanggupan orang Melayu menolong atau memberi bantuan kepada saudara Cham mereka ketika mereka dalam kesusahan.

Menariknya,hubungan persaudaraan sejak zaman berzaman ini masih lagi bertahan sehingga ke hari ini,walaupun dipisahkan dengan sempadan politik moden dan kewarganegaraan.

Jadi,jikalau ada di antara kalian yang akan berkunjung ke Kampuchea untuk mengagihkan bantuan kepada saudara Cham kita di sana,ingatlah bahawa anda bukan sahaja membantu saudara seagama.....

....malahan anda sebenarnya bertemu kembali dengan adik-beradik kita yang terpisah kini melalui sempadan politik.

Ingat dalam minda kalian bahawa moyang mereka ini dahulu pernah membina satu tamadun yang cukup gah dan agung di Indo China,namun semua itu telah lama hilang dirampas oleh orang asing.

Sempadan politik dan perbezaan taraf hidup mungkin menjadikan kita bangsa Melayu dan mereka orang Cham itu berbeza,namun hubungan darah serumpun dan persamaan agama menjadikan kita saudara yang jauh tapi sebenarnya dekat.

Bangsa yang agung ialah bangsa yang belajar dari sejarah.

Sekian,wallahualam.


Sumber :-


1. Vietnam-Champa Relations and the Malay-Islam Regional Network in the 17th–19th Centuries ( Danny Wong Tze Ken (2004)

2.  Jurnal Warisan Kelantan : Po Dharma,1989,Peranan Kelantan dalam Pergerakan Islam di Campa 1833–1834.

3. “KERAJAAN CAMPA–Hubungannya Dengan Vietnam” (Mohammad Zain Musa (2009)

4. The Cham Community in Cambodia from the Fifteenth to the Nineteenth Century (Mak Phoen)

5. Champa in Malay Literature (Abdul Rahman al-Ahmadi)

6. On the Historical and Literary Relations Between Champa and the Malay World (Henri Chambert-Loir)








Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 21-10-2017 02:53 AM | Show all posts
Edited by HangPC2 at 21-10-2017 02:54 AM

Kuil Menara Po Rome (Sultan Nik Mustafa)


Di Panduranga (Phan Rang), Vu Bon Vietnam



Kelantan (Kelantan Annals), a Cham prince arrived in Kelantan in the mid-seventeenth century who was known as Nik Mustafa. After residing in Kelantan for many years, he returned to Champa and was made king, reigning with the title of Sultan Abdul Hamid. Another Cham ruler who is believed to have been Muslim was Po Rome’s son, Po Saut (1660–1692), the last ruler of independent Champa. He used the Malay title “Paduka Seri Sultan” in a letter he sent to the Dutch governor at Batavia in 1680. In 1685, he requested a copy of the Quran from Father Ferret, a French missionary serving in Champa.









Makam Puteri kelantan Isteri Po Rome atau Sultan Nik Mustafa (Po Rome) di Champa














Sumber : Rasmin Nititham


[url=https://ww'w.facebook.com/rasmin.nititham.9]https://www.facebook.com/rasmin.nititham.9[/url]




Reply

Use magic Report

Post time 26-10-2017 02:05 PM | Show all posts
banyak yg telah cuba ditutup n dihapuskan
Reply

Use magic Report

Post time 28-7-2018 11:57 AM | Show all posts
TOKOH MELAYU AGUNG : CHE BONG NGA (CHAMPA)



Syair Siti Zubaidah : Perang Cina





Tetapi malang setelah jadi permaisuri

Suaminya di tawan oleh ketujuh puteri

Siti Zubaidah menangis siang dan malam

Memikir suaminya yang di dalam tawanan



Kepada peminat kesusasteraan Melayu klasik,anda mesti pernah terdengar bait syair ini.Ya,bait ini berasal dari satu syair Melayu klasik terkenal iatu Syair Siti Zubaidah Perang Cina yang dikarang sekitar abad ke 19.Syair Siti Zubaidah menceritakan mengenai pengorbanan Siti Zubaidah,permaisuri kepada Sultan Zainal Abdin yang menjadi pemerintah Kembayat Negara.Apabila suaminya diculik oleh tujuh orang puteri China(pada masa itu Kembayat Negara sedang berperang dengan China),Siti Zubaidah yang sedang sarat mengandung sanggup meredah rimba dan menyamar sebagai lelaki untuk menyelamatkan suaminya yang ditawan dan diletakkan di dalam sebuah perigi beracun.

Kisah berakhir apabila berlakunya peperangan antara tentera Kembayat Negara dan China di mana kemenangan berpihak kepada tentera Kembayat Negara.Maharaja China berjaya dibunuh dan tujuh orang puteri tersebut berjaya ditawan.Tujuh orang puteri tersebut memeluk Islam dan dibebaskan.Puteri tertua,Kilan Chahaya akhirnya dikahwinkan dengan Sultan Zainal Abidin dan baginda berjaya bertemu dengan permaisurinya semula yang selama ini menyamar dirinya sebagai lelaki.

Apa yang menariknya,syair klasik Melayu ini menceritakan mengenai kisah konflik politik yang berlaku di Asia Tenggara sekitar abad ke 14 dahulu.Para sejarahwan dan pengkaji kesusaasteraan Melayu sebulat suara berpendapat bahawa watak Sultan Zainal Abidin yang merupakan suami Siti Zubaidah adalah merujuk pada seorang raja kerajaan Champa iatu raja Che Bong Nga.Negara Kembayat Negara yang diperintah oleh Sultan Zainal Abidin merujuk pada kerajaan Champa,salah satu kerajaan rumpun Melayu paling masyhur di tanah besar Asia Tenggara.


LATAR BELAKANG RINGKAS CHAMPA

Champa merupakan kerajaan yang diasaskan oleh kaum Melayu Cham,salah satu etnik besar dalam rumpun Austronesia,yang bersaudara dengan Melayu dan Jawa.
Kerajaan Champa paling awal dikatakan ditubuhkan sekitar tahun 192 Masihi dan mencapai puncak zaman kegemilangannya pada abad ke7 hinnga ke 10.Pada masa itu,kerajaan Champa mengawal dan memonopoli perdagangan rempah ratus dan sutera antara China,Kepulauan Melayu,India serta Empayar Islam Abbasiyah di Timur Tengah(berpusat di Baghdad).

Champa juga pernah mengekang serangan dari kerajaan China di utara pada masa Dinasti Sui.Champa juga adalah antara kerajaan yang berjaya mengekang serangan Empayar Mongol di bawah Dinasti Yuan.Di kala kerajaan kerajaan di Eropah dan kerajaan Islam di Timur Tengah musnah diserang oleh tentera Mongol,di alam Melayu pula,dua kerajaan rumpun Melayu berjaya mengekang perluasan kuasa Mongol dengan jayanya di tanah mereka,iatu Majapahit dan CHAMPA.

Pada mulanya,kerajaan ini menganut agama Hindu ajaran Shivaisma,namun menurut pakar sejarah,Champa telah memeluk agama Islam sekitar abad ke 10 yang dibawa oleh pedagang Arab ke Champa berdasarkan bukti arkeologi.Champa boleh dikatakan antara kerajaan paling awal menerima Islam di Asia Tenggara.

Namun,kerajaan ini mulai lemah apabila muncul entiti politik asing di sekitarnya.Champa pernah menghadapi serangan Khmer dan Srivijaya namun musuh politik paling hebat memberi tentangan buat Champa ialah kerajaan Annam yang muncul di utara Vietnam dan selatan China.

Kerajaan Annam diasaskan oleh etnik Dai Viet,satu etnik rumpun Austroasiatik yang bersifat kecinaan yang berhijrah dari China Selatan.Orang Dai Viet meneruskan penaklukan dan perluasan kuasa mereka ke selatan,di mana Champa selalu menjadi mangsa mereka.

Semenjak abad ke 9,Champa sering menghadapi serangan dari tentera Dai Viet dan kadangkala Champa sendiri menyerang wilayah Dai Viet.Namun,Champa selalu kalah dalam peperangan dan akhirnya ditolak jauh sehingga ke selatan,akibat perluasan kuasa orang Viet.

Namun,Champa kembali bangkit menentang perluasan kuasa Dai Viet apabila seorang raja menaiki takhta Champa sekitar akhir kurun ke 14.Raja tersebut bernama Po Binasaur atau Raja Che Bong Nga (Che Bunga).

Pangkat " Che " dalam masyarakat Champa pada masa itu selalunya merujuk kepada jeneral tentera.Dalam catatan Dai Viet,baginda digelar sebagai Raja Merah.Dalam catatan Dinasti Ming China,nama baginda dicatat sebagai Ngo-Ta-Ngo-Tcho.


PERMULAAN SATU LEGASI BESAR

Raja Che Bong Nga menaiki takhta Champa (atau Kembayat Negara menurut syair tersebut) pada tahun 1335 apabila bapanya,Raja Tra Hoa Bo De menyerahkan kuasa pada baginda.Dalam syair tersebut,jelas bahawa watak Sultan Darman Syah iatu ayahanda Sultan Z.Abidin adalah Raja Tra Hoa sendiri,iatu ayahanda kepada Che Bong Nga.

Baginda merupakan seorang raja yang berpengetahuan luas dalam peperangan. Baginda memperkuatkan pasukan tentera darat dan laut baginda dengan menambahkan bilangan askar serta memperbaiki kelengkapan tentera Champa pada masa itu.

Baginda juga merupakan seorang raja yang sangat prihatin terhadap hal-hal keadilan sambil memberi keutamaan kepada keamanan dan kestabilan dalam kerajaannya. Hukuman yang keras dikenakan kepada lanun-lanun yang menjalankan aktiviti mereka di persisiran pantai Campa. Baginda juga mengadakan hubungan yang baik dengan China.

Kekuasaan politik China pada masa itu telah bertukar tangan kepada sebuah dinasti iatu Dinasti Ming di bawah maharaja pertamanya,Zhu Yuanzhang atau lebih dikenali sebagai Maharaja Hongwu (1368~1398).Dikatakan Raja Che Bong Nga menghadiahkan gajah,harimau dan hasil-hasil hasil pengeluaran Champa yang berharga ketika Zhu Yuanzhang mengisytiharkan dirinya sebagai Maharaja China pada tahun 1369.

Diceritakan Raja Che Bong Nga(beragama Islam) berkahwin dengan Dewi Nareswari(Siti Zubaidah) iatu anak perempuan Raja Bharubhasa yang memerintah Kerajaan Jembal di Kelantan pada masa itu.Raja Bharubhasa menurut sejarah Kelantan dikenali sebagai Sultan Mahmud Syah Sultan Jidah.

Memikirkan nasib bangsa Cham dan kerajaan Champa yang asyik kalah dalam perjuangan mengekang kemaraan Dai Viet,baginda memutuskan untuk membalas dendam terhadap Dai Viet.Sebelum itu,baginda berjaya menyatukan seluruh rakyat Champa untuk bergabung menentang Dai Viet.


CHAMPA MULA MENYERANG BALAS....

Pada tahun 1361,baginda bersama tentera-tenteranya melancarkan serangan pertama ke atas Dai Viet dan berjaya menakluk wilayah Nghe An pada tahun 1363.

Hal ini menimbulkan kemurkaan Maharaja Dai Viet iatu Maharaja Dhuong Nhut Le (1369~1371) kerana banyak wilayah Dai Viet yang dirampas dari Champa akhirnya kembali dituntut semula.Maharaja Dai Viet cuba menyerang balas tetapi gagal.Sehingga Maharaja Dhuong meninggal dunia,berlaku konflik istana apabila permaisuri raja,Duong Khuong mahu menabalkan anakandanya sebagai raja baru tetapi ditentang oleh saudara raja sendiri,Tran Nghe Tong.

Tran Nghe Tong menabalkan dirinya sebagai raja dan Duong Khuong dipenjarakan namun berjaya melepaskan diri dari penjara dan lari ke kota Bal-Ngwe,ibu kota Champa pada masa itu.Di sana,beliau meminta Raja Che Bong Nga untuk menyerang Dai Viet.


PENAKLUKAN HANOI DAN PERDAMAIAN SEMENTARA

Mengambil kesempatan dari keadaan politik yang tidak stabil di negara jirannya dan bantuan dari Empayar Ming yang baru berkuasa di China pada masa itu,Raja Che Bong Nga lalu mengarahkan serangan ke wilayah Dai Viet dan berjaya menakluk Hanoi,ibu kota Dai Viet pada tahun 1370.Di sana,baginda menaikkan Permaisuri Duong Khuong sebagai pemerintah Dai Viet.

Champa dan Dai Viet masing masing berada dalam keadaan aman dan tiada perang sehingga berlakunya insiden kapal dagang milik saudagar Dai Viet dibakar di pelabuhan Bal-Ngwe akibat perbuatan sabotaj oleh seorang pembesar Viet yang tidak sukakan perdamaian dengan Champa.


PENGORBANAN PERMAISURI MENYELAMATKAN SUAMI

Kerajaan Dai Viet akhirnya meniup semboyan perang mereka ke atas Champa.Duong Khuong menabalkan ayahandanya,Tran Due Thong sebagai maharaja Dai Viet pada tahun 1372.Duong Khuong bersama enam orang saudara perempuannya berada di barisan hadapan tentera untuk menentang tentera Champa.

Berlaku satu peperangan antara Dai Viet dengan Champa di mana Raja Che Bong Nga keluar dari istana secara senyap tanpa pengetahuan permaisurinya,Siti Zubaidah(Dewi Nareswari),namun akhirnya Raja Che Bong Nga dan empat orang pengawal setianya ditangkap dan ditawan oleh Duong Khuong dan enam orang puteri Viet.

Che Bong Nga dan empat pengawalnya ditawan dan dibawa ke Hanoi lalu dimasukkan ke dalam satu perigi beracun seperti yang tertulis dalam syair Siti Zubaidah tersebut.

Syair ini sekali lagi menceritakan mengenai pengorbanan dan kepayahan permaisuri Siti Zubaidah yang sedang hamil,keluar mengembara merentasi hutan rimba untuk ke kota Hanoi mencari suaminya.Beliau menyamar sebagai seorang pahlawan lelaki yang gagah.Dengan menggunakan tipu muslihat,beliau berjaya membebaskan Che Bong Nga(Sultan Zainal Abidin) dan pengikutya dari perigi beracun.

Che Bong Nga dan pengikutnya yang lemah akibat racun di dalam perigi itu dibawa oleh Dewi Nareswari menaiki empat ekor kuda,melepaskan diri keluar dari Hanoi menuju ke kota Bal-Ngwe dan dirawat di sana sehingga sembuh.

Marah akibat Raja Che Bong Nga berjaya melepaskan diri,Raja Tran Due Thong dan Duong Khuong menyiapkan tentera besar untuk melanggar Champa.


STRATEGI CHAMPA MENJERAT DAI VIET

Pada tahun 1377,Raja Tran Due Thong dan jeneralnya Le Qui Ly mengetuai tentera seramai 120,000 orang untuk menyerang kota Bal-Ngwe.Sesampainya tentera Dai Viet ke kota tersebut,baginda melihat seorang askar Cham menyembah baginda sambil berkata bahawa raja Champa sudah berundur bersama pengikutnya.Kota Indrapura kini kosong dan raja Dai Viet boleh masuk kedalam kota itu.

Dengan penuh yakinnya,Raja Dai Viet itu masuk ke dalam kota Bal-Ngwe bersama tenteranya.Namun apabila tiba di pintu utama kota,rombongan tentera diraja dai Viet diserang secara hendap oleh tentera Champa.Tentera Dai Viet tidak bersedia untuk menyerang balas kerana terkepung dengan asakan tentera Champa.

Dalam pertempuran itu,raja Viet,Raja Tran Due Thong meninggal dunia dibunuh bersama para pengikutnya dan pembesarnya.Hanya sebahagian kecil sahaja yang terselamat dari kepungan itu lalu pulang ke Hanoi.


PUTERI VIET MEMBALAS DENDAM

Duong Khuong yang marah atas kematian ayahandanya menggerakan tenteranya ke Bal-Ngwe.Berlaku peperangan antara tentera Champa diketuai Che Bong Nga dan tentera Viet diketuai Duong Khuong.

Che Bong Nga turut disokong olehb bantuan tentera Melayu dari Segenting Kra.Permaisurinya,Zubaidah turut menyertai peperangan tersebut dengan menyamar sebagai lelaki tanpa diketahui suaminya.Dalam perang ini,tentera Champa mencapai kemenangan dan Duong Khuong dan enam orang puteri Viet berjaya ditawan.

Duong Khuong dibebaskan setelah memeluk agama Islam dan berkahwin dengan Che Bong Nga.Pada masa itu,permaisuri Siti Zubaidah turut membongkarkan identitinya di hadapan suaminya yang selama ini menyamar sebagai seorang lelaki walaupun ada di sisi suaminya.Che Bong Nga akhirnya bertemu semula dengan permaisurinya.

Di Hanoi pula Tran Da Hien ditabalkan sebagai raja Dai Viet menggantikan Tran Due Thong yang mati dibunuh di Champa.
Berdasarkan Syair Siti Zubaidah,watak Kilan Chahaya,puteri sulung di kalangan enam puteri China mempunyai kepersisan dengan perwatakan Duong Khuong.


HANOI DITAKLUK LAGI OLEH CHAMPA

Hanoi,ibu kota Dai Viet sekali lagi ditawan oleh tentera Che Bong Nga pada tahun 1388.raja Dai Viet terpaksa berundur ke pedalaman dan tentera Champa berjaya merampas banyak harta rampasan perang dan sebahagiannya dijadikan hadiah persahabatan kepada Maharaja Ming China,Maharaja Hongwu.

Champa mulai bangkit bukan sahaja mengekang perluasan kuasa Dai Viet,malahan berjaya menawan ibu kota mereka sebanyak dua kali.Che Bong Nga,raja Champa berjaya membangkitkan Champa menjadi sebuah kerajaan yang disegani pada masa itu.Ancaman Dai Viet berjaya dipatahkan.

Namun sayang seribu kali sayang,kemunculan Che Bong Nga dalam sejarah Champa disifatkan sebagai

'' ....sinar matahari yang penghabisan dan terakhir sebelum terbenam selamanya " .



AKIBAT SEORANG KHIANAT,JATUH SATU KERAJAAN

Pada bulan Februari 1390,Raja Che Bong Nga membawa tenteranya berkawal di Sungai Hoang Giang.Kesempatan ini digunakan oleh Raja Tran De Hien untuk menghantar anakandanya,Tran Khat Chan untuk menghalang tentera Champa di Sungai Hoa Trieu.Tentera Champa menyedari kemunculan tentera Dai Viet lalu mengejar mereka.
Dalam kebimbangan,terbit satu harapan pada Tran Khat Chan untuk menghapuskan Che Bong Nga.Seorang laksamana Champa,La Khai telah berbuat khianat kepada Champa dengan memberitahu lokasi perahu Che Bong Nga kepada tentera Dai Viet.

Tran Khat Chan yang gembira dengan maklumat yang diberikan La Khai,terus menghantar tenteranya menuju ke tempat Che Bong Nga melabuhkan perahunya secara senyap senyap.Seorang tentera Viet menembak perahu raja menggunakan senapang China(menurut riwayat lain,menggunakan meriam).Tembakan mengenai Raja Che Bong Nga dan akhirnya terbunuh.

Terbunuhnya Che Bong Nga menyebabkan pertahanan tentera Champa kucar kacir,namun La Khai pandai mengambil kesempatan mengumpan tentera Champa supaya pulang ke Bal-Ngwe.Jenazah Che Bong Nga turut dibawa dan dikebumikan di sana.

Sementara itu,Laksamana La Khai berjaya merebut takhta kerajaan dengan gelaran Jaya Simhavarman.Dalam riwayat Vietnam,La Khai (Jaya Simhavarman) turut digelar sebagai Ko Cheng.

Selepas kemangkatan raja Che Bong Nga,kerajaan Champa akhirnya jatuh merosot dan mula menunjukkan kelemahan.Banyak tanah jajahan Champa yang ditakluk oleh Che Bong Nga terlepas ke tangan Dai Viet.Kelemahan pemerintahan La Khai menyebabkan dia dibunuh oleh panglimanya sendiri pada tahun 1400.

Sementara itu,Dai Viet meneruskan semula perluasan kuasa mereka ke selatan setelah raja Che Bong Nga sudah tiada lagi mahu mengekang gerakan mereka.Pemerintah seterusnya adalah lemah dan tidak mampu mempertahankan kedaulatan Champa.Ibu kota Champa akhirnya ditakluk oleh Dai Viet pada tahun 1471.

Orang Champa yang kini ditekan teruk oleh Dai Viet akhirnya menjadi pelarian.Ada antara mereka yang berhijrah ke wilayah Kemboja,terutamanya di Siem Reap dan Kompong Thom.Ada di antara mereka berhijrah ke Kelantan dan Melaka,dijadikan pembesar di sana.Kesultanan Acheh pula diasaskan oleh seorang putera diraja Champa,Syah Po Ling anak Raja Syah Po Kubah.


IKTIBAR

Kebangkitan Che Bong Nga sepatutnya dijadikan iktibar oleh masyarakat negara kita supaya bersungguh-sungguh mempertahankan negara kita dari anasir luar yang mencurigakan kita.Selain itu,pengorbanan Siti Zubaidah(Dewi Nareswari) juga perlu menjadi contoh kepada generasi Muslimah zaman kini.Pengkhianatan La Khai juga perlu dielakkan oleh kita kerana perbuatan khianat semestinya buruk akibatnya pada masyarakat dan negara.Sejarah Melayu sendiri telah membuktikan pengkhianatan sahaja mampu menjatuhkan sebuah kerajaan yang agung.

Bersama sama kita belajar dari sejarah masa lampau untuk menjadi orang yang lebih baik pada hari esok.




Bibliografi :

101 Puteri Dunia Melayu

Kerajaan Campa – Hubungannya Dengan Vietnam,Mohammad Zain Musa (2009)


Reply

Use magic Report

Post time 28-7-2018 12:00 PM | Show all posts
Kuil Menara Po Rome (Sultan Nik Mustafa)


Di Panduranga (Phan Rang), Vu Bon Vietnam



Kelantan (Kelantan Annals), a Cham prince arrived in Kelantan in the mid-seventeenth century who was known as Nik Mustafa. After residing in Kelantan for many years, he returned to Champa and was made king, reigning with the title of Sultan Abdul Hamid. Another Cham ruler who is believed to have been Muslim was Po Rome’s son, Po Saut (1660–1692), the last ruler of independent Champa. He used the Malay title “Paduka Seri Sultan” in a letter he sent to the Dutch governor at Batavia in 1680. In 1685, he requested a copy of the Quran from Father Ferret, a French missionary serving in Champa.









Makam Puteri kelantan Isteri Po Rome atau Sultan Nik Mustafa (Po Rome) di Champa














Sumber : Rasmin Nititham


https://www.facebook.com/rasmin.nititham.9


Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

15-5-2024 10:31 AM GMT+8 , Processed in 0.523984 second(s), 42 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list