CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 4554|Reply: 11

Abu Nawas

[Copy link]
Post time 5-12-2007 01:15 AM | Show all posts |Read mode
"Tuhanku, aku tidak layak masuk syurgamu...."

buat sejarawan sekelian
bolehtak info haku sapa mamat ni sebenarnya?
haku hanya dengar nama poet and his "hikayat 1001 malam"

Abu Nawwas, the Persian Arab
By Tamim al-Barghouti
Special to The Daily Star
Tuesday, June 15, 2004


Abu Nawwas, the greatest drunkard of all Arabic poets, was completely intoxicated in one of the streets of Baghdad when the Caliph Haroun al-Rashid passed by with his escorts. The caliph was embarrassed to see his favorite poet inebriated in public. While he used to drink along with the poet in private, allowing him to be drink in public would have created a big political problem, for the Prince of Believers would be seen as refraining from applying the law of God.


suka minum arak?
suka budak laki?homo?


kalau ada thread ni pls merge
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 5-12-2007 11:49 AM | Show all posts
aku dulu ade buku cerita hikayat abu nawas ... ade dalam beberape cerita psl abu nawas ni ... yg pasal musang berjanggut pun ada ... mengajar lembu membaca quran la ... entertaining la jugak
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 5-12-2007 04:46 PM | Show all posts
tapi tak banyak yang tahu sapa dia sebenarnya

tersentap bila baca ada yang kata dia ni kuat minom arak and minat kat budak lakilaki
Reply

Use magic Report

Post time 5-12-2007 05:02 PM | Show all posts
seingat aku dulu dr Sam Rasputin pernah buat satu lagu tentang Abu nawas
Reply

Use magic Report

Post time 5-12-2007 05:08 PM | Show all posts
HAMPIR semua orang mengenal nama Abu Nawas. Namun di negeri kita, sosok tersebut telanjur dianggap sebagai pelawak. Mungkin hal itu akibat pengaruh buku "Hikayat Abu Nawas" saduran Nur Sutan Iskandar, terbitan Balai Pustaka, yang menjadi bacaan wajib murid-murid sekolah sejak tahun 1930-an hingga 1950-an.

SALAH satu taman kota, "Taman Abu Nawas" di Bagdad Irak dihiasi monumen dinding dengan relief cerita Abu Nawas yang hidup merakyat dan berperilaku lucu. Monumen sejenis dengan tema cerita Abu Nawas banyak dijumpai di taman-taman kota di Bagdad dan kota lainnya di Irak.

Padahal Abu Nawas (nama sebenarnya Abu Hani Muhammad bin Hakami, lahir di Ahwaz, Persia, tahun 735 dan meninggal di Bagdhad, tahun 810) adalah seorang sastrawan besar dalam khazanah sastra Arab abad Pertengahan. Bahkan sastrawan terbesar pada zaman kekuasaan Sultan Harun al Rasyid al Abassi, yang menjadi khalifah Dinasti Abasiyah tahun 786-809.

Memang, karena kepiawaiannya di bidang bahasa dan sastra Arab, Abu Nawas banyak menggubah sajak-sajak bercorak lelucon dan senda-gurau (mujuniyat). Ia juga sangat ahli merangkai syair tentang cinta dan kecantikan wanita (gazal), pujian terhadap seseorang (madah), bahkan sindiran halus namun tajam (hija). Dan dalam keadaan mabuk minum alkohol khamr), sambil meracau tak karuan, ia menggubah puisi-puisi yang membangga-banggakan minuman keras, yang disebut puisi khumrayat.

Karena kelakuannya yang urakan, tak bermoral, bahkan kemungkina atheis, Abu Nawas tidak disukai kalangan agamawan dan kalangan yang menjunjung tinggi ahlak kesopanan. Bahkan, ia pernah dipenjarakan karena kelakuannya yang tak beres itu.

Namun menjelang usia tua, ia berubah total. Menjadi tekun beribadah, rendah hati (tawadlu) dan jarang berbicara. Dari beberapa anekdot yang dihimpun para pengamat puisi Abu Nawas, terungkap, kesadaran (al yakhzah) diri Abu Nawas tergugah pada suatu malam "Qadar" (Lailatulkadar). Konon, ketika dalam keadaan "teler" Abu Nawas didatangi seseorang tak dikenal, yang berkata :

"Ya, Abu Hani, idza lam takun milhan tuslih, fa la takun zubabatan tufsid (Wahai Abu Hani, jika engkau tak mampu menjadi garam yang melezatkan hidangan, janganlah engkau menjadi lalat yang menjijikkan, yang merusak hidangan itu).

Abu Nuwas langsung merasa dirinya sebagai lalat. Bahkan lebih hina dina. Ia sadar, tahun-tahun kehidupannya tidak membawa manfaat sebagaimana garam memberi kesedapan. Justru ia terus-terusan merusak, merusak dan merusak. Padahal merusak dilarang keras oleh Allah SWT. La tufsidu fil ardli. Innallaha la yuhibbul mufsidin (Alquran Surah Al Qashash ayat 77).

Sejak peristiwa "Malam Qadar" itu, Abu Nawas, mengganti syair-syair dengan zikir. Memindahkan malam-malamnya dari kafe, bar atau pub, ke masjid. Ia tidak ingin lagi menjadi lalat. Biar tak jadi apa-apa, asal tidak membawa kerusakan bagi dirinya dan orang lain.

Beberapa kawannya satu "geng" mendatangi Abu Nawas yang sedang i'tikaf di sebuah masjid, pada sepuluh malam terakhir Ramadan.

"Apa yang keluar dari bibirmu sekarang ?" ejek kawan-kawannya.

"Ayat-ayat Alquran," jawab Abu Nawas, kalem.

"Yang kau pikirkan di kepalamu ?"

"Kemahaagungan Allah, yang sudah mengubah manusia buruk seperti kalian, menjadi manusia yang baik seperti aku sekarang."

"Kau habiskan malam-malammu dengan apa ?"

"Dengan mendekatkan diriku yang hina dina kepada Zat Maha Mulia, yaitu Allah SWT."

"Lalu siang-siangmu keluyuran ke mana ?"

"Ke gurun dan samudera petunjuk-Nya yang penuh rahmat dan ampunan. Aku tak akan tersesat di situ, karena firman-firman-Nya amat jelas," kata Abu Nawas seraya mengutip sabda Nabi Muhammad saw. afdlala ibadati ummatiy tilawatul Qurani. Sebaik-baik ibadah umatku adalah membaca Alquran.

Salah satu puisi karya terakhir Abu Nawas, sebuah puisi religius yang di negeri kita (antara lain di Pondok Modern Gontor) dijadikan "pupujian" seusai salat.

Ilahi, lastulil firdausi 'ala

Wa la aqwa alan naril jahimi

Fahabli taubatan waghfir dzunubi

Fainnaka ghafiru dzanbil adzimi

(Ya Allah, tak pantas buatku surga

Tapi neraka, tak kuat aku akan siksanya

Maka atas segala dosa aku bertaubat

Karena ampunanmu lebih hebat)

Puisi-puisi Abu Nawas bersama kisah hidupnya, ditulis antara lain oleh Mustafa Abdur Razak, dalam buku "Abu Nawas, Hayatuhu wa Sya'iruhu" (1981). Dikenal dan digemari di dunia Barat setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh A.von Kremer "Diwan des Abu Nuwas Grossten Lyrischen Dichters der Araber" (1806).

Abu Nawas mungkin salah satu contoh manusia yang mendapat barakah "Lailatul Qadar". Malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Kita yang sedang saum sambil mengharap ampunan, rahmat dan itqun minannari (pembebasan dari api neraka), tak mustahil mendapat keberuntungan seperti Abu Nawas. (H.Usep Romli HM)***
p/s ini adalah petikan mengenai abu nawas yang saya ambil dari sebuah web indo..
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 5-12-2007 05:49 PM | Show all posts
ada yang kata khalifah umar abdul aziz penah ternampak dia mabok dikhalayak ramai
umar pon jadi malu pasal tu kawan dia gak
(and get this) derang berdua ni penah minum arak senyap2 out from the public eye
Umar Abdol Aziz pon sama?
Allahua'lam
Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 16-4-2012 03:13 AM | Show all posts
http://www.youtube.com/watch?v=zrQbO2BPbcY


الهي لست للفردوس اهلا ولا اقوى على نار الجحيم
Ya Tuhanku, aku tidaklah pantas menjadi ahli syurga firdausMu Namun aku juga tak kan sanggup masuk ke neraka jahimMU ۞
فهب لي توبة واغفر ذنوبي فإنك غافر الذنب العظيم
Oleh karena itu terimalah taubatku dan tutupilah dosa-dosaku Sesungguhnya Engkau maha mengampuni dosa-dosa besar ۞
ذنوبي مثل اعداد الرمال فهب لي توبة يا ذا الجلال
Dosa-dosa ku seperti hamparan pasir di laut Maka terimalah taubatku wahai Dzat yang Maha Agung ۞
وعمري ناقص فى كل يوم وذنبي زائد كيف احتمالي
Umurku terus berkurang setiap hari Namun dosa-dosaku selalu bertambah ۞
الهي عبدك العاصى اتاك مقرا بالذنوب و قد دعاك
Ya Tuhanku hambaMu yang berlumur dosa ini, Datang kepadaMu bersimpuh memohon ampunan ۞
فإن تغفر فأنت لذاك اهل و ان تطرد فمن يرجو سواك
Jika Engkau mengampuni memang Engkau Pemilik Ampunan Tetapi jika Engkau tolak maka kepada siapa lagi aku berharap ۞
Reply

Use magic Report

Post time 16-4-2012 03:16 AM | Show all posts
Banyak di antara kita yang belum tahu siapa Abu Nawas. Mari kta baca bersama.Ilahi lastu lilfirdausi ahla Wala aqwa 'ala naril jahimi Fahab li tawbatan waghfir dzunubiFainakaghafirud dzanbil adzimi(Tuhanku, tidaklah pantas hamba menjadi penghuni surga.Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka.Maka beri hamba tobatdan ampunilah hamba atas dosa-dosa hamba.Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Agung)

Sudah lama kaum muslimin di Indonesia akrab dengan syair Abu Nawas tersebut. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala biasanya menyanyikan syair tersebut dengan syahdu. Bagi bangsa Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga cukup akrab.

Bahkan juga sampai sekarang. Abu Nawas dikenal terutama karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor. Sesungguhnya ia adalah seorang sufi, intelektual, sekaligus penyair yang hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).Abu Nawas tidak hanya cerdik, tetapi ia juga nyentrik. Sebagai penyair, mula-mula ia suka mabuk. Belakangan, dalam perjalanan spiritualnya mencari hakikat Allah, kehidupan rohaniahnya yang berliku sangat mengharukan. Setelah "menemukan" Allah, inspirasi puisinya bukan lagi khamar, melainkan nilai-nilai ketuhanan.

Ia tampil sebagai penyair sufi yang tiada banding.Nama aslinya ialah Abu Ali al-Hasan ibnu Hani al-Hakami. Ia lahir di Ahwaz, Persia (Iran sekarang) pada 145 H (747 M). Ayahnya, Marwan bin Muhammad, anggota legiun militer khalifah terakhir Bani Umayyah di Damaskus, Harun al-Rasyid. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah ia belajar berbagai ilmu pengetahuan.Masa mudanya penuh dengan gaya hidup yang kontroversial, sehingga membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai keagamaan dan pertobatan, di samping cita rasa kemanusiaan. Abu Nawas belajar sastra dan bahasa Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah.

Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami, sementara dalam ilmu hadis ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman.Memperhalus BahasaPertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, membawanya ke panggung kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah, tempat Sayidna Ali dimakamkan, bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab. Kemudian ia ke Baghdad.

Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kepiawaiannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para pangeran. Tetapi gara-gara kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya berubah, cenderung memuja penguasa.Dalam kitab Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Cuma, sayang, karya-karyanya jarang ditampilkan dalam berbagai kesempatan atau diskusi keagamaan. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim.Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya'irul bilad).

Dalam ensiklopedi Al-Munjid disebutkan, Abu Nawas diangkat sebagai pendekar para penyair yang bertugas menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.Sebagai penyair, tingkah laku Abu Nawas bisa disebut aneh, bahkan slebor. Tingkah lakunya membuat orang selalu mengaitkan karyanya dengan gejolak jiwanya. Ditambah sikapnya yang jenaka, perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya menenggak arak menjadikannya penyair yang unik. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia.Di lain pihak, Abu Nawas adalah sosok yang jujur. Sikap itu menjadikannya sejajar dengan tokoh-tokoh penting dalam khazanah keilmuan Islam.

Zamannya adalah zaman keemasan imperium Abbasiyah. Pada masa kekhalifahan Harun al-Rasyid, peradaban Islam maju pesat. Banyak tokoh penting lahir di zaman ini. Cuma, sayang, kemajuan ini tidak dibarengi dengan perilaku yang baik dalam masyarakat. Kenyataan inilah yang menjerumuskan Abu Nawas yang kemudian larut dalam minuman keras dan hidup sebagai hedonis.Kedekatannya dengan kekuasaan bahkan pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami.
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 16-4-2012 03:16 AM | Show all posts
Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.Nilai-nilai KetuhananSejak mendekam di penjara, puisi-puisi Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kendi tuaknya, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Syair-syairnya tentang tobat bisa dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa keagamaannya yang tinggi. Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan.Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri. Adalah Dr. Muhammad al-Nuwaihi yang mengungkapkan kehidupan gelap penyair ini. Dalam kitabnya Nafsiyyat Abi Nuwas disebutkan, Abu Nawas sangat tergantung pada minuman keras. Meski begitu, ia tetap mempunyai harapan dalam setiap kali jiwanya guncang: ia yakin bahwa ampunan Allah bisa direngkuhnya, seperti sebuah sajaknya:

Tuhan…Jika dosaku semakin membesarsungguh aku tahuampunanmu jauh lebih besar.Jika hanya orang-orang baikyang berseru kepada-Mulantas kepada siapaseorang pendosa harus mengadu?Bisa dimaklumi jika pada masa tuanya Abu Nawas cenderung hidup zuhud.

Di masa inilah ia menciptakan puisi-puisi yang terdiri atas beberapa tema. Ada yang bertema pujian (madh), satire (hija'), zuhud (zuhdiyat), bahaya minum khamar (khumriyat), cinta (hazaliyat), canda (mujuniyah). Gara-gara beberapa puisinya yang bertema jenis mujuniyat atau khumriyat Abu Nawas dituduh sebagai penyair zindik atau pendosa besar. Tetapi berkat puisi bertema khumriyat pula ia terkenal sebagai penyair pemabuk. Ia menggambarkan minuman keras yang dapat menenangkan pikiran.Tetapi, menjelang akhir hayatnya ia mulai berubah. Ia mulai menulis beberapa puisi religius. Dalam beberapa puisi bertema zuhdiyat, ia mengungkapkan rasa sesal dan tobat atas segala perbuatannya selama ini. Tak hanya itu, di masa tuanya ia benar-benar menjalani kehidupan zuhud.

Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.Dipelajari dan DikenangMengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M.

Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti - yang menaruh dendam kepadanya.Sejumlah puisi Abu Nawas dihimpun dalam Diwan Abu Nuwas yang telah dicetak dalam berbagai bahasa. Ada yang diterbitkan di Wina, Austria (1885), di Greifswald (1861), cetakan litrografi di Kairo, Mesir (1277 H/1860 M), Beirut, Lebanon (1301 H/1884 M), Bombay, India (1312 H/1894 M). Beberapa manuskrip puisinya tersimpan di perpustakaan Berlin, Wina, Leiden, Bodliana, dan Mosul. Pada tahun 1855, Diwan-nya diedit oleh A. Von Kremer dengan judul Diwans des Abu Nowas des Grosten Lyrischen Dichters der Araber.

Di tangan para orientalis itu karya Abu Nuwas dipelajari dan dikenang. Mereka memang lebih dulu mengenal Abu Nuwas ketimbang kita - yang hanya menertawakannya.Pada suatu saat Abu Nuwas datang ke sebuah bukit melihat hilal untuk menentukan awal bulan Syawal. Ia melihat Sulayman bin Abi Sahl, seorang ulama yang sama sekali tak mempedulikan kehadirannya. Abu Nuwas lantas nyeletuk, "Bagaimana Anda bisa melihat bulan, sementara saya yang di dekat Anda saja tak terlihat." Sulayman marah besar. "Aku melihat kamu berjalan mundur sampai masuk kembali ke dalam rahim Jalban (ibu Abu Nawas)." Maka, seketika itu juga Abu Nawas melontarkan syair-syairnya, dan Sulayman juga membalasnya.

Hingga matinya pun, Abu Nawas masih dibicarakan orang. Konon, sebelum mati ia minta keluarganya mengafaninya dengan kain bekas. Ketika Malaikat Munkar dan Nakir datang ke kuburnya, konon Abu Nawas menolak. "Tuhan, kedua malaikat itu tidak melihat kain kafan saya yang sudah compang-camping dan lapuk ini. Itu artinya saya penghuni kubur yang sudah lama." Konon, kedua malaikat itu lantas pergi meninggalkannya. Tetapi, tentu saja itu hanyalah lelucon.Kematian Abu Nawas memang penuh dengan misteri. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad. Seperti dikutip Syekh Farid Wajdi dalam bukunya, Dairatul Ma'arif lil Qarnil 'Isyrin, ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Al-Ashmu'i. Suatu malam ia bermimpi melihat Abu Nawas yang sudah almarhum. Ashmu'i bertanya tentang syair-syair khumriyat-nya yang sangat memuja minuman keras itu. Abu Nawas menjawab, "Aku masih menyisakan satu syair yang paling indah." Lantas, Abu Nawas membacakan syair itu yang dihafal oleh Ashmu'i. Penyair 'Abdullah bin Mu'taz juga meriwayatkan banyak syair gubahan Abu Nuwas yang ia hafal melalui mimpi setelah Abu Nawas sudah lama meninggal.

Wallahualam bissawab.MUDAH MUDAHAN BERMANFAAT.

sumber :

http://www.carigold.com
Reply

Use magic Report

Post time 16-4-2012 09:02 AM | Show all posts
الهي لست للفردو& ...
GuaAnakMelaka Post at 16-4-2012 03:13



    Ini bukankah zikir yg biasa dibuat org selepas solat.
Reply

Use magic Report

Post time 16-4-2012 12:02 PM | Show all posts
Reply 7# GuaAnakMelaka

selama ni saya pikir munajat ni dikarang oleh Rabi'ah  Al-Adawiah. Thanks pencerahannya.
Reply

Use magic Report

Post time 16-4-2012 04:53 PM | Show all posts
Reply 11# AwgSagi


   Ia bukan zikir tapi syair...namun ia boleh dijadikan doa dan luahan kepada Allah swt...
zikir hanya yang datang dr Quran dan hadis...selain itu tidak wajar diamalkan...
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

8-6-2024 08:39 PM GMT+8 , Processed in 0.508733 second(s), 38 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list