View: 6718|Reply: 20
|
Peran Aceh Dalam Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - 1949)
[Copy link]
|
|
PERAN ACEH DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA (1945-1949)
Oleh: T.A. Sakti
I. PENDAHULUAN
Tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia di proklamirkan kemerdekaannya oleh Soekarno Hatta. Pernyataan kemerdekaan itu tidak langsung diterima baik oleh semua pihak, terutama pihak Belanda dengan gigih berusaha untuk kembali menguasai seluruh kepulauan Indonesia. Pertentangan pihak Belanda dengan Indonesia sampai menjelang akhir tahun 1949. Mereka menjalankan politik adu domba dan pecah belah diantara rakyat Indonesia dengan maksud dapat menduduki kembali seluruh kepulauan Indonesai.
Dalam upaya menjajah Indonesia kembali, Belanda menyiarkan berita-berita melalui surat kabar dan radio, bahwa kedatangan mereka ke Indonesia bukan untuk berperang dan menjajah, tetapi menjaga keamanan yang diakibatkan oleh perang Dunia II. Selain melalui siaran propaganda, pihak Belanda juga melakukan dua kali agresi bersenjata terhadap Indonesia, yaitu agresi pertama tahun 1947 dan kedua tahun 1948. Akibat serangan itu dalam waktu relatif singkat hampir seluruh wilayah Indonesia dapat mereka duduki kembali.
Daerah yang belum mereka kuasai satu-satunya adalah Aceh, sehingga Republik Indonesia yang berusia muda itu masih mempunyai modal yang sangat kuat untuk mempertahankan kedaulatan kemerdekaannya. Belanda berkali-kali berusaha menghancurkan perlawanan rakyat Indonesia di daerah Aceh dengan pendaratan pasukannya yang selalu dapat digagalkan. Beberapa kali Belanda melancarkan serangan udara terutama terhadap komando Artileri dilapangan udara Lhok Nga dan beberapa kota lainnya, seperti Ulee Lheue, Sigli, Lhoksumawe, Langsa, Meulaboh dan Tapak Tuan, tetapi dapat di balas rakyat Indonesia di daerah Aceh dengan menggunakan meriam-meriam anti pesawat terbang.
Pasukan marinir Belanda juga selalu berusaha melakukan percobaan pendaratan pada tempat-tempat strategis dan pelabuhan-pelabuhan sepanjang pantai Aceh, seperti Ulee Lheue, Ujong Batee, Krueng Raya, Sigli, Ulee Kareueng, Lhoksumawe, Langsa, Meulaboh, Tapak Tuan dan lain-lain. Armada-armada perang Belanda yang sering beroperasi pada waktu itu, antara lain Jan Van Bukker, Ban Jan Van Gallaen.
Oleh karena kuatnya pertahanan pantai yang dilengkapi dengan meriam-meriam pantai hasil rampasan dari tentara Jepang serta dilandasi pula oleh semangat rakyat yang bergelora, maka wilayah Aceh terus dapat dipertahankan kemerdekaannya dengan selalu mengagalkan rencana pendaratan Belanda. Untuk mengetahui situasi di darat, Belanda sering menangkap para nelayan dengan menyeret mereka ke kapal. Rencana Belanda untuk menduduki daerah Aceh tidak pernah terlaksana sampai saat mereka mengakui kemerdekaan Indonesia pada akhir tahun 1949.
II. GELORA KEMERDEKAAN DI ACEH
Berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tidak segera diketahui di Aceh. Berita baru diketahui secara resmi oleh rakyat Aceh pada tanggal 29 Agustus 1945 setelah kembalinya Mr. T.M. Hasan dan Dr. M. Amir dari Jakarta. Kedua orang ini mewakili pusat Republik Indonesia untuk seluruh pulau Sumatera.[1]
Akan tetapi desa-desus mengenai berita tersebut jauh sebelumnya telah didengar oleh beberapa orang tokoh Aceh. Mereka belum berani mengumumkannya kepada masyarakat, karena masih merasa takut pada kekejaman tentera Jepang..
Setelah diketahui secara resmi tentang kekalahan Jepang dan kemerdekaan Indonesia, atas keberanian para pemuda Aceh terus mengadakan kampaye kepada rakyat untuk menyiarkan berita tersebut. Melalui usaha para pemuda pula yang dengan beraninya mencetak berita-berita itu pada percetakan “Semangat Merdeka” serta kemudian disebarkan kepada masyarakat dengan sangat hati-hati, karena pada masa itu Jepang masih menguasai semua instansi pemerintahan.[2]
Para pemuda melaksanakan pengambilan beberapa instansi pemerintahan Jepang seperti Kantor Percetakan “ Atjeh Shimbun”, Pemancar Radio Jepang “Hodoka” Kantor Berita Jepang “Domei” dan instansi-instansi lainnya; yang diperlukan bagi memperlancar pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Surat kabar “Semangat Merdeka” diterbitkan 14 Oktober 1945 oleh para pemuda untuk menyebarluaskan berita-berita proklamasi dengan cara menempel di tembok-tembok, di rumah-rumah, di toko-toko, di kantor dan sebagainya.[3]
Pihak Sekutu yang menang perang terhadap Jepang tidak berapa lama kemudian mendarat di Indonesia dengan membonceng tentara Belanda dan NICA (Netherlands Indies Civil Administation) di belakangnya. Sebelum melakukan pendaratan, Jenderal Sir Philip Christison yang memimpin pasukan Sekutu pada tanggal 25 September 1945 menyiarkan dari Singapura melalui radio dan wawancara Pers bahwa tentara Sekutu yang mendarat di Jawa dan Sumatera tidak membawa serdadu-serdadu Belanda dan NICA. Bendera merah putih boleh di kibarkan terus dan organisasi di bawah pimpinan Soekarno tidak dilucuti senjatanya.[4]
Jenderal Sir Philip Christison menegaskan pula, bahwa hanya ada tiga tugas dari kedatangan tentara Sekutu di Indonesia, yaitu melucuti senjata Jepang, mengembalikan orang tawanan dan tahanan Jepang; serta menjaga keamanan. Propaganda yang disiarkan oleh Christison ini berlainan sekali dengan kenyataannya. Setelah tentara Sekutu mendarat di Indonesia.mereka mengadakan tindakan-tindakan seperti merampas toko-toko, kantor-kantor pemerintah. Sekutu memperkuat pula kedudukannya di beberapa kota di Indonesia, serta melakukan kekacauan di kota-kota yang menimbulkan insiden-insiden kecil yang kemudian berubah menjadi pertempuran secara besar-besaran.[5]
Daerah Aceh yang merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia, agak berbeda dari daerah-daerah lainnya dalam mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.. Selama berkecamuknya perang kemerdekaan, Aceh tetap dapat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia secara keseluruhan.[6]
Aceh di juluki sebagai Daerah Modal, bukan saja dari kekuatan-kekuatan rakyat Aceh mempertahankan tanah air, tetapi juga karena di Aceh terdapat alat komunikasi seperti pers dan radio. Dengan adanya pers dan radio mempermudah hubungan antara pemerintah daerah-daerah lain serta antara pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat.
Daerah Aceh memang tidak berhasil di kuasai musuh, namun bukan berarti daerah ini tidak pernah di serang oleh tentara Belanda. Mereka sering melakukan serangan baik melalui udara maupun laut seperti didaerah Lhok Nga, Ujong Batee, Ulee Lheue, Lhoksumawe dan beberapa tempat lainya. Namun demikian serangan-serangan Belanda itu selalu dapat dipatahkan oleh angkatan bersenjata daerah Aceh.[7]
Ketidakberhasilan Belanda menguasai Aceh, menyebabkan Aceh menjadi aman dan pemerintah berjalan lancar. Hal ini memberikan kesempatan kepada Aceh untuk memperbaiki dan membangun saluran komunikasi seperti pers dan radio, karena itulah melalui pers dan radio pemerintah Aceh dapat memberi bantuan yang pertama-tama ke daerah-daerah lain yang sedang menghadapi tentara Belanda.[8]
... Bersambung ..... |
|
|
|
|
|
|
|
Demi kelancaran perhubungan Aceh dengan daerah-daerah lain di Indonesia, pemerintah daerah Aceh pertama sekali menggunakan media massa Post Telegram Telepon (PTT). Post Telegram Telepon sudah dikenal di Aceh semasa Belanda berkuasa di Aceh. Post Telegram Telepon mempunyai peranan dalam masa perang kemerdekaan Republik Indonesia, karena melalui media ini dapat menyampaikan suatu berita dan menerima berita secara praktis tanpa ada alat perantara.
Keberadaan telegram tersebut membuat daerah Aceh lebih percaya diri dalam rangka membantu bangsanya yang sedang berjuang mati-matian mmpertahankan kemerdekaan Republikm Indonesia. Kemudian pemrintah daerah Aceh mengirim pasukan bersenjata Aceh untuk memperkuat perlawanan terhadap Belanda yang penting sekali artinya di daerah lainnya.
Pemancar radio Kutaraja pada mulanya sangat sederhana bentuknya dan keadaannya. Namun demikian peranannya dalam mendorong dan membangkitkan semangat juang rakyat melawan pemerintah Belanda sangat penting sekali artinya di masa revolusi tersebut.
Ketika Belanda melancarkan agresi yang pertama ke seluruh pelosok tanah air Indonesia dan pada hari itu juga yaitu tanggal 21 Juli 1947, lapangan terbang Lhok Nga mendapat serangan dari Angkatan Udara dan Angkatan Laut, yang kemudian di ikuti dengan beberapa daerah pantai lainnya. Namun Belanda tetap tidak berhasil menguasai Aceh, sedangkan daerah-daerah diluar Aceh hampir keseluruhan dapat dikuasai mereka. Ketika itu peranan radio Kutaraja semakin bertambah penting kedudukannya sebagai alat komunikasi.[9]
Disamping radio Kutaraja, angkatan perang atau Gajah Devinisi X atas nama pemerintah daerah Aceh; walau dalam keadaan kritis ini berhasil pula mendirikan sebuah pemancar lagi yang kuat jangkauan siarannya, yaitu di kenal dengan nama Radio Rimba Raya. Melalui radio Kutaraja dan Radio Rimba Raya inilah secara bersama-sama amat berperan dalam rangka mengorbarkan semangat kepada para prajurit di kantong-kantong gerilya yang sedang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Radio Kutaraja yang pada umumya memberi semangat kepada para pejuang yang berada digaris depan, maupun kepada masyarakat untuk memberi sumbangan untuk pembiayaan perang di sekitar daerah Aceh serta daerah-daerah lain sejauh jangkauan siarnya; dapat di terima dalam wilayah Indonesia.[10] .
Dalam suatu revolusi nasional atau dikenal dengan kemerdekaan Indonesia, bahwa faktor ekonomi juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya revolusi yang sedang berlangsung. Peranan pers dan radio dalam perang kemerdekaan dibidang ekonomi adalah menyiarkan tentang kebutu*an para pejuang, agar masyarakat dapat membantunya seperti memberi sumbangan makanan, pikiran dan persediaan perlengkapan lainnya.
Pada bulan Juni 1948 Presiden Soekarno dalam kunjungannya ke Aceh, mengundang tokoh-tokoh pejuang, para pengusaha, dan beberapa pemuda untuk berkumpul di Hotel Atjeh. Presiden meminta kepada masyarakat Aceh untuk menyumbangkan dua buah pesawat yang sangat di butu*kan untuk kelancaran perjuangan. Dengan bantuan para saudagar, pemerintah daerah Aceh telah dapat membeli dua buah pesawat pada akhir bulan Oktober 1948 dengan nomor register RI-001. pesawat itu kemudian oleh Presiden Soekarno diberi nama “Seulawah RI-001.” Sementara pesawat satu lagi telah di hadiahkan kepada pemerintah Birma, sebagai tanda terima kasih atas semua fasilitas yang di berikan untuk perwakilan Garuda beroperasi di Birma.[11]
III. PERAN ACEH DALAM PERANG KEMERDEKAAN RI
Perjuangan Rakyat Aceh di Medan Area. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Aceh pasukan angkatan perang Aceh tidak hanya berjuang di Aceh saja akan tetapi juga terus-menerus dikirim ke Medan atau pun ke tempat-tempat lain di Sumatera Timur(sekarang:Sumatera Utara). Di sana pasukan Aceh berjuang di Medan Area dan berbagai medan pertumpuran yang hendak dicaplok musuh. Menghadapi tentara Belanda yang bersenjata mutakhir, panglima tentara RI Mayor Jenderal R. Suharjo Harjowardoyo menumpahkan harapan besar kepada pasukan Aceh.[12]
Dalam sebuah telegramnya, panglima meminta kepada pemimpin rakyat Aceh supaya menyediakan terus kekuatan dari Aceh ke Medan. Pengembalian kota Medan terletak di tangan saudara-saudara segenap penduduk Aceh.
Akibat agresi pertama Belanda ini menyebabkan negara republik Indonesia dihadapkan kepada suatu tantangan besar. Dalam situasi yang krisis itu wakil Presiden Muhammad Hatta mengangkat Tgk. Muhammad Daud Breu-eh menjadi gubernur militer untuk daerah Aceh, Langkat dan Tanah Karo dengan pangkat Jenderal Mayor. Akibat agresi Belanda pertama banyak pasukan dan rakyat Sumatera Timur mengungsi ke Aceh yang masih aman dari tekanan pihak Belanda.[13]
Pada masa Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh menjadi Gubernur Militer Daerah Aceh, Langakat dan Tanah Karo; terjadilah agresi Belanda kedua. Pada hari pertama agresi tersebut tanggal 19 Desember 1948 Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta dapat di duduki oleh Belanda, Presiden Soekarno dan Wakil Prsiden Muhammad Hatta beserta beberapa menteri dan beberapa tokoh lainnya dapat ditawan oleh Belanda. Tanggal 19 Desember 1948 pemerintah memberikan kuasa kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukit Tinggi untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan PDRI, sedangkan di Jawa dibentuk Komisariat Pemerintahan yang terdiri dari Mr. Sukiman. Mr. Susanto Tirtiprodjo.[14]
Dengan agresi Belanda yang kedua dapat dilakatakan, bahwa hampir seluruh wilayah di Sumatera telah berada di bawah kekuasaan Belanda. Satu-satunya daerah yang masih utuh belum dimasuki Belanda adalah Daerah Aceh.
Untuk mengahadapi kekuatan Belanda di Sumatera Timur(Sumatera Utara) dan didasarkan kepada pertimbangan, bahwa lebih baik pasukan Aceh menyerang Belanda dari pada bertahan di Aceh, Laskar berjumlah 60 orang yang diperbantukan pada batalion TRI Devisi juga dikirimkan ke kesatuan laskar Aceh dari Devisi Tgk. Chik Di Tiro, Divisi Direncong, Devisi Tgk. Chik Paya Bakong dan Tentara Pelajar. Oleh karena semakin hari semakin banyak yang datang ke Medan Area, maka terpaksa dibentuk suatu badan koordinasi yang disebut dengan RIMA (Resimen Istimewa Medan Area) yang terdiri dari 4 batalion yaitu batalion Wiji Alfisah, batalion Altileri Devisi Rencong, Devisi Tgk. Chik Di Tiro, dan Devisi Tgk. Chik Paya Bakong.[15]
Tugas pertama dari pasukan tersebut adalah untuk merebut kembali daerah yang diduduki Belanda. Namun hal ini kurang berhasil karena kurang terkoordinirnya pasukan bersenjata Republik Indonesia, bahkan sering terjadi pasukan komando itu tidak dapat menjalin kerjasama, sehingga tidak dapat menggerakkan suatu serangan yang serentak terhadap Belanda.
Walaupun tugas utamanya tidak berhasil, namun untuk menghalau gerak maju pasukan Belanda ke Aceh cukup berhasil. Ini dapat dilihat karena tidak ada satu daerah pun di Aceh dapat di duduki kembali oleh Belanda.[16]
IV. SUMBANGAN RAKYAT ACEH
Daerah Aceh merupakan daerah yang tidak pernah dikuasai oleh musuh dan merupakan modal utama Republik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaannya. Pernyataan ini didukung kenyataan, bahwa satu-satunya daerah dalam wilayah Republik Indonesia pada waktu itu yang tidak pernah diduduki oleh Belanda adalah daerah Aceh.[17] Hal ini pulalah yang dijadikan modal utama utusan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KBM) di Den Haag itu, bahwa Republik Indonesia masih memiliki wilayah bebas penguasaan Belanda.
Selain itu ucapan Presiden diatas berhubungan dengan berbagai sumbangan yang telah diberikan rakyat Aceh kepada perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, seperti sumbangan sebuah pesawat. Mengenai antusias rakyat Aceh dalam membantu pembelian pesawat udara ini di ceritakan oleh beberapa informan, bahwa rakyat begitu rela pintu rumah mereka digedor di waktu malam hari untuk menyumbangi sebagian dari emas atau barang lainnya demi untuk negara.
Pesawat yang dibeli dengan sumbangan rakyat Aceh ini diberi nama “Seulawah” yaitu nama sebuah gunung yang terdapat di perbatasan Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, dan pesawat ini diberi nimor RI-001.
Bahwa uang yang disumbangkan rakyat Aceh untuk membeli pesawat udara jenis Dakota tersebut cukup untuk dua pesawat. Namun sebuah diantaranya masih merupakan teka-teki, karena menurut kenyataan yang ada hanya sebuah pesawat (RI-001). Menurut A. Hasjmy, bahwa penyelewengan ini dilakukan di Singapura, tetapi pelakunya belum diketahui. Namun sebuah sumber lain menyebutkan bahwa pesawat yang satu lagi telah dihadiahkan kepada pemerintah Birma, sebagai tanda terima kasih atas semua fasilitas yang diberikan perwakilan Garuda beroperasi di Birma.[18]
Pada mulanya pesawat ini merupakan jajaran dalam angkatan udara Republik Indonesia dan rute luar neger,i yaitu Birma dan Calkutta. Sedangkan fungsinya didalam negeri selain dapat menjembatani pulau Sumatera dan Jawa; juga untuk menerobos blokade Belanda menerbangkan tokoh-tokoh politik bangsa Indonesia.
Kemudian pada tanggal 26 Januari 1949 RI-001 menjadi pesawat komersil yang dicarter oleh Indonesia Airways, yang kemudian dikenal dengan Garuda Indonesia Airways. Adapun menagernya yang pertama adalah Wiweko Supeno.[19]
Selain telah menyumbang pesawat udara untuk kepentingan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, rakyat Aceh juga menyumbang kepada pemerintah Republik Indonesia berupa senjata, makanan, pakaian dan lain-lain untuk membantu perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. Pada tahun 1948 rakyat Aceh telah mengirimkan ke daerah Medan Area sebanyak 72 ekor kerbau.[20]
.... Bersambung .... |
|
|
|
|
|
|
|
Peranan Radio Rimba Raya
Salah satu modal perjuangan Bangsa Indonesia pada masa perang kemerdekaan adalah alat komunikasi, yaitu Radio Rimba Raya. Sejak masa awal perang kemerdekaan 1946 daerah Aceh telah memiliki sebuah pemancar radio yang ditempatkan di Kutaraja. Dan dalam perkembangan selanjutnya dalam tahun1947 ditambah sebuah pemancar lagi yang ditempatkan di Aceh Tengah dan dikenal dengan nama Radio Rimba Raya. Kedua pemancar ini telah memegang peranan cukup besar pada masa perang kemerdekaan, sehingga sarana ini dapat dikatakan Modal Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.[21]
Mengenai Radio Republik Indonisia Kutaraja, pertama kali mengumandang di udara pada tanggal 11 Mei 1947 dengan kekuatan 25 watt melalui gelombang 68 meter. Jangkauan siarannya hanya sekitar Kutaraja, namun dalam perkembangannya tahun 1947 radio ini berhasil di kembangkan menjadi 100 watt, yang jangkauan siarannya sampai ke kota Medan dan Bukti Tinggi. Selanjutnya pada bulan April 1948 radio ini di kembangkan lagi hingga menjadi 325 watt dan mengudara melalui gelombang 33,5 meter dan penyiarannya sudah dapat di tangkap di luar negeri. Ketika Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bersidang membicarakan masalah pertikaian antara Republik Indonesia dengan Belanda, Radio Republik Indonesia Kuta Raja ini berulang-ulang mengadakan siaran dengan menyiarkan hasrat/keinginan dan tekad bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.[22]
Mengenai Radio Rimba Raya berbeda dengan Radio Republik Indonsia Kutaraja. Pemancar Radio Rimba Raya ini mempunyai kekuatan cukup besar yaitu 1 kilowatt yang dikelola oleh Devisi X TNI yang dipimpin Mayor John Lie.[23]
Pemancar ini pertama sekali dipasang di Krueng Simpo sekitar 20 km dari kota Takengon, kemudian atas perintah Gubernur Militer radio ini dipindahkan ke Cot Gu (Kutaraja). Lalu dipindahkan lagi ke Aceh Tengah karena para pemimpin memperkirakan, bahwa pada gilirannya Belanda akan menyerbu ke Aceh. Radio ini di tempatkan di sebuah gunung yang dikenal dengan Burmi Bius yang letaknya 10 km dibagian barat kota Takengon.
Dalam waktu singkat sesuai dengan suasana yang mencekam dan kebutu*an mendesak, pemancar Radio Rimba Raya selesai di bangun yang dikerjakan oleh W. Schultz seorang warga negara RI keturunan Indonesia-Jerman bersama rekannya. Maka semenjak itulah ketika pemancar-pemancar utama di berbagai kota tidak mengudara lagi; karena dikuasai Belanda, maka Radio Rimba Raya mengisi kekosongan ini dengan hasil yang baik sekali.[24]
Ketika radio Batavia dan Radio Hilversum memberitakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, karena setelah Yogyakarta dapat direbut disusul pula dengan jatuhnya daerah-daerah kekuasaan Republik Indenesia lainnya, Radio Rimba Raya membantah dengan tegas, yang menandaskan “Bahwa Republik Indonesia masih ada, Tentara Republik Indonesia masih ada, Pemerintah Republik Indonesia masih ada, dan wilayah Republik Indonesia masih ada.” Dan disini, adalah Aceh, salah satu wilayah Republik Indonesia yang masih utuh sepenuhnya”,kata siaran radio tersebut. Berita ini dikutip oleh All India Radio; kemudian menyiarkan lagi, sehingga dunia pun mengetahui kebohongan Belanda.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil isi paper diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Aceh merupakan salah satu wilayah Republik yang setia pada pemerintah Indonesia. Daerah Aceh merupakan Modal utama dalam perjuangan kemerdekaann Republik Indonesia, karena tidak pernah dikuasai oleh musuh dan masih utuh sepenuhnya. Aceh merupakan juga daerah yang selalu menyumbang atau selalu memberi bantuan kepada Republik Indonesia; baik berupa senjata, makanan, dan pakaian untuk membantu perjuangan dalam menegakkan kemerdekaan. Unsur ajaran Islam berupa semangat jihad fisabilillah atau Perang di Jalan Allah sangat berperan dalam perang kemerdekaan Indonesia di Aceh. Hikayat Prang Sabi (Hikayat Perang Sabil), yang mendorong rakyat Aceh melawan Belanda pada Zaman Perang Belanda dahulu, juga bergema kembali pada era perang kemerdekaan Indonesia.
KEPUSTAKAAN
Abidin, Zainal. T..Kisah Perjuangan Memperjuangkan Daerah Modal, Jakarta : Beuna, 1990. Abdullah Ali, Sejarah Perjuangan Rakyat Aceh Dalam Perang Kemerdekaan (1945-1945) (Banda Aceh : Depdikbut., 1985, p. 116.
Alfian, Teuku Ibrahim. Revolusi Kemerdekaan di Aceh (1945-1949), Proyek permuseuman Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, 1982.
Abdullah Ali, Sejarah Perjuangan Rakyat Aceh Dalam Perang Kemerdekaan (1945-1945), Depdikbud., Banda Aceh ,1985.
Amin, S.M… Kenang-kenangan di Masa Lampau, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978
Hardi, Daerah Istimewa Aceh-Latar Belakang dan Masa Depannya, Jakarta : Perpustakaan Nasional, 1993
Hasjmy, A. Semangat Merdeka-70 Tahun A. Hasjmy Menempuh Jalan Pergolakan Dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : Bulan Bintang, 1985.
Ibrahim, Muhammad. Sejarah Daerah Propinsi Daerahi Istimewa Aceh. Banda Aceh: Depdikbud., 1978
Jakobi, A. K., Aceh Daerah Modal. Jakarta : Yayasan Seulawah RI-001,1992.
Sardjono. V. dan GL. Marsadji, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)-Penyelamat Negara dan Bangsa Indonesia. Jakarta : Penerbit Tontamas, Sumatera, 1982
Sartono Kartodirjo. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975.
Talsya, T. A. Modal Perjuangan Kemerdekaan (Perjuangan kemerdekaan di Aceh). Banda Aceh : Lembaga Sejarah Aceh, 1990
Zamzami, Amran, Jihad Akbar di Medan Area. Jakarta : Bulan Bintang, 1990.
______. Peranan Rakyat Aceh Dalam Perang Kemerdekaan (1945-1949). Jakarta: Beuna, 1990.
Zamzami, Djanan M., Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatera 1945-1950. Jakarta : Pengurus Persatuan Ex Tentera Pelajar Resimen II Aceh Divisi Suamatera, 1985.
[1] Muhammad Ibrahim, Sejarah Daerah Propinsi Daerahi Istimewa Aceh (Banda Aceh, Depdikbud., 1978), p. 210.
[2] Teuku Ibrahim Alfian, Revolusi Kemerdekaan di Aceh (!945-1949), (Banda Aceh, Proyek Permuseuman Daerah Istimewa Aceh, 1982), p. 34.
[3] T. A. Talsya, Modal Perjuangan Kemerdekaan (Perjuangan kemerdekaan di Aceh (Banda Aceh : Lembaga Sejarah Aceh, 1990) m p. 7.
[4] Teuku Ibrahim Alfian, op. cit., p. 58)
[5] A.K. Jakobi, Aceh Daerah Modal (Jakarta : Yayasan Seulawah RI-001,1992), p. 116
[6] Ibid., p. 219
[7] S.M Amin, Kenang-kenangan di Masa Lampau (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), p. 103.
[8] Hardi, Daerah Istimewa Aceh-Latar Belakang dan Masa Depannya (Jakarta : Perpustakaan Nasional, 1993), p. 118.
[9] Amran Zamzami, Jihad Akbar di Medan Area (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), p. 351.
[10] M. Djanan Zamzami, Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatera 1945-1950 (Jakarta : Pengurus Persatuan Ex Tentera Pelajar Resimen II Aceh Divisi Suamatera, 1985), p. 118.
[11] A.K. Jakobi, op. cit., p. 297
[12] Teuku Ibrahim Alfian, op. cit., p.86.
[13] Amran Zamzami, op cit., p. 297
[14] V. Sardjono dan GL. Marsadji, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)-Penyelamat Negara dan Bangsa Indonesia (Jakarta : Penerbit Tontamas, Sumatera, 1982), p. Vi.
[15] Muhammad Ibrahim, Ibrahim, Muhammad, (1978). Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Depdikbud., Banda Aceh, 1978), p. 183
[16] Abdullah Ali, Sejarah Perjuangan Rakyat Aceh Dalam Perang Kemedekaan (1945-1945) (Banda Aceh : Depdikbud., 1985), p. 268
[17] S.M. Amin, op.cit., p. 102.
[18] A.K. Jakobi, op.cit., p. 249
[19] Amran Zamzami, op.cit., p. 278.
[20] Muhammad Ibrahim, op. cit., p. 278.
[21] Amran Zamzami, op. cit., p. 353.
[22] Abdullah Ali, Sejarah Perjuangan Rakyat Aceh Dalam Perang Kemerdekaan (1945-1945) (Banda Aceh : Depdikbut., 1985, p. 116.
[23] Amran Zamzami, op. cit., p. 411.
[24] T.A. Talsya, op. cit., p.69. |
|
|
|
|
|
|
|
Peran Suratkabar “Semangat Merdeka” dalam Perang Kemerdekaan Republik Indonesia di Aceh (1945-1949)
Oleh: T.A. Sakti
1. Ringkasan ‘Profil’ Suratkabar Semangat Merdeka
Suratkabar ”Semangat Merdeka” diterbitkan oleh organisasi pemuda yang kemudian diberi nama IPI (Ikatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin A. Hasjmy (Ketua Umum). Semangat Merdeka memiliki semboyan/motto “Surat Kabar Pembimbing Semangat dan Penjunjung Republik Indonesia”. Semangat Merdeka pada awalnya adalah Badan Penerbit Semangat Merdeka Koetaradja. Surat kabar Semangat Merdeka terbit sejak tanggal 18 Oktober 1945 sampai tanggal 14 September 1950. Pada mulanya terbit tiap-tiap hari Selasa, Kamis, Sabtu. Seingat A. Hasjmy, pemberian nama surat kabar dengan nama “Semangat Merdeka” adalah atas usul Abdullah Arif. Pendiri Semangat Merdeka ialah bekas pemimpin/pengasuh surat kabar Jepang, Atjeh Sinbun. Percetakan yang digunakan mencetak Semangat Merdeka juga bekas percetakan Atjeh Sinbun. Atas persetujuan para pendirinya, tanggal 3 November 1945, Pemerintah Daerah Aceh Republik Indonesia mengambil alih penerbitan Semangat Merdeka, sedangkan pimpinan dan karyawannya tetap seperti semula. Badan penerbit Pemerintah Daerah Aceh ini bernama: Pejabat Penerangan Umum Republik Indonesia Daerah Aceh di Koetaradja. Sejak tanggal 1 Desember 1945, Semangat Merdeka sudah mampu terbit setiap hari, kecuali hari Ahad. Jadi, Semangat Merdeka adalah surat kabar harian pertama yang terbit di Aceh setelah Indonesia Merdeka. Para pengelola Semangat Merdeka, yaitu: Pemimpin Umum : A. Hasjmy Wakil Pemimpin Umum : Amelz Staf Redaksi/Para Redaktur : Abdullah Arif, Teuku Alibasyah Talsya, dan Ridwan. Pemimpin Tata Usaha : Abu Bakar dan Syarif Alimy. Semua pegawai bekas percetakan Atjeh Sinbun tetap menjadi karyawan Percetakan Semangat Merdeka. Akhirnya tahun 1946 setelah A. Hasjmy mengalami berbagai kesibukan perjuangan di bidang lain, maka yang menggantikan beliau sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab surat kabar tersebut adalah AMELZ (Abdul Manaf el Zamzamy; yang kemudian menjadi pendiri Badan Penerbit “Bulan Bintang” di Jakarta). Pada awal penerbitan, Semangat Merdeka pernah mengalami krisis/kesulitan kertas. Oleh karena Semangat Merdeka lakunya laris sekali, maka setelah habis kertas koran sisa Atjeh Sinbun, terpaksalah dicetak di atas kertas serat ubi dan kertas doorslag, yang hanya bisa dicetak pada satu sisi saja. Lokasi kantor suratkabar Semangat Merdeka adalah belasan meter di sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (bangunan lama masjid itu, tahun 1945-1950). Menurut catatan, jumlah oplah/eksemplar Semangat Merdeka berkisar antara 2500—3000 eksemplar. Peredaran/penyebaran Semangat Merdeka, selain di Aceh juga ‘diseludupkan’ kepada pusat-pusat pertahanan kita seperti ke Yogyakarta dan Bukittinggi; termasuk kepada perwakilan-perwakilan negara Indonesia di Malaya, India, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
2. Tinjauan dan Analisis Isi Semangat Merdeka
Untuk menelusuri peranan surat kabar Semangat Merdeka semasa perang kemerdekaan, akan dilakukan tinjauan dan analisis beberapa unsur dari isi surat kabar tersebut. Di antara isi yang akan dianalisis adalah berita dalam negeri, berita luar negeri, seruan-seruan/pengumuman, dan tajuk rencana. Kutipan isi surat kabar akan ditulis dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), kecuali kutipan-kutipan panjang tetap ditulis sebagaimana ejaan aslinya.
... Bersambung ... |
|
|
|
|
|
|
|
a. Berita dalam Negeri
Berita yang berjudul “Negara Republik Indonesia telah diakui” yang dimuat Semangat Merdeka terbitan Selasa, 23 Oktober 1945 memberitakan pengumuman resmi penguasa tertinggi pasukan Sekutu untuk Asia Tenggara yang berkedudukan di Singapura.
Pengumuman itu berisi empat masalah. Pertama, Panglima Sekutu bagi Indonesia Jenderal Philips Christison tidak diberi kuasa untuk mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia. Kedua, kepada Jenderal Philips Christison hanya diperintahkan untuk melucuti senjata tentara Jepang dan menjaga keselamatan tawanan-tawanan Sekutu di Indonesia. Ketiga, urusan politik dalam negeri Indonesia diserahkan dan diakui keberadaannya di bawah pemerintahan Republik Indonesia, yang telah dibangunkan oleh rakyat Indonesia sendiri. Keempat, bila pelucutan senjata telah selesai, urusan pemerintahan Indonesia hanya akan diawasi oleh pucuk pimpinan tentara Sekutu Asia Tenggara di Singapura. Pengumuman resmi Admiral Lord Mountbetten sebagai pimpinan tertinggi tentara Sekutu di Asia Tenggara memberi pengaruh positif bagi rakyat daerah Aceh yang sedang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Pelarangan terhadap pasukan Sekutu mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia, bisa ditafsirkan sebagai suatu bentuk pengakuan tentang berdirinya negara Indonesia yang baru dua bulan lebih diproklamasikan. Pengakuan wewenang pemerintahan Republik Indonesia untuk mengatur urusan politik dalam negeri, merupakan lambang pembenaran, bahwa bangsa Indonesia sudah mampu mengatur negaranya sendiri. Tentang perlucutan senjata Jepang, bisa menggugah pikiran rakyat daerah Aceh bahwa keperkasaan sebuah bangsa sering ada pasang-surutnya. Bangsa Jepang yang dulu kuat, setelah dikalahkan tentara Sekutu telah berubah menjadi bangsa tak berdaya. Pembenaran pihak Sekutu bagi pemerintah Indonesia untuk mengurus sendiri urusan dalam negeri, bisa berarti bangsa Indonesia pun bisa menjadi sebagai bangsa yang perkasa seperti Jepang, sekiranya bangsa Indonesia tetap mampu mempertahankan kemerdekaannya. Isi surat kabar Semangat Merdeka itu sanggup membangkitkan semangat rakyat daerah Aceh untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari ancaman tentara Belanda yang membonceng Sekutu.
Surat kabar Semangat Merdeka terbitan 24 November 1945 memuat berita utama di halaman depan dengan judul “Hukum Perang Sabil pada masa sekarang ini adalah Fardlu ‘Ain, bukan Fardlu Kifayah lagi”. Judul berita yang dicetak dengan huruf yang besar-besar serta mengisi tiga perempat lebar halaman depan itu adalah berasal dari kutipan ucapan Teungku H. M. Hasan Krueng Kale, seorang ulama kenamaan di daerah Aceh, terutama sangat dihormati rakyat di Aceh Besar. Teungku H. M. Hasan Krueng Kale menyebut hukum perang sabil itu bertempat di Masjid Raya Kutaraja (Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh sekarang) di hadapan para ulama terkemuka serta masyarakat pada rapat pembentukan Barisan Hizbullah Daerah Aceh. Kalangan ulama terkenal yang ikut hadir pada rapat tersebut antara lain Teungku Sayed Abdullah Kajhu, Tgk. H. Ahmad Hasballah Indrapuri, Tgk. H. Makam Gampong Blang, Tgk. Mohd. Ali alias Tgk. Lam Pisang Krueng Kale, Tgk. M. Daud Beureu-eh, dan Tgk. Abdul Wahab Selimum. Pernyataan Tgk. H.M. Hasan Kreung Kale yang mengatakan hukum perang sabil (perang melawan kafir) menjadi fardlu ‘ain, yakni yang wajib dikerjakan oleh setiap pribadi ummat Islam sebagaimana kewajiban shalat; tentu menumbuhkan semangat jihad bagi para peserta rapat itu. Oleh karena pernyataan itu ikut disiarkan sebagai berita paling utama surat kabar Semangat Merdeka, ucapan tersebut bisa pula membangkitkan semangat jihad para pembacanya.
Di antara alasan yang dapat dikemukakan bahwa berita itu mampu menggugah rakyat ialah karena ketokohan Tgk. H.M. Hasan Krueng Kale sebagai ulama besar sudah cukup luas dikenal masyarakat. Lebih-lebih lagi ucapan tersebut dilontarkan di depan para ulama sekaliber beliau pula. Harus pula disebutkan, bahwa ucapan itu dikemukakan pada rapat pembentukan Barisan Hizbullah, yaitu persatuan laskar rakyat yang dipimpin para ulama daerah Aceh untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Atas inisiatif surat kabar Semangat Merdeka memuat berita pembentukan Barisan Hizbullah daerah Aceh serta mengutip pula perihal hukum perang sabil itu, tentu mampu menggerakkan rakyat Aceh untuk bergabung menjadi anggota Barisan Hizbullah atau mendaftarkan diri pada kelompok-kelompok perjuangan yang lain, karena perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu hukumnya fardlu ‘ain, yaitu wajib bagi setiap pribadi muslim. Dalam Semangat Merdeka terbitan Kamis, 25 Oktober 1945 halaman 2 diturunkan berita berjudul “Uang Republik Indonesia segera akan dikeluarkan”. Selain menjelaskan bahwa mata uang Republik Indonesia segera diedarkan, berita itu juga memberi tahu masyarakat tentang dilarangnya menggunakan mata uang NICA (Netherlands Indies Civil Administration) sebagai alat tukar dalam jual-beli. Berita peringatan yang berasal dari Wakil Presiden Mohamad Hatta itu dikirim melalui telegram (surat kawat) kepada Komite Nasional Kutaraja. Bagian penting lainnya dari isi berita itu ialah suatu ketentuan bahwa alat penukar yang sah saat itu adalah mata uang Javasche Bank dan uang Nippon (Jepang). Berita tentang akan segera beredar mata uang negara Republik Indonesia memberi kesan bahwa Republik Indonesia benar-benar sanggup mandiri. Keyakinan itu bisa memperteguh kepercayaan rakyat dan menghilangkan sikap ragu-ragu sebagian rakyat yang belum percaya penuh bahwa bangsa Indonesia sanggup mengatur dan membiayai negara yang baru merdeka itu. Larangan menggunakan uang NICA dan anjuran penggunaan uang Javasche Bank serta mata uang Jepang, menunjukkan sikap tegas Pemerintah Republik Indonesia yang menolak kedatangan Belanda menjajah kembali Indonesia yang telah merdeka. Kepercayaan diri ini memperteguh jiwa juang rakyat Indonesia umumnya dan rakyat daerah Aceh khususnya untuk berkorban mempertahankan kemerdekaan yang sudah dicapai saat itu. “Semangat Republik di Dusun-dusun”, demikian judul berita Semangat Merdeka edisi Sabtu, 21 Oktober 1945 yang memberitakan dua peristiwa rapat umum menyambut kemerdekaan di dua kampung, yaitu di Sibreh dan Seuneulop Aceh Besar. Rapat umum yang dihadiri ribuan orang itu bertujuan mengupas serta menjelaskan soal-soal berkenaan kemerdekaan. Mengawali acara dilakukan penaikan Sang Merah Putih diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Para pembicara di Seuneulop secara berturut-turut adalah Said Usman dari Markas Daerah API (Angkatan Pemuda Indonesia), A. Hasjmy sebagai Ketua Pusat PRI (Pemuda Republik Indonesia) Daerah Aceh, Tgk. H. Hasballah Indrapuri, dan Said Abubakar. Rapat di Sibreh berlangsung dua hari kemudian. Para pembicara dalam rapat itu ialah Tgk. Ismail Jakoeb dari Badan Penerangan Pusat Komite Nasional Daerah Aceh, A. Hasjmy, Tgk. H. Hasballah Indrapuri, Tgk. Lamjabat, T. Waki Harun, dan T. Oesman Kepala Mukim VII Baet. Bagi pembaca Semangat Merdeka berita tersebut di atas, akan menambah wawasan kemerdekaan mereka bahwa soal Indonesia merdeka bukanlah sekedar urusan kaum elit yang tinggal di kota-kota, tetapi merupakan masalah bersama segenap rakyat Indonesia di mana saja mereka berada, tak terkecuali bagi penduduk daerah Aceh yang menetap di kampung-kampung.
Penaikan bendera merah putih yang diiringkan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan penuh semangat tentu memberi sentuhan sangat mendalam bagi rakyat kampung yang mengalir pada keyakinan, bahwa Indonesia benar-benar telah merdeka; maka mesti dipertahankan buat selama-lamanya. Turut sertanya para ulama pujaan rakyat dalam rapat umum menyokong kemerdekaan itu, jelas mencetuskan sikap makin percaya kalangan rakyat terhadap kewajiban mendukung kemerdekaan Indonesia. Pemuatan berita rapat umum dalam Semangat Merdeka, berarti makin memperluas gema dari rapat mengelu-elukan kemerdekaan Republik Indonesia. Surat kabar Semangat Merdeka terbitan Kamis, 1 November 1945 halaman 1 dengan kepala berita yang berbunyi “van Mook Bermusyawarat dengan Presiden Kita”. Berita itu sangat singkat, tetapi memiliki nilai amat penting; sehingga dijadikan berita utama pada penerbitan hari itu. Isi lengkap berita itu sebagai berikut: “Radio San Fransisco 30-X. Permoesjawaratan jang telah dianggap resmi di antara Presiden Soekarno dengan van Mook telah ditentoekan dimoelai pada hari Selasa ini di Djakarta”. Berita akan berlangsungnya perundingan antara Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno dengan Dr. A.J. van Mook sebagai pemimpin utama NICA menimbulkan penafsiran bahwa pihak Belanda telah mengakui Presiden Soekarno sebagai presiden resmi dari negara Indonesia yang berdaulat dan merdeka penuh. Pencantuman kata-kata “yang telah dianggap resmi” dalam berita itu, seolah-olah perundingan tersebut diadakan antara dua pemimpin resmi yang mewakili negara masing-masing, yakni Presiden Soekarno mewakili Republik Indonesia, sedangkan Dr. A.J. Van Mook sebagai wakil negara Belanda. Dipilihnya Jakarta yang merupakan ibukota negara Republik Indonesia menjadi tempat berlangsungnya permusyawaratan itu, mengandung pengakuan tidak langsung Belanda bahwa Indonesia memang betul-betul sebuah negara merdeka.
..... Bersambung .... |
|
|
|
|
|
|
|
Kesemua alasan di atas bisa menumbuhkan semangat percaya diri sebagai sebuah bangsa merdeka, baik bagi rakyat daerah Aceh khususnya atau bagi rakyat seluruh Indonesia pada umumnya. Semangat percaya diri ini, akan memperkuat rasa persatuan dan memperkokoh semangat berkorban bagi kepentingan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya, surat kabar Semangat Merdeka terbitan Sabtu, 3 November 1945 mengisi halaman depannya dengan berita berjudul “62 kapal terbang jatuh ke tangan tentara Indonesia”. Selain 62 kapal terbang, beberapa perlengkapan perang yang dapat dirampas tentara Indonesia dari tentara Jepang di Magelang, Jawa Tengah ialah 65 meriam besar, 80 buah meriam parie dan beribu-ribu granat tangan dan peluru (pelor). Berita perampasan peralatan perang oleh tentara Indonesia dari tentara Jepang dengan hasil sangat besar itu, bisa menambah kepercayaan akan kemampuan tempur tentara Republik Indonesia yang kemerdekaannya belum sampai tiga bulan. Pemilikan 62 pesawat terbang dan sejumlah besar peralatan tempur lainnya, jelas merupakan modal yang sangat berarti dalam rangka mempertahankan kemerdekaan tanah air kita Republik Indonesia. Rakyat daerah Aceh yang tidak terlibat langsung pada saat perebutan senjata-senjata tentara Jepang itu sangat gembira membaca berita kemenangan pihak Indonesia yang dimuat Semangat Merdeka, serta menumbuhkan sifat keberanian berjuang menentang pasukan Belanda yang bermaksud menduduki daerah Aceh. Berita “5 pesawat terbang Inggris gugur di Surabaya” yang dimuat pada halaman 2 surat kabar Semangat Merdeka edisi Sabtu, 17 November 1945 menyiramkan gelora semangat tempur merebut kemenangan bagi warga negara Indonesia yang membaca berita tersebut. Kelima pesawat tempur Inggris yang jatuh ditembak itu adalah sebagai balasan kekejaman tentara Inggeris membom kota Surabaya. Pasukan Indonesia tidak tinggal diam, meriam-meriam penangkis serangan udara menembak jatuh kelima pesawat pembom itu, sehingga jatuh berkeping-keping. Dalam uraian lebih lanjut isi berita itu, juga disebutkan pertempuran di Surabaya semakin menjadi-jadi. Pihak kebangsaan memiliki cukup senjata serba moderen, yang terdiri dari meriam-meriam besar, kecil, meriam-meriam kodok, dan sebagainya. Judul berita Semangat Merdeka “Tentara Keamanan Rakyat seluruh Indonesia diakui”, dimuat hari Selasa, 13 November 1945 memberi kelegaan besar bagi bangsa Indonesia. Berita yang berasal dari Gubernur Sumatera Mr. Teuku M. Hasan yang diterima dari Wakil Presiden Dr. Mohd. Hatta menyebutkan pengakuan itu datangnya dari pemimpin tentara Sekutu di Jawa, Jenderal P. Christison.
b. Berita dari Luar Negeri
Bangsa Jepang yang sangat ditakuti rakyat selama masa pendudukannya di Indonesia, ternyata sama sekali tidak berkutik setelah menderita kalah dalam Perang Dunia ke II. Keperkasaan mereka lenyap, kekejaman pudar. Setelah kalah, mereka berprilaku sangat patuh kepada pemenang perang, yaitu pihak Sekutu. Keadaan yang bertolak-belakang itu tercermin dalam berita surat kabar Semangat Merdeka terbitan Selasa, 11 Desember 1945 halaman 1 yang berjudul “Penjahat-penjahat perang Jepang akan diperiksa di Hawai”. Selanjutnya berita itu menyebutkan ada 300 orang terdiri dari kalangan militer dan sipil Jepang dinyatakan sebagai tertuduh selaku pelaku penyiksaan tawanan orang-orang Amerika selama masa perang. Selain itu, beberapa pemimpin Jepang dituduh melakukan rapat-rapat rahasia untuk melancarkan serangan ke Pelabuhan Mutiara, Pearl Habour, serta pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan di sana memang sudah direncanakan sebelumnya. Jaksa penuntut dari Amerika Serikat I. Joseph. D menerangkan lagi bahwa bekas perdana menteri Jepang, Tozyo tidak akan diadili di Hawai, tetapi di suatu tempat yang belum diumumkan.
..... Bersambung .... |
|
|
|
|
|
|
|
Bagi siapa saja yang pernah hidup di zaman penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan ketika bangsa Indonesia telah lepas dari derita penjajahan bangsa asing, melihat nasib kejatuhan Jepang mungkin akan membuat mereka mengingat kembali beberapa peristiwa penting. Sewaktu Belanda masih berkuasa, bangsa Indonesia umumnya menganggap dirinya lemah dan tidak pernah mampu mengusir penjajah. Setiap peperangan melawan Belanda, pihak Indonesia selalu kalah. Akan tetapi, ketika Jepang menyerang Belanda di Indonesia, bangsa kulit putih itu pun menyerah kalah tanpa mampu memberi perlawanan yang berarti. Bahkan sebagian rakyat Indonesia sempat menyaksikan sendiri ketika tentara Jepang yang bertubuh pendek-pendek itu terpaksa melompat waktu mau menempeleng orang Belanda yang postur tubuhnya tinggi besar.
Belanda yang didera tentara Jepang sedikit pun tidak berani melawan, padahal semasa berkuasa dulu orang Belanda sangat berani dan kejam terhadap orang-orang Indonesia. Peristiwa tak berdayanya Belanda berhadapan dengan Jepang baru beberapa tahun saja disaksikan sendiri, sekarang mereka baca pula dalam surat kabar Semangat Merdeka. Jepang pun mengalami penderitaan yang sama ketika bertekuk lutut di hadapan bangsa Amerika Serikat (Sekutu) yang menang perang. Berita ini bisa membangkitkan semangat perjuangan rakyat Indonesia, khususnya di Aceh; untuk membantu perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tersirat dalam berita tersebut, setiap bangsa yang memiliki kekuatan besar, besar kemungkinan akan dihormati oleh kawan dan lawan. Nasib buruk yang menimpa bangsa Jepang terus bertambah, sejak negerinya dikalahkan Sekutu. “Paham Shinto Dihapuskan di Jepang,” salah satu judul pada halaman pertama Semangat Merdeka, terbitan Senin, 17 Desember 1945. Panglima besar tentara Amerika Serikat di Jepang; Jenderal Mac Arthur mengeluarkan perintah supaya ajaran Shintoisme dihapuskan di Jepang. Ajaran Shinto yang menghormati leluhur, memuja militer serta menghormati Kaisar dilarang diajarkan di sekolah-sekolah. Dilarangnya ajaran Shinto oleh pemimpin bangsa Amerika yang sedang menduduki Jepang, menunjukkan bahwa pemerintahan bangsa asing terhadap suatu bangsa, lebih sering melakukan tindakan sewenang-wenang. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia perlu dijaga tetap merdeka. Surat kabar Semangat Merdeka terbitan hari Selasa tanggal 27 November 1945 memuat berita utamanya berjudul “Rusia Simpati Kepada Indonesia”. Berita yang berasal dari siaran radio Surakarta itu menyebutkan bahwa radio Moskow dalam siaran seksi bahasa Indonesia menyiarkan pada 15 November 1945, bahwa Rusia menyatakan simpatinya terhadap perjuangan kebangsaan Indonesia dan berdoa semoga tercapai hendaknya segala maksud dan tujuan bangsa Indonesia seluruhnya.
Isi berita itu memang singkat, tetapi karena memiliki nilai cukup penting untuk menggugah rasa percaya diri bagi bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaannya, maka pihak redaksi Semangat Merdeka menempatkan berita tersebut pada halaman pertama diurutan pertama pula. Pentingnya berita itu dari segi perjuangan kebangsaan Indonesia mengandung beberapa alasan. Pertama, Radio Moskow menyiarkan sikap simpati itu dalam bahasa Indonesia, yakni bahasa resmi negara Republik Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia oleh radio kota Moskow sebagai sebuah seksi tersendiri bagi siaran luar negeri dari radio negara Rusia itu, boleh diartikan bahwa bangsa Rusia telah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia secara tidak resmi. Sebuah pepatah menyebutkan bahasa menunjukkan bangsa, bahasa Indonesia menunjukkan bangsa Indonesia yang baru saja memproklamisikan kemerdekaannya. Alasan kedua, pengakuan simpati kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia itu berasal dari negara Rusia yang keluar sebagai pemenang dalam Perang Dunia ke II. Dalam percaturan politik internasional, Rusia memiliki kekuatan yang menentukan, antara lain karena punya kekuatan militer yang besar, persenjataan modern dan sanggup bersuara vokal dalam forum internasional. Buktinya, ketika Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dibentuk, Rusia terpilih sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia mempunyai hak veto dalam pemungutan suara pada lembaga dunia itu. Penggunaan hak veto bisa membatalkan resolusi-resolusi yang sedang dimusyawarahkan para anggota Dewan Keamanan PBB. Ketiga, pernyataan simpati Rusia itu datangnya pada saat yang tepat, ketika bangsa Indonesia sedang membutu*kan pengakuan luar negeri terhadap kemerdekaannya. Rasa simpati Rusia itu punya nilai strategis penting dalam melawan Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia. Pernyataan simpati Rusia merupakan pengakuan tidak langsung atau belum resmi dari sebuah negara yang sedang menanjak menjadi salah satu negara super power saat itu. Setiap negara yang mempunyai pengaruh besar seperti Rusia mempunyai banyak negara sahabat atau negara-negara yang berada di bawah pengaruhnya. Bila sang induk telah bersimpati, biasanya cepat atau lambat negara-negara sekelompok itu juga akan mengikuti jejak induknya. Beralasan sekali bila dikatakan, bahwa berita simpati Rusia kepada perjuangan rakyat Indonesia yang dimuat Semangat Merdeka itu punya daya dukung yang besar bagi memantapkan niat atau ketetapan hati rakyat Indonesia di daerah Aceh untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berita pemogokan mendukung Indonesia di Australia dimuat di halaman depan surat kabar Semangat Merdeka, Sabtu, 3 November 1945 menarik untuk dianalisis. Berita berjudul “Pemogokan Besar di Australia” melaporkan tentang aksi pemogokan di lapangan terbang di Brisbane (Australia), sebagai bantahan terhadap tindakan Belanda yang masih berniat jahat kepada bangsa Indonesia. Diberitakan lebih lanjut, bahwa para peserta mogok tidak mau memuat atau memunggah barang-barang dari kapal terbang kepunyaan Belanda, karena mereka mengetahui, tentu barang-barang itu akan dipergunakan untuk menindas pergerakan kebangsaan Indonesia. Berita pemogokan mendukung bangsa Indonesia di Australia tentu amat menarik. Kejadian itu menunjukkan persoalan Indonesia bukan hanya masalah bangsa Indonesia saja, tetapi sudah berkembang menjadi problema masyarakat dunia yang cinta damai dan mengakui hak asasi setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri. Pemogokan mendukung kemerdekaan Indonesia di sebuah negeri seperti Australia yang berpenduduk kulit putih dan biasanya lebih cenderung menyokong Belanda sesama kulit putih (ras Eropa), termasuk peristiwa aneh. Keganjilan ini bisa dijadikan sebagai bukti, bahwa perjuangan rakyat Indonesia membela kemerdekaan merupakan tindakan yang benar, sesuai dengan suara hati nurani umat manusia di mana saja mereka berada. Tindakan pemogokan para buruh lapangan terbang di Brisbane, selain merugikan Belanda dalam bentuk materi, dan yang lebih penting lagi adalah pengaruh psikologis yang dapat merangsang perjuangan rakyat Indonesia menentang Belanda. Surat kabar New York Time yang terbit di Amerika Serikat ikut menyebarkan tentang kekuatan pertahananan bangsa Indonesia menentang Belanda. Berita surat kabar tersebut yang disiarkan kembali oleh radio Amerika dan seterusnya dimuat dalam Semangat Merdeka, Kamis, tanggal 20 Desember 1945 dengan judul “Benteng Pertahanan Indonesia Amat Kuat”, mengandung nilai psikologis besar bagi memupuk rasa percaya pada kekuatan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang telah merdeka. Jika kekuatan pertahanan Indonesia tidak perlu diperhitungkan musuh (Belanda), jelas tidak mungkin masalah kuatnya pertahanan Indonesia mau dijadikan berita oleh sebuah surat kabar beroplah besar dan sangat terkenal di dunia, yaitu New York Time. Berita itu turut disiar ulang oleh radio Amerika Serikat, sehingga langsung tersebarlah ke seluruh dunia, bahwa kekuatan pertahanan Indonesia cukup kuat.
..... Bersambung .... |
|
|
|
|
|
|
|
c. Pengumuman dan seruan
Selama perang kemerdekaan Republik Indonesia banyak dikeluarkan pengumuman (maklumat) dan seruan untuk menggalang kekuatan rakyat mempertahankan kemerdekaan yang hendak dijajah kembali oleh Belanda. Pengumuman dan seruan itu berasal dari banyak pihak; seperti dari pemerintah, organisasi sipil, dan militer, bahkan dari seorang tokoh pejuang kemerdekaan serta tokoh luar negeri yang bersimpati kepada perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia. Banyak cara ditempuh agar pengumuman dan seruan itu bisa sampai kepada masyarakat, seperti menempelkan di dinding toko-toko atau rumah, menulis di tembok, disiarkan lewat radio dan memuatkannya dalam surat kabar. Sehubungan tulisan ini hanya menyangkut surat kabar Semangat Merdeka, maka penulis hanya mengulas beberapa pengumuman atau seruan yang berkaitan dengan tujuan tulisan ini.
Surat kabar Semangat Merdeka, terbitan Selasa, 30 Oktober 1945 memuat maklumat (pengumuman) yang ditandatangani Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Soekarno-Hatta. Maklumat yang dimuat di halaman depan Semangat Merdeka itu berjudul “Maklumat Presiden Republik”. Pengumuman ini ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia. Disebutkan dalam maklumat itu, pembangunan Negara Indonesia Merdeka yang dikehendaki segenap lapisan rakyat, waktu itu sedang dilaksanakan dengan seksama. Segala hal yang perlu untuk pembangunan Negara Republik Indonesia sedang diselenggarakan saat itu dan dijanjikan bahwa pembangunan itu akan selesai dalam waktu yang pendek. Oleh karena itu, Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno–Hatta mengharapkan pada sekalian rakyat Indonesia dari segala lapisan agar tetap tinggal tenteram, tenang, siap sedia dan memegang teguh disiplin. Bagi rakyat Indonesia umumnya dan bagi rakyat daerah Aceh khususnya, pengumuman (maklumat) itu sangat penting, karena maklumat itu dikeluarkan oleh pemimpin tertinggi negara, yaitu Presiden dan Wakil Presiden. Kedua tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta sejak sebelum menjadi Presiden–Wakil Presiden telah dikagumi serta diakui sebagai pemimpin yang teguh pendiriannya, penuh disiplin dan senantiasa berjuang memimpin pergerakan kebangsaan dengan tujuan menuntut kemerdekaan Indonesia dari penjajah bangsa asing. Oleh karena itu, maklumat yang berasal dari kedua tokoh pejuang kemerdekaan itu disambut hangat rakyat Indonesia. Apalagi saat itu Soekarno–Hatta telah menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Satu hal lain yang menarik adalah tentang maklumat yang dimuat Semangat Merdeka tanggal 30 Oktober 1945.
Maklumat tersebut dikeluarkan Soekarno—Hatta di Jakarta pada 18 Agustus 1945, yaitu pada hari pertama Soekarno—Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ini berarti maklumat itu telah pernah disiarkan kepada masyarakat, baik melalui radio, surat kabar maupun melalui selebaran-selebaran, terutama di Kota Jakarta sendiri dan kota-kota besar lainnya yang banyak memiliki saluran media massa seperti surat kabar dan radio. Boleh jadi mengingat arus informasi dari ibu kota negara Jakarta masih kurang lancar penyebarannya ke daerah-daerah, termasuk ke daerah Aceh, maka inisiatif redaksi surat kabar Semangat Merdeka menyiarkan kembali maklumat itu tanggal 30 Oktober 1945 merupakan tindakan sangat tepat. Apalagi mengingat Semangat Merdeka baru berdiri tanggal 18 Oktober 1945. Untuk ukuran masa itu pemuatan maklumat itu tidaklah jadi berita basi, apalagi isinya sangat penting dalam rangka mempersatukan rakyat Indonesia. Berikut diulas “Maklumat Residen Aceh No. 2” yang dimuat Semangat Merdeka halaman 2 bersamaan hari pemuatan Maklumat Presiden Republik. Pengumuman Residen Aceh T. Nyak Arief yang mulai berlaku pada hari diumumkan, yakni 30 Oktober 1945 merupakan “blokade ekonomi” pemerintah Indonesia di daerah Aceh terhadap tentara Belanda dan NICA yang sedang menduduki Sabang, Pulau Weh yang dijadikan sentral kekuatan Belanda untuk menembus pertahanan rakyat Aceh di sepanjang pantai.
Dalam upaya melemahkan kekuatan musuh, Residen Aceh mengeluarkan peraturan untuk menghentikan keluar-masuk barang-barang dari daerah Aceh ke Sabang dan sebaliknya, terkecuali barang-barang yang akan digunakan untuk kepentingan Sekutu yang juga sedang berada di Sabang. Barang-barang yang dilarang dibawa keluar-masuk Sabang ialah bahan-bahan makanan, pakaian, senjata, dan lain-lain yang bisa menunjang kekuatan Belanda. Sehubungan dengan larangan itu, semua perahu dan berbagai alat pengangkut yang lain dilarang keras berlayar hilir-mudik dari daratan Aceh ke Sabang dan sebaliknya dari Sabang ke daratan Aceh. Orang-orang yang melanggar ketetapan itu dinyatakan akan dihukum berat serta barang-barang termasuk alat pengangkutnya akan dirampas. Kepada semua alat negara diperintahkan untuk menegakkan terlaksananya ketentuan tersebut. Maklumat Residen Aceh No. 2 ini membuktikan pemerintahan Republik Indonesia di daerah Aceh sudah mampu menegakkan kepentingan negara sendiri. Berarti pula pemerintah Indonesia sudah berani menegaskan kepada negeri musuhnya, yaitu negara Belanda segala urusan yang berkepentingan untuk menegakkan kemerdekaannya walaupun hal itu bertentangan dengan kepentingan pihak Belanda sendiri.
Berita ini memberi dukungan moril dan memperkuat kepercayaan rakyat kepada pemerintahnya. Pernyataan sikap para ulama seluruh daerah Aceh tentang perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia telah dimuat Semangat Merdeka Kamis, 29 November 1945. Atas nama ulama seluruh Aceh, empat orang ulama terkemuka masa itu, yakni Tgk. Haji Hasan Krueng Kale, Tgk. Haji Dja’far Sidik Lamjabat, Tgk. M. Daud Beureu-eh, dan Tgk. Haji Ahmad Hasballah Indrapuri menegaskan, bahwa perang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia adalah perjuangan suci yang disebut Perang Sabil. Lebih lanjut, “Maklumat Ulama Seluruh Aceh” itu menjelaskan, bahwa Belanda adalah satu kerajaan yang kecil serta miskin. Belanda satu negeri yang kecil, lebih kecil dari daerah Aceh dan telah hancur dalam Perang Dunia Kedua. Diterangkan pula, bahwa segenap rakyat telah bersatu-padu dengan patuh berdiri di belakang pemimpin Ir. Soekarno untuk menunggu perintah dan kewajiban yang akan dijalankan. Pada bagian penutup maklumat itu mereka menghimbau rakyat supaya tunduklah dengan patuh akan segala perintah pemimpin kita untuk keselamatan tanah air, agama, dan bangsa. Pernyataan para ulama Aceh ini diketahui Residen Aceh T. Nyak Arief dan disetujui Ketua Komite Nasional Daerah Aceh Tuanku Mahmud.
Bagi rakyat Aceh yang mayoritas beragama Islam, bahkan ada yang menyebutkan fanatik, pernyataan keempat ulama karismatik itu bisa menggelorakan semangat jihad, karena para ulama itu telah memberi fatwa (keputusan hukum agama) bahwa perang kemerdekaan yang sedang dihadapi saat itu adalah perang sabil. Siapa saja yang terbunuh dalam perang sabil akan mendapat pahala syahid yang langsung dimasukkan ke surga tanpa rintangan apa pun. Selain itu, penjelasan dalam maklumat itu yang menyebutkan negara Belanda suatu negeri kecil dan miskin, menambah dorongan bagi rakyat untuk tidak merasa takut kepada Belanda. Pengumuman Pemimpin Pusat Pemuda Republik Indonesia (PRI) nomor satu, dimuat Semangat Merdeka edisi Selasa, 23 Oktober 1945. Dalam pengumuman yang diberi nama “Panggilan Umum”, pengurus pusat PRI Daerah Aceh yang diketuai A. Hasjmy sebagai Ketua I dan Tuanku Mahmud selaku Sekretaris I, meminta kepada para pemuda berumur 18 tahun ke atas supaya mendaftar diri menjadi anggota Pemuda Republik Indonesia (PRI). Ditambahkan lagi, bahwa berusaha mengerahkan dan mempersatukan tenaga pemuda Indonesia guna menyokong Komite Nasional yang berdiri sebagai tulang punggung Republik Indonesia. Di bagian penutup pengumuman itu disampaikan semboyan perjuangan, yaitu “Hidup Indonesia, Bahagia Indonesia; Merdeka”. Pengumuman Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang disiarkan kepada masyarakat melalui surat kabar, akan lebih cepat sampai ke sasaran yang ditujukan Pemimpin pusat PRI. Dalam hal ini, surat kabar Semangat Merdeka berjasa dengan menghubungkan antara pengurus PRI dengan masyarakat luas. PRI adalah sebuah perkumpulan pemuda yang bercita-cita mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 1 November 1945, Semangat Merdeka mengumumkan aturan memakai lencana merah putih sebagai lambang setia kepada negara Republik Indonesia. Disebutkan, aturan itu sebagai berikut. Pertama, bagi putera-puteri yang berumur di bawah 18 tahun harus melekatkan lencana merah putih tersebut pada lengan sebelah kiri (atas). Kedua, bagi putera-puteri yang berumur 18 tahun ke atas memakainya di dada sebelah kiri, yaitu tepat di atas detakan jantung. Pengumuman cara memakai lencana merah putih yang disiarkan Semangat Merdeka menjadikan pemakaian simbol bendera Indonesia itu seragam.
..... Bersambung .... |
|
|
|
|
|
|
|
Berhubung penyampaian informasi masa itu belum lancar, membuat praktik memakai lencana itu bisa berbeda-beda di antara satu tempat dengan tempat lainnya. Ketidakseragaman bisa berkesan perpecahan, sedangkan seragam menunjukkan bersatu, kokoh. Selain menyiarkan pengumuman dan seruan-seruan, surat kabar Semangat Merdeka juga memasang berbagai iklan yang memberi sokongan kepada perjuangan membela kemerdekaan Indonesia. Walaupun iklan-iklan itu bertujuan menarik pembeli terhadap barang yang diiklankan, namun karena barang-barang itu memang dibuat untuk mendukung semangat kemerdekaan, –bukan sekedar urusan dagang–, maka lewat iklan pun surat kabar Semangat Merdeka berpartisipasi menegakkan kemerdekaan Indonesia.
Di antara iklan-iklan yang dimuat Semangat Merdeka (selanjutnya yang berhubungan iklan disingkat: SM) ialah iklan hikayat berjudul “Seumangat Atjeh” karangan Abdulah Arif (SM, 23-10-1945). Kata pengantar iklan menyatakan bahwa hikayat ukuran saku itu disusun dalam syair Aceh yang indah bersemangat, menunjang Negara Republik Indonesia dan menganjurkan anti penjajahan. “Peutheun Meurdehka” adalah syair Aceh yang bersemangat dan menggelorakan jiwa pembacanya digubah oleh Ibnoe Abbas (SM, 23-10-1945). Iklan lainnya (SM, 8-11-’45) memberi tahu bahwa akan terbit buku “Susunan Indonesia Merdeka” oleh Tgk. Ismail Jakoeb. Buku tersebut membahas riwayat gerakan kemerdekaan Indonesia, siapa Bung Karno, Undang-undang Dasar, susunan kabinet, PRI, dan lain-lain. Semangat Merdeka, 13 November 1945 mengiklankan barang di Toko Indonesia Baru, Kutaraja dengan bunyi: Sudah sedia, lencana merah putih menurut ukuran yang ditetapkan. Seterusnya (SM, 27-11-1945) memasang iklan “Kalender 1946 Negara Republik Indonesia”. Kalender ini dikeluarkan Badan Penerangan Umum Negara Republik Indonesia (NRI). Semangat Merdeka, 1 Desember 1945 memasang dua iklan yang kedua-duanya bisa menimbulkan gairah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Iklan pertama ajakan berlangganan majalah “Rencong” yang terbit di Binjei dan tentang terbitnya buku baru Riwayat Penghidupan dan Perjuangan Ir. Soekarno yang disusun M. Yunan Nasution.
d. Tajuk Rencana
Tajuk rencana merupakan suara suratkabar yang bersangkutan terhadap suatu masalah. Surat kabar Semangat Merdeka yang terbit sejak 18 Oktober 1945, baru memiliki kolom khusus tajuk rencana pada tanggal 17 November 1945. Sebelumnya, tulisan-tulisan yang bersifat opini pernah pula dimuat, tetapi penulis karangan itu termasuk mereka di luar staf redaksi. Tanggal 17 November 1945, Semangat Merdeka memuat tajuk rencana berjudul “Tiga Bulan Indonesia Merdeka”.
Bagian awal tajuk menjelaskan tentang tantangan yang sedang dihadapi Indonesia. Di bagian akhir dipaparkan harapan-harapan yang bakal dicapai bangsa Indonesia. Dijelaskan, dalam usia Republik Indonesia yang baru tiga bulan, hanya satu syarat yang belum dimiliki Republik Indonesia dari empat syarat penting bagi sebuah negara merdeka. Syarat dimaksud ialah pengakuan dari luar negeri. Ketiga syarat lain telah digenggam Indonesia, yaitu wilayah negara, rakyat negara, dan pemerintah.
Untuk memperoleh pengakuan luar negeri, tajuk itu menyerukan agar cita-cita perjuangan bangsa jangan bergeser arahnya seperti semula. Pertama, melawan segala percobaan dari luar yang bermaksud menjajah Indonesia kembali. Kedua, perjuangan di lapangan internasional. Sifat perjuangan ini digerakkan secara teratur dan harmonis. Oleh karena itu, tindakan liar jangan dibiarkan berlaku untuk mencapai maksud perjuangan. Setiap bertindak perlu mematuhi aturan-aturan yang dikeluarkan para pemimpin negara. Tajuk rencana itu mencontohkan akibat kekejaman dan tindakan liar tentara Inggris di Indonesia.
Hampir seluruh dunia mencela tindakan-tindakan Inggris di Jawa, karena tindakan mereka melanggar tujuan sebenarnya pendaratan tentara Inggeris ke Indonesia. Presiden Soekarno yang bijaksana menghadapi suasana ini dengan tenang, tanpa melakukan tindakan yang makin memperburuk kekacauan itu. Semua yang terjadi di Indonesia, baik sikap Inggris yang mengecewakan, maupun sikap Belanda ada gunanya bagi bagi kemerdekaan Indonesia. Teristimewa lagi karena peristiwa-peristiwa tersebut telah menyebabkan perhatian dunia internasional semakin tajam, kritis, dan bersimpati kepada Republik Indonesia. Kata tajuk rencana itu lagi, kita yakin buat masa seterusnya bangsa kita akan tetap dapat mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Di bagian penutup tajuk rencana yang ditulis Wakil Pemimpin Umum Semangat Merdeka, Amelz, media ini membangkitkan rasa optimis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan, telah tiga bulan kita tempuh Indonesia Merdeka dengan selamat. Dan kita akan menghadapi masa tiga bulan yang akan datang hingga seterusnya dengan penuh bahagia. Tajuk rencana ini memberi pendidikan politik kepada rakyat agar bisa berperilaku sebagai suatu bangsa yang beradab dan dewasa. Sikap berhati-hati dalam bertindak bukan berarti pengecut, tetapi hendaklah semua usaha mencapai tujuan perlu dilakukan berpedoman ke pada aturan yang digariskan para pemimpin yang sudah matang memikirkan setiap tindakan yang akan dilaksanakan. Setiap tindakan liar dan gegabah akan merusak nama baik Republik Indonesia di mata dunia luar. Padahal simpati dan pengakuan luar negeri terhadap Indonesia akan memperlancar perjuangan menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan Republik Indonesia.
Surat kabar Semangat Merdeka tanggal 21 Desember 1945 menurunkan tajuk rencana yang berjudul “Keputusan Majelis Islam Tinggi”. Muktamar diadakan di Bukit Tinggi. Hasil-hasil dari muktamar itu adalah terbentuknya tiga panitia, yaitu panitia fatwa di bawah pimpinan Syeh Ibrahim Moesa Parabek, Barisan Sabiloellah diketuai oleh Tgk. Abdul Wahab Seulimum, dan politik diketuai oleh Abu Gaffar Djambek. Panitia kedua yaitu Barisan Sabiloellah yang diketuai oleh Tgk. Abdul Wahab Seulimum mempunyai kedudukan dan kewajiban penting dalam masa mempertahankan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Panitia Sabil ini tentulah akan disambut oleh segenap kaum muslimin di daerah Aceh dengan mengokohkan tekadnya untuk berjuang melawan kafir dan hendak mati syahid dalam perang suci itu. Semangat perjuangan dalam perang sabil sekali-kali tidak pernah padam dalam setiap jiwa putra-putri perwira di Tanah Rincong; yang diwariskan dari zaman perang melawan Portugis, Belanda serta perlawanan terhadap Jepang di tahun 1942 yang dipimpin Teungku Abdul Jalil Cot Plieng!!!. |
|
|
|
|
|
|
|
akhirnya Atjeh tetap Indon ..... perjuangan melalui GAM tidak kesampaian ... sama seperti Pattani di Thailand ... |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by joe_sniper at 8-2-2010 22:20
masalah internetnya lelet menyebabkan jawaban berganda |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by joe_sniper at 8-2-2010 22:21
akhirnya Atjeh tetap Indon ..... perjuangan melalui GAM tidak kesampaian ... sama seperti Pattani di Thailand ... |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by genot at 8-2-2010 22:28
penat2 ajah orang Islam Pasai diligan2 dikejar2 orang Indu berjiran smpai lari terkincit2 minta sewaka ke Patani pada abad ke-9 M... akhirnya negara mereka masuk dalam Indu-nesia juga... lol |
|
|
|
|
|
|
|
hahahaaha, lu masih tidak tahu duduknya perhubungan Acheh Utara, Burma dengan Semenanjung Langkasuka? sudah disebut dalam rowayat2 lisan juga dalam rowayat Istana di Selatan Thailand (Patani). Kita tidak klaim sapa2 mcm malaysia maupon indonesia lagi tiada berminat tapi jika hakikat kita beritaukan yang hakikat.
Maka ada lah pada suatu tengah hari tengah ramai raja Merong Mahawangsa itu sedang dihadap oleh segala montri, penggawa, hulu balang, sida, bentara, biduanda sekelian penoh sesak dan montri yang tua menghadap di balai Langkasuka itu.
Maka titah raja Merong Mahawangsa kepada montri keempat itu, "di mana juga ada negri besar hampir dengan kita di sini, kalau-kalau ada ia menaroh anak perempuan supaya boleh kita pinang anaknya akan anak kita ini."
Maka sembah montri tua yang keempat, "tiada tuanku negri yang dekat-dekat ini patik sekelian beroleh khabaran, hanya yang ada negri pun khabaran di Pulau Percha (Sumatera), negri Acheh namanya tuanku. Ada sebuah di susur laut jua negri itu, banyak jua takloknya jauh pelayaran 25 hari lamanya daripada sini dan halanya sebelah tanah daratan kita ini ada sebuah negri pula nama rajanya Kelinggi.
Lautnya di sebelah kita datang juga, negri itu pon jauhlah pelayarannya itu sehingga sebulan pelayaran (kawasan Myanmar hari ini). Maka sampailah terlalu banyak segala yang ajaib di dalam negri itu daripada tempayan dan guri dan pohon kayu bernama malau tahi semut dan lagi pon banyak pula kayu yang besar2 dan di hulu sungainya jauh serta luas, tuanku.
Maka titah raja Merong Mahawangsa, "jikalau demikian, hendaklah tuan hamba perbuat surat kita pinta sebiji tempayan yang besar daripada segala tempayan yang banyak2 itu kepada raja Kelinggi itu. Kemudian boleh kita ambil khabar anaknya dan negri Acheh itu pon perbuat juga surat kita beri akan dia tanda kita tulus ikhlas hendak berkasih-kasihan dengan dia, lagi menyatakan kita baharu perbuat negri ini pinta tolong mana yang ada segala yang ajaib2 daripada harta atau dagangan boleh ia hantar mari ke negri kita ini. Itulah tanda kita berkasih-kasihan raja sama raja......... - Hikayat Merong Mahawangsa, ms 37, bab 4 cetakan tahon 1968 -
kami langsung x hairan sama sekali dengan Parameswara Melaka Adipati jajahan Majapahit Indu-nesia wangsa Sailendra yg sudah bercampur dengan Majapahit tidak ketahuan kasta yang membuka negri atas tanah jajahan Sri Dharmasoka anda berani klaim juga wangsa Sailendra sebagai wangsa Jowo asal azalinya di situ, ?
sudah diterang dalam rowayat Tarikh Patani bahawa orang2 berjiran di selatan SUmatera sana menyerang orang Islam Pasai. stengahnya orang2 Islam Pasai itu masuk dalam negri Patani mintak sewaka sama Phraya Mahayana walaupon baginda ketika itu beragama Buddha aliran Mahayana menjadi raja tempatan dalam Kota Maligai, n hal ini lah direkodkan dalam kitab tarikh abad ke-17 M hasil penyelidikan ulama yang menjadi jurutulis istana Patani Darussalam.
Sriwijaya sudah menyerang Langkasuka lalu membuka penempatan di Utara Semenanjung sejak awal abad ke-7 M lagi. makanya pengaruh bahasa Melayu Purwo sudah masuk ke sini seawal abad itu. Lu Jowo juga terjajah oleh Sriwijaya makanya x mahu mengakuinya sebaliknya mengklaim-nya masuk ke dalam wilayah negara lu yang didapati dari sisa belanda mcm juga wilayah negara Malaysialan ini didapati daripada British, bezanya kami tidak memperakui British dalam wilayah negri kami di Kedah walaupon kami ditipu masuk dalam persekutuan Malaysialan melalui perjanjian Anglo-Siam lol ?
Mengapa Indu-nesia tidak mahu menggunakan bahasa Jowo sebagai perantara sesama etnik? Bahasa Jowo tidak mampu menjadi penyatu negara moden anda? Orang Acheh n orang Cheumpa bersaudara, nah, tidak sama saudara dengan Jowo. Pulau Jowo itu jauh sekali di lautan Kidul, gimana berhubung pula dengan orang ramai pada zaman purwo |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by genot at 9-2-2010 12:37
hahahahahaa, hikayat tersebut mmg tidak diakui oleh keturunan Sumatera yang inginkan penubuhan Melayu Raya kerana percaya hal tersebut akan menggabungkan mereka dengan Sumatera, n aku x pasti jika mereka ingin digabungkan dengan Pulau Jowo kerana setahu aku Pulau Jowo mempunyai kebudayaan n sosial yang tersendiri. namun malang sekali serta simpati aku lah terhadap hasrat mereka tidak tercapai, lantas kami juga terheret digabungkan dengan mereka dalam penggabungan yang salah manakala saudara kami di sebelah sana dimasukkan dalam negara Thailand.
Ia bukan hikayat bertulis, sebaliknya adalah hikayat lisan jika anda paham makna lisan itu ialah apa... ia bermaksud hikayat tersebut sudah wujud dalam bentuk penceritaan oral sebelom ia dicetak dalam bentuk salinan pada abad ke-17 M dan 18 M dan kemungkinan berasal dari zaman Buddha-Hindu. kalo kami termakan dengan kebangsaan palsu seperti bapak Jakarta begitu berminat sekali dengan kebangsaan yang baru ajah diada2kan, pastinya kami smua akan menyokong parti politaik yang sama ajah serta membenci kerajaan Thailand, mcm yg anda suka benar sebut itu. kami x benci langsong kpd Thailand, sebaliknya menganggap segala terjadi sebagai takdir ajah, sudah bukan rezeki
kisah tersebut juga anehnya terdapat di Siam n cuba dihapuskan oleh kerajaan pusat Thai yang cuba nak menjalankan nasionalism palsu sama la macam bapak Jakarta n partaik politaik di sini. kini terdapat terjemahannya semula dijalankan oleh rakyat Thai sebagai Pravat Marong Mahavong. Owh aku terlupa, pastinya bapak Jakarta tidak faham bahasa hibrid lain selain bahasa hibrid Indonesia
mengenai kemasukan agama Islam, negri kami sudah awal2 menerima agama Islam pada tahun masehi 1136 M lagi, Melaka itu pon masih belom wujud. negri Patani lebih awal lagi sebab penyebaran agama Islam diterima dengan kemasukan orang2 yang disebutkan sebagai orong "Melayu" dari wilayah Pasai yang masuk menyeberang selat ke semenanjung Utara.
penguasaan sriwijaya juga diakui di selatan Thailand, mengapa pulak kami dari negri Kedah Darul Aman tidak memperakuinya? jika orang2 di kerajaan pusat tidak memperakuinya, itu bukan masalah kami. kami juga memperakui penguasaan wangsa Chola dari negara India ke atas negri kami sekitar abad ke-10 M juga pernah terlibat dalam kemaharajaan Siam.
tiada masalah langsung bg kami memperakui sejarah silam, kerana kami tiada inferiority kompleks seperti orang Jakarta mau pon org2 di selatan Semenanjung Malaysia sana. org2 kami sudah berjuang melawan penguasaan Siam tanpa bantuan sesiapa pon sampai akhirnya tertipu juga oleh helah British |
|
|
|
|
|
|
|
owh ya, orang Siam di Utara Semenanjung diiktiraf dalam perlembagaan Malaysia sebagai Bumiputera. Mereka bukan semestinya orang beragama Islam, n bukan semestinya berdarah Tai-Lao untuk beragama Buddha, tapi ada juga berketurunan Melayu.
Mereka x dipanggil Melayu mengikot perlembagaan walaupon cakap bahasa Melayu n keturunan Melayu sebab mereka beragama Buddha. agama Buddha Theravada disebarkan kepada orang Khmer oleh orang2 selatan Siam dalam abad ke-7 M n orang2 Thai juga memeluk agama Buddha Theravada melalui usaha orang2 Ligor n Tamrapanni (Sri Lanka) :re:
KANGAR: A Malay woman who died in Kampung Guar Musang, near here, on June 12 was buried according to Buddhist rites in the village.
This followed the Perlis Religious Affairs Department’s decision that the woman, Selimah Mat, 78, was no longer a Muslim at the time of her death although her identity card states her religion as Islam.
Perlis Syariah High Court judge, Zaini Abd Rahim when met by Bernama today, confirmed that the woman did not profess the Islamic faith and could be buried according to Buddhist rites.
The younger sister of the deceased, Kiah @ Rokiah Mat, 75, claimed that when Selimah was 16, she was taken to Thailand by someone and returned eight years later with a three-year-old son.
Rokiah said her sister admitted to her of having married a Buddhist man.
“I had asked her to return to Islam but she remained non-committal,” she said.
Rokiah also claimed on having seen Selimah entered the Buddhist temple in the village to engage in religious activities like the other Buddhists in the village.
She said she had also seen a photograph of her sister and her husband in a Buddhist initiation ceremony for the couple’s son, Aisok a/l Elan, when he was 20.
Last Thursday, Aisok sought permission from the Mata Ayer police station, near here, to bury his mother according to Buddhist rites.
Aisok said his mother had before asked that she be buried and not cremated in the event of her death.
cikwiduri.wordpress.com |
|
|
|
|
|
|
|
kat kedah, org siam adalah bumi |
|
|
|
|
|
|
| |
|