104 Orang Terbunuh Dalam Tragedy SilkAir Flight 185
SilkAir Flight 185 was a scheduled passenger flight from Jakarta, Indonesia to Singapore, which crashed on 19 December 1997, into the Musi River, killing all 104 people on board.
The cause of the crash was investigated by two agencies. There was immense controversy about the causes of the crash. The Indonesian National Transportation Safety Committee (NTSC) stated in its report that it could not determine a cause of the crash due to inconclusive evidence. The American National Transportation Safety Board (NTSB) utilized computer modeling to conclude that the crash was the result of deliberate flight control inputs, most likely by the captain. The jury under the Superior Court in Los Angeles, which was not allowed to hear or consider the NTSB conclusions, decided that the crash was caused by a prominent issue inherent in other 737 crashes: a defective servo valve inside the Power Control Unit (PCU) which controls the rudder, causing a rudder hard-over and subsequent uncontrollable crash. The manufacturer of the aircraft's rudder controls and the families later reached an out of court settlement.
Penerbangan 185 SilkAir merupakan insiden pertama kali berlaku terhadap SilkAir sejak 19 Disember 1997. Punca sebenar ialah juruterbang membunuh diri. Ia juga mengugut nyawa semua 97 penumpang dan 4 krew. Ianya terhempas di Sungai Musi, Indonesia. Pesawat itu membawa 40 dari Singapura, 23 dari Indonesia, 10 dari Malaysia, 5 dari Amerika Syarikat serta Perancis, 4 dari Jerman, 3 dari United Kingdom, 2 dari Jepun dan 1 dari Bosnia dan Herzegovina, Austria, India, Taiwan dan Australia (tidak termasuk krew).
Pesawat itu membawa 6 krew. Hanya 1 krew asing dari New Zealand. Kemalangan ini juga menggugut nyawa model dan penulis Singapura Bonny Hicks. Juruterbang itu ialah Tsu Way Wing dari Singapura, 41 tahun sementara Duncan Ward dari New Zealand, 23.
Masalah kewangan keluarga, dimana ia dilaporkan mengalami kerugian dalam investasi keuangan, dan hutang tagihan kreditnya yang lebih besar dari kemampuannya membayar. (terutama diakibatkan dari pengeluaran keluarganya yang lebih besar dari gajinya sebagai juruterbang).
Kapten Tsu membeli polis insurans beberapa hari sebelum kejadian (pada hari kecelakaan, jaminan perlindungan dari polisnya mulai berlaku), sehingga ia melakukan tindakan (menjatuhkan pesawat) tersebut untuk mendapatkan wang santunan insurans (sebagai pengganti kerugian investasinya sebelumnya).
Ia juga dilaporkan beberapa kali mendapat teguran disiplin dari SilkAir, termasuk satu tindakan yang berkaitan dengan memanipulasi sekring dari perakam suara kokpit (CVR), Laporan lain mengatakan ia juga berkonflik dengan Kopilot Ward dan beberapa rekannya yang meragukan kemampuannya memimpin sebagai Kapten juruterbang.
Kapten Tsu adalah juruterbang kedua dan instruktur A-4 Skyhawk Angkatan Udara Singapura. Ia memiliki pengalaman dengan pesawat tersebut selama 20 tahun. Selama kerjayanya, ia pernah mengalami kesunyian, yaitu kehilangan 4 teman satu skuadronnya ketika latihan terbang rutin, setahun sebelum kecelakaan. Dampak psikologis dari musibah ini diduga mengubah kepribadian Tsu yang berujung pada kecelakaan pesawat SilkAir tersebut.