Yang ko anti betul dengan Melayu ni apa pasal? Aku yg bukan Melayu & di rumah cakap bahasa ibunda pun ndak bersifat penjahat macam ko ni.
Ko ndak malu ka? mengaku Islam, berkebudayaan melayu, bercakap melayu 24 hours, kawan-kawan semua melayu tapi asyik menghina bangsa Melayu?
che'mah Post at 26-1-2012 21:42
Ko ingat cakap Melayu dah tentu korang tu Melayu ke? Orang Australia cakap pakai English gak tapi nda fefeeling orang England...macam tu gak orang US xda fefeeling England...Melayu ni ja kolot...jumud
Ko ingat Baju Melayu cekak musang tu Melayu yang yang cipta ka??? Kalau ko nk tahu tu baju sami2 India...baju Malayalam
Apa kebudayaan Melayu???...Zapin, Joget, aku x pernah buat benda2 semua tu pon...kalau Berzanji aku pernah tengok sebab tu budaya Bugis Muslim...kan...kalau eksplen pasal Berzanji aku boleh, Cukur Jambul, Khatam Al-Quran aku boleh eksplen...pasal tu sume budaya Bugis Muslim
Gambar bawah ni gambar2 penganut agama Bugis Kuno...amalan bawah ni x wujud masa zaman sebelum Islam masuk ke Sulawesi tapi wujud setelah orang2 penganut agama ni x mo masuk Islam dan dihalau keluar dari Kerajaan Wajo dan lari ke setiap lahan kampung untuk menetap tapi tetap dihalau...akhirnya mereka dikasihi oleh Raja di Kerajaan Sidenreng yg masa tu dh Islam dan diberi penempatan di selatan negeri tersebut iaitu Amparita..
Upacara kat bawah ni bagi memperingati 2 orang pemimpin Agama mereka yang memimpin mereka keluar dari Kerajaan Wajo dan membawa mereka berhijrah sehingga dapat menetap di Amparita...jarak antara 2 kubur adalah 50km dan mereka berjalan sekeluarga, satu kampung siang dan malam untuk Sipulung di kubur2 pemimpin agama mereka..
Pakaian keagamaan mereka adalah...Lelaki bertopi hitam (songko') dan berkain sarung, baju x kesah pape pon.....perempuan mesti berkain sarung, kebiasanya akan berbaju kebaya atau Bodo dan mengenakan selendang untuk menutup kepala...
Kalau rasa korang pergi masjid tak mo menyerupai penganut agama Bugis Kuno...korang jangan la berkain pelikat kotak2/samarinda dan bersongkok...sebab tu pon kira menyerupai orang kafir...kan...
Buku: Orang Indonesia & Orang Prancis, dari abad XVI sampai dengan abad XX, karya Bernard Dorleans
Bernard Dorleans, sejarawan Perancis, mengumpulkan catatan
itu dalam buku 'Orang Indonesia dan Orang Perancis' (Edisi bahasa Indonesia,
KPG, 2006). Ia merujuk pada artikel Christian Pelras di majalah Archipel pada
1997. Kisah ini terjadi pada masa pemerintahan Louis XIV dan Louis XV
(1686-1736). Pada abad XVII masih sedikit orang Perancis yang pergi ke Makassar.
Uraiannya begini:
Keluarga kerajaan memiliki tradisi mengirim pangeran muda untuk melengkapi
pendidikan, militer khususnya, pada umur lima atau enam tahun hingga masa
remaja. Tersebutlah dua pangeran, Daeng Ruru, 15 tahun dan Daeng Tullolo, 16
tahun. Mereka dua pangeran yang selamat dalam pertempuran di Siam,
ketika Daen Ma-Alee (Daeng Mangalle), pangeran Makassar yang hidup dalam
pengasingan di Siam, seorang muslim, dituduh bersekongkol melawan
Raja Siam dan tewas saat pertempuran pada 1686.
Kepala kantor dagang Perancis di Siam memutuskan untuk mengirimkan Daeng Ruru
dan Daeng Tullolo ke Perancis. Mereka naik kapal Coche pada akhir November 1686,
tiba di Brest 15 Agustus 1687, dan baru berlabuh di Paris pada 10 September.
Louis XIV merasa tidak hanya wajib memenuhi kebutu*an hidup mereka, tapi juga
mengurusi pendidikan mereka dengan alasan kelas sosial kedua pangeran itu.
Kedua pemuda muslim itu dibaptis dalam agama Kristen dan diberi nama kehormatan
Louis bak raja Perancis. Mereka didaftarkan masuk ke kolese jesuit di Louis
le-Grand untuk belajar bahasa Perancis sebelum masuk ke sekolah tinggi Clermont
yang kondang. Lantas mereka diterima di institut paling bergengsi, yakni sekolah
perwira angkatan laut Brest pada 1682. Seleksi untuk masuk ke situ sangat ketat.
Kelak, sekolah itu menjadi cikal bakal sekolah marinir tertinggi di Perancis.
Daeng Ruru muda mendapat promosi amat cepat. Lulus sebagai perwira hanya dalam
waktu dua tahun. Usianya 19 tahun saat menyandang pangkat letnan muda, setara
letnan di angkatan darat. Usia 20, menyandang letnan, setara kapten di angkatan
darat.
Konon untuk mencapai prestasi gemilang macam itu, orang harus cerdas dan
berharta. Daeng Ruru berhasil karena itu. Tapi anehnya, pada 1706, Louis Pierre
Makassar (Daeng Ruru) tak diajak ikut dalam operasi angkatan laut ketika itu. Ia
mengirim surat keluhan kepada de Pontchartain, menteri kelautan kerajaan.
Protes.
Pada 3 Januari 1707, Daeng Ruru bertugas di kapal Jason. Bersenjatakan 54
meriam, dengan tugas memburu kapal serang Belanda, Vlisingen yang menyerang
kawasan laut Belle-ille dan ille de Croix. Tak lama kemudian, Daeng bertugas di
kapal Grand yang ke Havana, membantu Spanyol bertempur melawan Inggris. Pada 19
Mei 1708, Daeng Ruru tewas: entah karena masalah kehormatan atau perkara utang
judi.
Lain lagi cerita, Daeng Tulolo alias Louis Dauphin Makassar. Ada kisah aneh
tentangnya, seperti diungkapkan kamus Moreri: Salah satu dari kedua bersaudara
itu tewas ketika mengabdi kepada raja. Dia yang bertahan hidup, setelah
mengetahui kematian sepupunya, pulang dari Perancis untuk mengambilalih takhta
nenek moyangnya dan raja mengijinkan naik kapal.
Ia terlihat amat tekun menjalankan agama Katholik dan bahkan sebelum
meninggalkan Perancis, ia membuat suatu gambar yang sepertinya dipersembahkan
untuk perawan suci, Maria. Ia mendirikan ordo yang disebut 'Bintang'. Para
satria dalam ordo itu harus mengenakan pita putih yang diletakkan di bawah
perlindungan Bunda Maria. Gambar itu diletakkan dalam gereja Notre Dame, tapi
beberapa tahun kemudian gambar itu diturunkan setelah orang tahu kalau pangeran
itu telah memeluk agama nenek moyangnya, Islam, dengan alasan poligami.'
Kenaikan pangkat Daeng Tullolo lebih lambat dari abangnya. Ia lulus sekolah
angkatan laut pada 18 Mei 1699 tetapi menunggu 13 tahun sebelum jadi letnan muda
pada usia 38 tahun. Pangkat itu disandangnya seumur hidup.
Ia sempat bertugas di kapal India. Ketika ia meninggal di Bres 30 November 1736
pada usia 62 tahun, ia dibawa ke gereja Carmes di kota itu untuk disemayamkan
dengan dihadiri beberapa perwira angkatan laut. Ia dikubur dalam gereja Louis de
Brest. Jenazahnya hancur ketika terjadi pemboman saat perang dunia II.
Bugis Islam yang masih ada amalan animistik ....songkok tu hanya pakaian. Ade ja ...
che'mah Post at 30-1-2012 08:50
Haha...songkok tu memang adat Bugis...kain sarung tu pon adat Bugis...kalau gi Sulawesi bukan boleh bezakan antara Muslim, Kristian atau beragama Bugis Kuno (Tolotang)...
Kalau ko nak tahu gambar tu bukan Bugis Muslim tapi Bugis Tua penganut agama Bugis Kuno...
Zaman dah Islam ni Bugis masih amik amalan2 lama yang dipanggil Adat dlm Islam...orang kata menda tu Bidaah...tapi Bidaah yg dibenarkan macam Maulidur Rasul pergi berarak..mlm jumaat baca Yasin..Cukur jambul. dll