View: 14559|Reply: 25
|
Daeng Mangalle Tokoh Pembangkang Raja Siam Phra Narai (1686)
[Copy link]
|
|
Kisah ini sendiri diambil dari catatan Claude de Forbin seorang
ksatria Prancis, yang dikirim ke Siam (sekarang Thailand) oleh Raja
Louis XIV, dengan misi yang amat ambisius dalam hal politik, agama,
ilmu pengetahuan dan ekonomi.
Tahun 1658 - 1659 Phra Narai, raja Siam tercatat memberikan daerah
pengungsian bagi 773 orang Minangkabau yang berasal dari Sumatra Barat
dan berikutnya pada Tahun 1664, 250 orang (pria, wanita dan anak-anak)
tiba dari Makassar dan diberikan hak dan membangun komunitas
perkampungan bersebelahan dengan orang-orang Melayu yang sudah lebih
dulu menetap.
Akan tetapi keadaan yang damai dan harmonis di Siam waktu itu tidak
berlangsung lama, karena seringnya terjadi intrik dan perebutan
kekuasan dalam lingkungan keluarga dan kerabat istana. Tidak
terkecuali Phra Narai dulunya juga adalah seorang yang merebut
kekuasaan dengan cara kekerasan dan berdarah, sehingga ia sadar betul
bahwa kekuasaanya tidak berakar dan tidak kuat dukungannya sehingga ia
akan gampang pula digulingkan, karena itulah ia mempercayakan
pertahanan kerajaannya pada serdadu Prancis yang kala itu sedang
berada di Siam atas perintah Raja Prancis. Serdadu Prancis dipimpin
oleh Claude de Forbin dengan 6 kapal dan satu detasemen militer yang
beranggotakan 636 orang.
Adalah seorang pangeran Makassar bernama Daeng Mangalle yang rupanya
terlibat dengan konspirasi Melayu, Campa, Makassar dan orang Islam
lain di Siam, konspirasi ini akan berencana menyerang istana dan
membunuh raja Siam Phra Narai, karena Raja dianggap telah melenceng
yaitu menempatkan kepercayaan pada orang asing yaitu Prancis dan Misi
orang asing mengembangkan agama baru kemungkinan lebih buruk lagi Raja
akan berpindah memeluk agama baru.
Rupanya konspirasi ini sudah tercium sang raja, sehingga dengan cepat
Phra Narai memperkuat pertahanan istananya dengan menempatkan pasukan
Prancis tersebut serta meminta dukungan dari orang asing lainnya.
Daeng Mangalle menolak meminta pengampunan dari Raja dan menyangkal
keterlibatannya dalam persekongkolan tersebut.
Karena menolak akhirnya raja memerintahkan Forbin untuk mengepung
kapal-2 orang Makassar yang berniat meninggalkan Siam.
Kontak senjata pertama terjadi 40 orang Makassar menghadapi serdadu
Prancis dan Portugis dimana orang-2 Makassar menyerang mereka dengan
mengerikan mengejar pasukan Prancis dan Portugis sejengkal demi
sejengkal tanah yang dilewati menjadi ladang pembantian, wanita,
anak-anak semua dibunuh tanpa kecuali. Enam orang Makassar menyerang
Pagoda dan membunuh biawarawan disana, tercatat pasukan Eropa-Siam
kehilangan 366 orang dan belum lagi korban penduduk sipil.
Kontak kedua terjadi lagi saat tanggal 23 September 1686, raja
memerintahkan serangan besar2-an ke perkampungan orang Makassar.
Akhirnya prinsip orang Bugis Makassar menghadapi tantangan "sekali
layar berkembang pantang surut kebelakang" menyadari bahwa sudah tidak
ada kemungkin lain selain bertempur sampai mati, banyak diantara
mereka membunuh istri dan anak-anaknya untuk menghindari penjara dan
perbudakan. Beberapa kali pasukan Siam harus mundur menghadapi
perlawanan orang Makassar yang sangat berani dan nekat.
Daeng Mangalle sendiri terluka dengan lima tusukan tombak dan setelah
tangannya tertembak langsung menerjang menteri Siam dan membunuh
seorang Inggris.
Demikianlah akhir dari pertempuran itu 22 orang Makassar akhirnya
menyerah dan 33 orang prajurit Makassar dikumpulkan. Perlaakuan
terhadap orang Makassar yang tersisa sungguh tak terperikan kejamnya,
ada yang dikubur hidup-2 berdiri sampai leher dan mati setelah
diperlakukan dan di cemohkan dan dinakan benar-benar tanpa belas kasihan.
Peristiwa di Siam ini benar-benar membuat penduduk setempat kagum akan
keberanian kenekatan orang-orang Makassar menghadapi tentara yang
berjumlah ribuan dengan senjata lebih lengkap sementara orang Makassar
hanya bersenjatakan tombak dan badik, selama pertempuran itu 1000
orang siam dan 17 orang asing tewas mengenaskan.
Buku: Orang Indonesia & Orang Prancis, dari abad XVI sampai
dengan abad XX, karya Bernard Dorleans
Bernard Dorleans, sejarawan Perancis, mengumpulkan catatan
itu dalam buku 'Orang Indonesia dan Orang Perancis' (Edisi bahasa Indonesia,
KPG, 2006). Ia merujuk pada artikel Christian Pelras di majalah Archipel pada
1997. Kisah ini terjadi pada masa pemerintahan Louis XIV dan Louis XV
(1686-1736). Pada abad XVII masih sedikit orang Perancis yang pergi ke Makassar.
Uraiannya begini:
Keluarga kerajaan memiliki tradisi mengirim pangeran muda untuk melengkapi
pendidikan, militer khususnya, pada umur lima atau enam tahun hingga masa
remaja. Tersebutlah dua pangeran, Daeng Ruru, 15 tahun dan Daeng Tullolo, 16
tahun. Mereka dua pangeran yang selamat dalam pertempuran di Siam,
ketika Daen Ma-Alee (Daeng Mangalle), pangeran Makassar yang hidup dalam
pengasingan di Siam, seorang muslim, dituduh bersekongkol melawan
Raja Siam dan tewas saat pertempuran pada 1686.
Kepala kantor dagang Perancis di Siam memutuskan untuk mengirimkan Daeng Ruru
dan Daeng Tullolo ke Perancis. Mereka naik kapal Coche pada akhir November 1686,
tiba di Brest 15 Agustus 1687, dan baru berlabuh di Paris pada 10 September.
Louis XIV merasa tidak hanya wajib memenuhi kebutu*an hidup mereka, tapi juga
mengurusi pendidikan mereka dengan alasan kelas sosial kedua pangeran itu.
Kedua pemuda muslim itu dibaptis dalam agama Kristen dan diberi nama kehormatan
Louis bak raja Perancis. Mereka didaftarkan masuk ke kolese jesuit di Louis
le-Grand untuk belajar bahasa Perancis sebelum masuk ke sekolah tinggi Clermont
yang kondang. Lantas mereka diterima di institut paling bergengsi, yakni sekolah
perwira angkatan laut Brest pada 1682. Seleksi untuk masuk ke situ sangat ketat.
Kelak, sekolah itu menjadi cikal bakal sekolah marinir tertinggi di Perancis.
Daeng Ruru muda mendapat promosi amat cepat. Lulus sebagai perwira hanya dalam
waktu dua tahun. Usianya 19 tahun saat menyandang pangkat letnan muda, setara
letnan di angkatan darat. Usia 20, menyandang letnan, setara kapten di angkatan
darat.
Konon untuk mencapai prestasi gemilang macam itu, orang harus cerdas dan
berharta. Daeng Ruru berhasil karena itu. Tapi anehnya, pada 1706, Louis Pierre
Makassar (Daeng Ruru) tak diajak ikut dalam operasi angkatan laut ketika itu. Ia
mengirim surat keluhan kepada de Pontchartain, menteri kelautan kerajaan.
Protes.
Pada 3 Januari 1707, Daeng Ruru bertugas di kapal Jason. Bersenjatakan 54
meriam, dengan tugas memburu kapal serang Belanda, Vlisingen yang menyerang
kawasan laut Belle-ille dan ille de Croix. Tak lama kemudian, Daeng bertugas di
kapal Grand yang ke Havana, membantu Spanyol bertempur melawan Inggris. Pada 19
Mei 1708, Daeng Ruru tewas: entah karena masalah kehormatan atau perkara utang
judi.
Lain lagi cerita, Daeng Tulolo alias Louis Dauphin Makassar. Ada kisah aneh
tentangnya, seperti diungkapkan kamus Moreri: Salah satu dari kedua bersaudara
itu tewas ketika mengabdi kepada raja. Dia yang bertahan hidup, setelah
mengetahui kematian sepupunya, pulang dari Perancis untuk mengambilalih takhta
nenek moyangnya dan raja mengijinkan naik kapal.
Ia terlihat amat tekun menjalankan agama Katholik dan bahkan sebelum
meninggalkan Perancis, ia membuat suatu gambar yang sepertinya dipersembahkan
untuk perawan suci, Maria. Ia mendirikan ordo yang disebut 'Bintang'. Para
satria dalam ordo itu harus mengenakan pita putih yang diletakkan di bawah
perlindungan Bunda Maria. Gambar itu diletakkan dalam gereja Notre Dame, tapi
beberapa tahun kemudian gambar itu diturunkan setelah orang tahu kalau pangeran
itu telah memeluk agama nenek moyangnya, Islam, dengan alasan poligami.'
Kenaikan pangkat Daeng Tullolo lebih lambat dari abangnya. Ia lulus sekolah
angkatan laut pada 18 Mei 1699 tetapi menunggu 13 tahun sebelum jadi letnan muda
pada usia 38 tahun. Pangkat itu disandangnya seumur hidup.
Ia sempat bertugas di kapal India. Ketika ia meninggal di Bres 30 November 1736
pada usia 62 tahun, ia dibawa ke gereja Carmes di kota itu untuk disemayamkan
dengan dihadiri beberapa perwira angkatan laut. Ia dikubur dalam gereja Louis de
Brest. Jenazahnya hancur ketika terjadi pemboman saat perang dunia II.
[ Last edited by amazed at 11-4-2009 21:23 ] |
Rate
-
1
View Rating Log
-
|
|
|
|
|
|
|
Bugis Di Siam dan Perancis ? |
|
|
|
|
|
|
|
Jarang dengar Kisah Orang Bugis kat Siam |
|
|
|
|
|
|
|
Jarang dengar Kisah Orang Bugis kat Siam
HangPC2 Post at 7-11-2009 10:19 
Ada, depa ni dipanggil Makassarn (Makassar). Depa pon ada terlibat dengan Kedah seingat aku, masa jadi perang saudara. |
|
|
|
|
|
|
|
Inilah padahnya menawarkan khidmat kepada kerajaan kafir yang sering memusuhi jiran islam mereka di selatan.
Satu penghijrahan yang tak diberkati Allah.
Semua mati katak saja akhirnya.
Daripada diaspora bangsa makassar yang berlaku setelah negara mereka ditewaskan gabungan voc dan bugis, hanya kumpulan ini saja yang menawarkan khidmat ketenteraan kepada sebuah kerajaa kafir. Selebihnya berjuang untuk menentang musuh islam. Ada yang bersekutu dengan Trunojoyo menentang mataram . Pihak mataram pula dibantu voc dan bugis. Ada juga yang berperang di Lombok menentang penjajahan hindu bali.
Daripada satu dokumen yang saya pernah baca sedekad lalu, ada pula satu kumpulan yang berlayar ke utara Sulawesi dan membantu suatu bangsa beragama islam mempertahankan diri dari serangan lanun selatan filipina. Salah seorang dari mereka ialah moyang kepada mantan presiden Indonesia, BJ habibie. |
Rate
-
1
View Rating Log
-
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by BotakChinPeng at 9-11-2009 00:06
Tahun 1658 - 1659 Phra Narai, raja Siam tercatat memberikan daerah
pengungsian bagi 773 orang Minangkabau yang berasal dari Sumatra Barat
dan berikutnya pada Tahun 1664, 250 orang (pria, wanita dan anak-anak)
tiba dari Makassar dan diberikan hak dan membangun komunitas
perkampungan bersebelahan dengan orang-orang Melayu yang sudah lebih
dulu menetap.
esso Post at 10-4-2009 08:14 
Agak sukar untuk percaya ada masyarakat melayu yang menetap disekitar ibukota siam dan memegang peranan ketenteraan seperti pendatang Makassar.Barangkali melayu yang dimaksudkan sebenarnya adalah 773 orang minangkabau ini dan telah disalah anggap oleh penulis sebagai bangsa melayu.
Satu lagi persoalan ialah : bagaimana pula dengan penduduk muslim lain yang dikatakan terlibat dalam konspirasi itu ? Adakah mereka semua telah meminta pengampunan dan diampunkan raja siam? |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by BotakChinPeng at 9-11-2009 00:06
Agak sukar untuk percaya ada masyarakat melayu yang menetap disekitar ibukota siam dan memegang peranan ketenteraan seperti pendatang Makassar.B ...
BotakChinPeng Post at 8-11-2009 07:04 
bukankah minangkabau itu jugak melayu? |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by BotakChinPeng at 9-11-2009 00:06
Agak sukar untuk percaya ada masyarakat melayu yang menetap disekitar ibukota siam dan memegang peranan ketenteraan seperti pendatang Makassar.B ...
BotakChinPeng Post at 9-11-2009 00:04 
Kat Kota Ayutthaya banyak Orang Islam dari Pelbagai Agama Dan Mazhab Majoriti Dari Mazhab Syiah....
Ada Datang Dari Parsi, India (Mughal)...... |
|
|
|
|
|
|
|
Kisah Revolusi & Perlawanan Orang Bugis-Makassar di Thailand
Dari Revolusi Makassar ke "Kaus Merah"
Kompas; Senin, 24 Mei 2010
Perlawanan militer di Kerajaan Thailand memiliki sejarah panjang. Terkait dengan Kepulauan Nusantara, di zaman Raja Phra Narai saat ibu kota ada di Ayuthaya (Ayodya), terjadi pemberontakan yang dimotori Daeng Mangalle.
Daeng Mangalle tiba tahun 1664 dari Makassar sebagai pelarian bersama 250 pengikut. Raja Phra Narai menampung Daeng Mangalle, seperti umumnya para bangsawan asal Bugis-Makassar segera membuktikan kepiawaian sebagai prajurit profesional di Asia Tenggara. Kala itu banyak prajurit Bugis-Makassar bertugas di kerajaan ataupun kongsi dagang barat, termasuk Serikat Dagang Hindia Timur Belanda (VOC).
Kekuatan Daeng Mangalle dkk akhirnya berbenturan dengan Konstantin Hierarchy (ada yang menyebut sebagai Konstantin Fhaulkon), orang Yunani mantan pegawai Serikat Dagang Hindia Timur Inggris (EIC) yang menjadi penasihat Raja Phra Narai. Terjadilah pemberontakan Makassar pada akhir 1686 antara koalisi Daeng Mangalle, pangeran lokal, pemukim Champa, Melayu, dan Persia melawan pasukan Kerajaan Siam yang dibantu serdadu Eropa.
Claude de Forbin, pelaut Perancis sebagaimana dikutip dari buku Orang Indonesia dan Orang Prancis karya Bernard d'Orleans terbitan Kepustakaan Populer Gramedia, mencatat, ribuan prajurit Siam dan Eropa tewas untuk menumpas ratusan prajurit Makassar. Daeng Mangalle akhirnya dikalahkan, tapi keberanian mereka dikenang orang.
Dewasa ini, di satu sudut Kota Bangkok ada distrik bernama Makassan yang konon diilhami dari kehadiran warga Sulawesi Selatan di Siam pada abad ke-17.
Rangkaian kudeta
Selanjutnya, Kerajaan Siam berpindah dari Ayuthaya ke Khrung Thep (Kota Malaikat) alias Bangkok. Semasa era Chakri (wangsa Raja Bhumibol Adulyadej) serangkaian kudeta militer terjadi pada abad ke-20.
Kudeta pertama terjadi tanggal 24 Juni 1932 dipimpin sejumlah elite militer yang juga berdarah bangsawan.
Kudeta ini menciptakan sistem Monarki Konstitusi. Salah satu keluarga bangsawan yang tersisih diketahui menyingkir ke Hindia Belanda. Mereka tinggal di Cipaganti, Bandung. Jubir Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengakui ada keluarga korban kudeta Siam tahun 1930-an yang bermukim di Indonesia turun-temurun.
Litbang Kompas mencatat, kudeta berikut terjadi pada Februari dan Juni 1949 dimotori angkatan laut. Siam berganti nama menjadi Thailand pada era Perdana Menteri Pibul Songkram. Kudeta itu paling berdarah, hampir 1.000 orang tewas.
Situasi politik relatif aman hingga kudeta mengguncang tanggal 14 Oktober 1973. Selang tiga tahun, Oktober 1976, militer melancarkan kudeta dipimpin Jenderal Kriangsak Chommanand. Kurang setahun, pemerintah kembali dikudeta 20 Oktober 1977.
Di tahun 1981, Wakil Panglima Angkatan Darat Jenderal Sant Chitpatima berusaha menggulingkan PM Jenderal Prem Tinsulanonda. Kudeta itu digagalkan dalam waktu 55 jam.
Pemerintahan Prem kembali diguncang kudeta yang gagal tahun 1985, tapi memakan korban empat orang tewas dan 59 orang luka-luka.
Pada 23 Februari 1991, militer dipimpin Panglima Militer Jenderal Sunthorn Kongsompong menggulingkan PM Chatichai Choonhavan.
Kudeta terakhir dilancarkan pada 20 September 2006 oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Sonthi Boonyaratglin terhadap PM Thaksin Shinawatra. Kudeta pertama dalam 15 tahun ini terjadi setelah krisis panjang.
Kudeta dijawab dengan aksi unjuk rasa ribuan massa yang memakai kaus merah, menentang PM Abhisit Vejjajiva. Kelompok ”Kaus Merah” memiliki motor ribuan pria berkaus hitam (boys in black) yang oleh harian Bangkok Post tanggal 25 April 2010 disebut sebagai mantan Ranger (pasukan khusus).
(Iwan Santosa)
Source: Kompas; 24 Mei 2010 |
Rate
-
1
View Rating Log
-
|
|
|
|
|
|
|
masa bugis kat siam tu, raja siam islam ker?
daeng di perancis tu mati sbg islam atau x?
aku penah tebaca kat eropah ada bangsawan asal dari bugis..
kat Msia ni bugis cam arwah ibrahim yakob dan beberapa kesultanan lain. |
|
|
|
|
|
|
|
Kudeta dijawab dengan aksi unjuk rasa ribuan massa yang memakai kaus merah, menentang PM Abhisit Vejjajiva.
เชยโยทักษิณมึงมีบํารุงกุ!!!  |
|
|
|
|
|
|
|
Adakah Daeng Mengalle ni sama dengan Palurang Daeng Alle dlm novel " Sudara" karya sasterawan negara Arena Wati?... |
|
|
|
|
|
|
|
Kat Kota Ayutthaya banyak Orang Islam dari Pelbagai Agama Dan Mazhab Majoriti Dari Mazhab Syia ...
HangPC2 Post at 9-11-2009 14:48 
Kerajaan Perlak pada zaman silam Aceh juga adalah syiah... |
|
|
|
|
|
|
|
Reply 1# esso
Benarkah 'makassarn' adalah Bugis...
Di Sulawesi Selatan suku Bugis dan suku Makassar adalah 2 kelompok yang berbeza walaupun banyak persamaan sebagai contoh title Daeng turut digunakan oleh suku Makassar dan Bugis...
p/s Arena Wati adalah orang Makassar bukan Bugis...aku Bugis+Banjar(nk jugak) |
|
|
|
|
|
|
|
Reply 13# nobito
Ini penjelasannya agar paham suku-suku yang ada di Sulawesi Selatan ...
1. Suku Bugis

Suku Bugis merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan. Di samping suku asli, orang-orang Melayu dan Minangkabau yang merantau dari Sumatera ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di kerajaan Gowa, juga dikategorikan sebagai orang Bugis. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak 6 juta jiwa. Kini suku Bugis menyebar pula di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, bahkan hingga manca negara. Bugis merupakan salah satu suku yang taat dalam mengamalkan ajaran Islam.
2. Suku Makassar

Suku Makassar adalah nama etnis yang mendiami pesisir selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkassara' berarti Mereka yang Bersifat Terbuka.
Etnis Makassar ini adalah etnis yang berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah, gemar berperang dan jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14 sampai 17, dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, kalimantan bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara. Mereka menjalin Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan seluruh kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis). Kerajaan ini juga menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adudomba Belanda terhadap Kerajaan taklukannya.
Berbicara tentang Makassar maka adalah identik pula dengan suku Bugis yang serumpun. Istilah Bugis dan Makassar adalah istilah yang diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah kedua etnis ini. Hingga pada akhirnya kejatuhan Kerajaan Makassar pada Belanda, segala potensi dimatikan, mengingat Suku ini terkenal sangat keras menentang Belanda. Dimanapun mereka bertemu Belanda, pasti diperanginya. Beberapa tokoh sentral Gowa yang menolak menyerah seperti Karaeng Galesong, hijrah ke Tanah Jawa memerangi Belanda disana. Bersama armada lautnya yang perkasa, memerangi setiap kapal Belanda yang mereka temui.
Daerah-daerah suku Makassar meliputi Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba (sebagian), Kabupaten Sinjai (bagian perbatasan Kab Gowa)Kabupaten Maros (sebagian) Kabupaten Pangkep (sebagian), Kota Makassar.
3. Suku Toraja

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan", sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah barat". Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang-orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja. Kata Tana berarti 'negeri', sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan nama Tana Toraja.
Wilayah Tana Toraja juga digelari Tondok Lili'na Lapongan Bulan Tana Matari'allo, dengan arti harfiahnya "Negeri yang bulat seperti Bulan dan Matahari". Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (etnis Toraja).
4. Suku Konjo

Suku Konjo sebagian besar tinggal di Kabupaten Bulukumba, kurang lebih 209 km dari Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan. Suku Konjo mendiami 4 Kecamatan (Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Bontobahari dan Kecamatan Herlang), yang kesemuanya berada di wilayah bagian Timur Kabupaten Bulukumba.
Orang Konjo membangun kapal layar pinisi yang biasanya dikira dibuat oleh suku Bugis dan suku Makassar.
Nama lain suku ini adalah Kajang - merupakan perkampungan tradisional khas suku Konjo. Di daerah ini terdapat hutan lindung yang memasuki tempat sakral ini, para pelancong atau pendatang yang akan masuk ke wilayah ini harus memakai pakaian serba hitam. Selain di Bulukumba Suku Konjo juga mendiami wilayah Kabupaten Sinjai (yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba bagian Utara) dan Kabupaten Barru (beberapa Desa di Kecamatan Pujananting).
5. Suku Bentong

Suku Bentong adalah sebuah suku yang berdiam di wilayah desa Bulo-Bulo, kecamatan Pujananting, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Nama suku Bentong diperoleh karena suku ini menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Barru sebagai komunitas Bugis, yaitu menggunakan perpaduan dari beberapa bahasa daerah yang ada di Sulawesi selatan yaitu Makassar, Konjo, Bugis dan Mandar. Bentong sendiri dalam bahasa Indonesia dapat diartikan "cadel".
6. Suku Massenrempulu

Suku ini sebagian besar berada diwilayah Kabupaten Enrekang. Massenrempulu berarti daerah Pinggiran Gunung atau menyusur gunung, sedangkan Enrekang berasal dari nama "Endeg" yang artinya "naik dari atau Panjat" dan dari sinilah asal mulanya sebutan ENDEKAN. Sedangkan versi lain mengatakan bahwa kata ENREKANG berasal dari bahasa Bugis yang berarti daerah Pegunungan. Sudah jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit sambung menyambung mengambil ± 85 % dari seluruh luas wilayah tersebut. |
|
|
|
|
|
|
|
Reply nobito
Ini penjelasannya agar paham suku-suku yang ada di Sulawesi Selatan ...
1. Suku ...
jf_pratama Post at 27-5-2010 23:51 
Berdasarkan gambar tu memang ada persamaan dari segi pakaian di antara suku Makassar dan suku Bugis dimana perempuan memakai baju Bodo dan si lelaki memakai kain sarung...
Sebagai kesimpulan Makassarn adalah suku Bugis(termasuk suku Makassar)... |
|
|
|
|
|
|
| |
|