CariDotMy

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 10880|Reply: 6

Ironi "Pelacur Suci" dalam Prostitutes of God" VIDEO.

[Copy link]
Post time 25-5-2014 04:22 PM | Show all posts |Read mode
Devadasi (The Independent)






Jakarta (ANTARA News) - Mantan wartawan The Independent, Sarah Harris, membuat film dokumenter tentang para pelacur kuil di India, Devadasi, yang adalah gadis-gadis muda yang dipersembahkan sejak kecil kepada satu dewa Hindu, namun mereka menjalani profesi pekerja seks itu untuk menyokong kehidupan keluarga mereka.

Bagian pertama dari empat seri film dokumenter "Prostitutes of God" yang secara eksklusif disiarkan online itu, telah ditayangkan VBS.tv Senin lalu.

Harris mengungkapkan proses pembuatan film itu kepada The Independent Online:

"Pertama kali saya pergi ke India setelah saya keluar dari The Independent tiga tahun lalu. Saya ingin melarikan diri dan melakukan sesuatu yang benar-benar berbeda, makanya saya menjadi relawan pada sebuah yayasan amal di India selatan yang membantu korban-korban perdagangan seks.

Di hari pertama di sana, saya tersandung dalam sebuah pertemuan para pelacur Devadasi. Saya telah diberi tahu bahwa mereka ini adalah para pelacur kuil, tapi saat itu saya tak tahu apa artinya.

Saya mulai menelitinya dan pada Februari 2008 diundang ke Karnataka utara, yang adalah pusat kehidupan tradisional di India. Saya mewawancarai sejumlah wanita dan menulis sebuah artikel mengenai hal itu untuk majalah 'Vice.' Saya kerap menyambanginya dan saya ingin mendapat keterangan lebih mengenainya."

Manakala Anda mendekati seorang gadis Devadasi untuk wawancara, tanggapan mereka beragam.

Ada banyak sekali macam perempuan. Seorang perempuan germo di Mumbai akan sangat bangga membicarakan apa yang dia kerjakan. Namun pada masyarakat pedesaan yang miskin seperti Karnatakar, perempuan-perempuan pekerja seks lebih sulit diajak bicara. Para perempuan muda ini dikucilkan dan mereka diperas untuk apa yang mereka kerjakan. Mereka berharap bisa menikah, tapi mereka tidak bisa dan berada di penjara mengerikan.

Satu-satunya hal yang berubah sejak praktik Devadasi dinyatakan ilegal pada 1998, adalah seremoni mengenai hal itu yang diselenggarakan secara rahasia. Faktanya ini adalah kebiasaan yang umum dilakukan di sejumlah daerah di India.

Orang asing memang tidak akan tahu bahwa gadis-gadis itu adalah Devadasi, namun orang India tahu sekali siapa mereka dan apa yang mereka kerjakan. Praktik ini sungguh karena kasta.

Kasta adalah masalah yang masih demikian pelik di India.

Pemahaman saya mengenai hal ini adalah orisinil. Tradisi Davadasi pertama kali muncul dari para perempuan yang didedikasikan untuk praktik ini adalah berasal dari kasta tinggi, bahkan dari keluarga kerajaan.

Mereka menempati sebuah tempat paling spesial dalam kebudayaan India. Mereka ini adalah para penari yang luar biasa, pujangga, dan seniman.

Mereka memanggul peran relijius yang istimewa untuk dimainkan dalam kuil yang mengadakan berbagai ritus relijius suci. Mereka hampir seperti biarawati dan sama sekali tak ada kaitannya dengan seks. Mereka lebih berlaku sebagai para pendeta wanita.

Film dokumenter ini memperlihatkan betapa tradisi itu telah tergerus selama berabad-abad, khususnya pada abad 19 manakala para misionaris Kristen datang. Devadasi menjadi tidak lagi menjadi perhatian.

Saat ini tradisi itu malah lebih dikaitkan dengan kasta-kasta rendah India.

Gadis-gadis dari kasta Madiga yang dikenal sebagai kasta yang tak bisa disentuh, malah prospek hidupnya menjadi begitu terbatas.

Mereka ini kini menjadi buruh tani, penagih utang atau pelacur. Karena pelacuran itu sangat menguntungkan, banyak perempuan dari kasta Madiga bekerja sebagai pekerja seks.

Sejumlah gadis dipersembahkan kepada dewi-dewi Hindu di usia dua atau tiga tahun.

Mereka belum benar-benar masuk dalam pekerjaaan seks sampai mereka mencapai pubertasnya sekitar umur 12 tahun.

Gadis-gadis yang paling berisiko dipersembahkan untuk dewa akan tumbuh dalam masyarakat Davadasi yang matriarki.

Tak ada seorang pun pria diantara mereka. Mereka tidak memiliki ayah. Maka itu, mereka disebut-sebut bukan berasal dari keluarga normal karena mereka tidak memiliki ayah.

Gadis-gadis itu mungkin tidak pernah benar-benar mengerti profesi seksnya sampai mereka kenal dengan istilah "malam pertama."

Itulah saat di mana keperawanan mereka dijual ke pria setempat, biasanya pria yang menawar harga tertinggilah yang mendapatkan keperawanan mereka.

Pria-pria ini mungkin saja petani setempat, tuan tanah atau pengusaha. Beberapa dari gadis-gadis itu berkata, "Saya didedikasikan untuk dewa dewi, tapi saya tidak tahu ternyata inilah yang terjadi."

Ketika pertama kali ke India saya mengira perempuan-perempuan ini merasa diri terhormat menjadi seorang Devadasi, karena praktik ini dilakukan demi ketaatan kepada agama.

Seksualitas dan keilahian itu sangat erat bertemali dalam keyakinan Hindu. Agama itu begitu bersambungan dengan seksualitas dan kecantikan. Tapi saya pikir kini hanya tersisa sedikit pertalian di antara itu semua. Kebanyakan wanita yang kami ajak bicara bahkan sama sekali tidak menyebut praktiknya sebagai bukti ketaatan kepada agama. Mereka tak lebih menganggapnya bisnis belaka.

HIV sangat mewabah dalam komunitas itu. Penerjemah kami yang berhubungan sangat dekat dengan komunitas-komunitas itu, menggambarkan HIV tumbuh menjamur.

Segera setelah sang perempuan terinfeksi HIV, maka seluruh anggota keluarganya ikut tertular. Semua pria yang tidur dengannya segera tertular. Kemudian lelaki-lelaki hidung belang ini menularkannya ke istri-istri mereka.

Sangat sulit mencegah penyebaran penyakit berbahaya itu karena banyak yang tidak mengerti apa yang terjadi pada mereka.

Ada pengabaian yang luar biasa mengenai bahaya AIDS dan HIV pada masyarakat-masyarakat seperti itu. Selain itu ada stigma luas terhadap penggunaan kondom.

Orang-orang yang meninggal dunia karena penyakit yang berhubungan dengan HIV mereka sebut "mati karena demam.”

Orang-orang yang tertular kerap tak terdiagnosis. Selain itu ada kesenjangan yang sangat lebar. Salah satu kota yang kami kunjungi memiliki satu LSM besar yang mengampanyekan hak-hak pekerja seks, mendistribusikan kondom dan menggelar pendidikan seks, sehingga para Devadasi memahami bahaya penyakit itu.

Sangat sulit bagi gadis-gadis itu meninggalkan profesinya. Anda melihat kelompok-kelompok beranggotakan mantan Devadasi berubah menjadi aktivis sosial berkampanye menentang tradisi tersebut. Itu salah satu jalan keluar.

Kelompok lainnya menjadi pendidik atau pekerja sosial. Ada kemajuan besar untuk mencoba dan menghentikan tradisi itu, dan ide itu datang dari kalangan arus bawah, yaitu para perempuan mantan Devadasi.

Hidup di kehidupan normal di India setelah menjadi pelacur Devadasi adalah amat sangat sulit karena mereka dianggap barang rusak.

Di India perkawinan adalah segalanya. Jika ada informasi bahwa seorang gadis melakukan hubungan seks sebelum menikah, maka si gadis akan dikucilkan dari masyarakat.

Di beberapa desa, perempuan dirajam sampai mati karena melanggar aturan susila itu. Jadi adalah sangat sulit bagi mereka untuk menata lagi hidupnya. (*)

Matilda Battersby dalam The Independent/Yudha Pratama/Jafar Sidik
Penerjemah: Yudha Pratama Jaya
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2010


Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 25-5-2014 04:26 PM | Show all posts
Devadasi, Prostitusi Sakral Untuk Dewa

Dear Dad dan KoKiers semua, pertama kali aku mendengar/membaca tentang Devadasi yaitu sekitar beberapa bulan yang lalu melalui sebuah artikel di situs berita The Guardian. Sebenarnya saat itu juga aku kepengin menuliskannya tapi entah kenapa sampai sekarang niat itu baru kesampaian.

KoKiers, setelah membaca berbagai artikel sehubungan dengan makna devadasi maka aku berkesimpulan bahwa devadasi adalah suatu kata yang mengalamani penurunan makna (peyorasi), kalau boleh aku menggunakan istilah tersebut. Secara harafiah makna dari kata devadasi itu adalah God’s (Dev) female servant(dasi), pelayan wanitanya dewa.

Menurut adat India kuno, anak- anak gadis sebelum memasuki usia puber itu “dinikahkan” atau “dipersembahkan” dalam suatu pernikahan dengan dewa-dewa di kuil desanya. Jadi pada dasarnya mereka dinikahkan dengan kuil, maka dari itu gadis-gadis ini selamanya tidak diperkenankan untuk menikah.

Seperti halnya geisha dalam tradisi Jepang, para wanita ini pada dasarnya adalah artis (seniman). Mereka ini pandai menyanyi, menari dan bermain sandiwara, bahkan ada pula yang menjadi penasehat politik. Sebagian daripadanya kemudian juga memberikan layanan seksual kapada para pendeta, penghuni kuil lainnya dan juga para Zamindars (tuan tanah). Mereka percaya bahwa apa mereka lakukan ini adalah merupakan salah satu bentuk dari pengabdian kepada para dewa.


               A photograph of two Devadasis taken in 1920s in Tamilnadu, South India
               Source: wikipedia


Menurut pengakuan seorang devadasi, dengan keahlian mereka itu maka mereka bisa hidup secara mandiri tanpa memerlukan seorang suami untuk mencukupi kebutu*an hidupnya. Banyak diantaranya bisa hidup serba berkecukupan bahkan bisa dibilang makmur. Pendapat lain mengatakan bahwa sistem devadasi ini tidak lain hanyalah merupakan suatu produk dari persengkokolan antara kaum feodal dan para pendeta (Brahmins, Brahmana) untuk mengontrol masyarakat dan mengeksploitasi mereka yang  berkasta rendah.

Dengan menggunakan pengaruh agama dan ideologinya atas kaum petani maka para pendeta itu merekayasa suatu cara untuk melegalisir prostitusi dari sudut pandang agama. Antara lain yaitu dengan menciptakan cerita-cerita legenda seperti Legenda Renuka atau Yallama, legenda Renukamba, dan legenda Kandhoba. Gadis-gadis dari golongan miskin dan berkasta rendah (Dalit) pada mulanya dijual dalam suatu lelang tertutup dan kemudian dipersembahkan ke dalam kuil. Dari situlah maka praktek prostitusi itu bermula .

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kehidupan sosial masyarakat India itu terbagi dalam empat kelompok golongan (kasta). Pembagian empat kasta ini berdasarkan atas Manu Sashtra (Hukum Manu) yang sudah berusia sekitar 4000 tahun. Sekedar mengingatkan, keempat kasta tersebut adalah:

  • Kasta Brahmin ( Brahmana) yaitu kastanya para pendeta yang dianggap paling suci
  • Kasta Kshatrya: kasta para penguasa dan ksatria
  • Kasta Vaisya: para pedagang
  • Kasta Sudra: kasta terendah yang takdirnya melayani ketiga kasta diatasnya

Selain keempat kasta tersebut di atas di India ada lagi golongan masyarakat yang disebut sebagai The Untouchable. Lapisan masyarakat terendah ini dianggap paling hina dan kotor sehingga dianggap tidak layak untuk dimasukkan ke dalam sistem kasta.

Golongan The Untouchable tidak diperkenankan untuk berjalan di jalur yang sama dengan mereka yang berkasta. Tidak diperkenankan mengambil air di sumur yang sama dengan kasta lainnya bahkan untuk berbicara pun tidak diperkenankan. Mereka kemudian menamakan diri mereka sebagai Dalit yang berartibroken people.

Praktek devadasi ini umumnya dilakukan di wilayah India bagian selatan khususnya daerah Maharashtra, Andhar Pradesh, Tamil Nadu, dan Karnataka. Dengan berjalannya waktu, praktek devadasi ini dinilai oleh sekelompok masyarakat sebagai salah satu bentuk dari prostitusi yang mana para wanita yang terlibat di dalamnya tidak lain hanyalah budak-budak nafsu. Sementara sebagian lagi masih mempercayai bahwa praktek ini justru membebaskan wanita dari segala bentuk larangan moral dan dominasi kaum pria yang lazim di dalam masyarakat India.

Pergeseran makna dari devadasi terjadi dengan kedatangan British Empire ke India. Pada masa itu, praktek ini dinilai sebagai suatu prostitusi, nothing more nothing less, sehingga seringkali dilakukan razia penangkapan bahkan kemudian para pelakunya dijatuhi sanksi hukuman. Demikian juga segala bentuk institusi yang melindungi hak dan keberadaannya pun dihancurkan sehingga membuat posisi mereka semakin melemah. Sejak itulah maka devadasi menjadi bersinonim dengan satu kata saja yaitu prostitusi.

Devadasi juga memiliki sebutan yang berlainan dari satu daerah ke daerah lainnya. Misalnya saja di daerah Andhra Pradesh mereka disebut dengan Jogini, sementara di tempat lain seperti Maharashtra sebutan mereka adalah Muralis. Di Kerala, mereka dikenal dengan nama Maharis, Natis di Assam dan Basavi di Karnataka. Sedangkan di Goa sebutan mereka adalah Bhavanis, Thevardiyar di Tamil Nadu, dan lain sebagainya.

Di daerah Kamataka, devadasi yang berusia lanjut disebut dengan Jogati sedangkan yang masih muda disebut Basavi. Kata “Basavi” itu sendiri merujuk pada bentuk feminine dari kata “Basava” yang berarti seekor banteng yang dengan bebas menelusuri pedesaan.

Adapun ciri khas untuk membedakan para jogini dengan wanita pada umumnya adalah kalung panjang berhiaskan imej Dewi Yellama, juga gelang kaki yang terbuat dari copper (tembaga) yang mereka kenakan.

Sebenarnya pemerintah India telah berusaha untuk menghentikan praktek devadasi ini yaitu dengan mengeluarkan undang-undang Bombay Devadasi Act pada tahun 1934. Undang-undang ini kemudian diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Devdasi (Prevention od dedication) Madras Act pada tahun 1947,Karnataka Devdasi (Prohibition of dedication) Act 1982 dan Andhra Pradesh Devdasi Act, pada tahun 1988. Isi dari Karnataka Devdasi act itu antara lain sebagai berikut:

  • Siapapun yang terbukti bersalah membantu seorang anak gadis untuk menjadi seorang Devadasi ataupun sekedar menghadiri upacaranya akan dikenakan hukuman penjara selama tiga tahun serta membayar denda maksimum sebesar 2.000 rupee.
  • Orang tua dan sanak saudaranya akan dikenakan denda maksimum sebesar 5.000 rupee per orang jika mereka dinyatakan bersalah telah membujuk si gadis untuk dipersembahkan.

Meskipun demikian, undang-undang tersebut tidak bisa menghentikan praktek devadasi yang sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah. Berdasarkan laporan dari National Commission for Women ( NCW), di Maharastra dan Karnataka, tercatat sekitar 250.000 gadis muda dari golongan Dalit yang telah “dipersembahkan” ke kuil oleh orangtua mereka. Tidak perlu dipertanyakan lagi penyebabnya yaitu tidak lain adalah kemiskinan yang membuat para orang tua ini memilih untuk menjadikan anak gadisnya sebagai devadasi.


                  Source: India Daily

Selain itu juga ada beberapa sebab yang membuat praktek ini sulit untuk dihentikan yaitu :

  • Devadasi sebagai pengganti korban manusia sebagai persembahan untuk menyenangkan para dewa dan dewi demi mendapatkan berkah untuk masyarakat pada umumnya.
  • Sebagai ritual untuk kesuburan tanah juga pertumbuhan jumlah populasi manusia dan hewan.
  • Sebagai bagian dari penyembahan lingga(phallus, disimbolkan dengan penis yang sedang berereksi) yang sudah ada di dalam kepercayaan masyarakat India sejak jaman Dravida.
  • Mungkin dipercayai sebagai prostitusi sakral yang tumbuh dari adat memberikan layanan seksual kepada orang asing.
  • Menciptakan adat yang mana memungkinkan eksploitasi golongan kasta rendah oleh kasta yang lebih tinggi.

Menurut pendapatku, adalah tidak mungkin untuk memberantas segala macam bentuk prostitusi di dalam masyarakat apapun juga. Apalagi jika kasusnya seperti devadasi yang awalnya terjadi karena latar belakang kepercayaan agama. Dan selama kemiskinan belum teratasi, maka profesi ini akan terus eksis di manapun juga. Maka dari itu program penyuluhan safe sex justru akan lebih bermanfaat dan akan menyelamatkan banyak jiwa dari HIV, unwanted pregnancies dan juga bahaya STDs (sexually transmited deseases) atau penyakit kelamin.


Ciao Ciao,
Margharita

Tulisan ini diambil dari berbagai sumber



Reply

Use magic Report

Post time 26-5-2014 11:08 AM | Show all posts
pelik-pelik je
Reply

Use magic Report

Post time 26-5-2014 12:22 PM | Show all posts
Pelik budaya mereka ni
Reply

Use magic Report

Post time 26-5-2014 12:32 PM | Show all posts
kesian budak gambar akhir tu
sayu je muka dia
Reply

Use magic Report

Post time 26-5-2014 03:20 PM | Show all posts
kesian masyarakat dipendlman
diperbodohkan oleh kasta atasan
Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 26-5-2014 03:44 PM | Show all posts
tak paham artikel..
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

1-3-2025 10:49 PM GMT+8 , Processed in 0.072333 second(s), 18 queries , Gzip On, Redis On.

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list