CariDotMy

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

View: 4639|Reply: 9

JERISALEM:Org Armenia Memperingati Pembunuhan Kejam 1.5juta Oleh Bani Osmaniah.

[Copy link]
Post time 29-4-2014 05:35 PM | Show all posts |Read mode
The Armenian community commemorates the 99th anniversary
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





01/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





02/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





03/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





04/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





05/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





06/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





07/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.





08/08
Caption
The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.






The Armenian community commemorates the 99th anniversary of the Armenian genocide perpetrated by the Ottomans in World War I against the Christians of Anatolia. The Armenians claim 1.5 million victims. Turkey denies responsibility.

Submitted byMahmoud illeanJerusalem, Palestinian Territory, Middle East
+ More stories from Mahmoud illean






Last edited by abgsedapmalam on 29-4-2014 05:49 PM

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 29-4-2014 05:37 PM | Show all posts
ARMENIAN GENOCIDE – SEJARAH YANG TERLUPAKAN[size=0.85em]Oleh : Deddy Sukanta Ginting




Tanggal 24 April 1915. Sebuah episode gelap bagi bangsa Armenia. Mereka dipaksa atau terpaksa eksodus, meninggalkan tanah kelahirannya dan menyebar ke 195 negara hingga kini. Imperium Utsmani yang berkuasa sekitar tahun 1300 – 1923 mencaplok sebagian wilayah Armenia. Ustmani Turki memulainya dengan pertempuran di Sisilia tahun 1071.

Genosida 1915

Sejak itu, Utsmani Turki menjajah dan berupaya melakukan “pembersihan” etnik Armenia. Tahun-tahun operasi pembersihan etnik ini terbentang antara 1894 – 1922. Pada tahun 1914, imperium Utsmani Turki mengeluarkan semacam ketentuan. Seluruh laki-laki Armenia yang berusia antara 18 – 60 tahun dimobilisasi, untuk menghadapi perang dunia I.

Mereka dijadikan pasukan tanpa senjata, kemudian dibantai oleh tentara Turki atau komandan mereka sendiri. Puncak genosida itu terjadi pada tanggal 24 April 1915. Kementerian dalam negeri Utsmani Turki memerintahkan untuk menahan pemimpin politik Armenia. Mereka yang dicurigai berkhianat (ribuan orang) dibantai tanpa proses peradilan. Sisanya di deportasi ke Eufrat dan kota Damaskus.

Kondisi waktu itu semakin memburuk. Anak-anak dan wanita ditelantarkan tanpa air dan pangan di gurun pasir. Mereka dibiarkan mati oleh kebiadaban tentara Turki dan orang Kurdi. Penderitaan yang mereka alami luar biasa. Orang Armenia menyebutnya dengan istilah “Golgotha”. Wanita diperkosa dan dibunuh, laki-laki dibantai secara massal. Sisanya mati karena kelaparan, penyakit dan bunuh diri.

Lalu, berapa jumlah korban dalam episode berdarah ini? Perkiraan jumlah korban pembantaian sekitar 1,5 juta rakyat Armenia. Daerah pembantaian meliputi Armenia (Assyiria) di tenggara Turki (Mesopotamia kuno). Anak-anak pun tak luput dari pembantaian itu. Bocah perempuan dijual dan dipaksa menikah dengan orang Kurdi. Yang lainnya kerja paksa membangun rel kereta api, menggali dan memecah batu gunung Tarsus.

Pertanyaannya adalah mengapa sejarah itu kemudian sepertinya dilupakan? Padahal bagi bangsa Armenia episode gelap sejarah itu akan terus diingat oleh rakyatnya. Banyak orang ingin mendapatkan kebenaran sejarah itu. Apa yang terjadi sesungguhnya? Karena belum banyak yang mengetahui tentang sejarah ini, termasuk media. Namun pihak Turki mencoba menutupi dan menyangkal fakta sejarah itu.

Perjuangan Armenia Untuk Keadilan

Perjuangan rakyat Armenia saat ini hanyalah untuk sebuah pengakuan. Dan berharap ditegakkannya keadilan. Harapan itu ternyata membentur batu karang. Penyidikan dilakukan tahun 1919 dan 1921. Terkuaklah rencana dan pelaksanaan operasi genosida itu. Pelaku genosida terbukti dan dinyatakan bersalah.. Namun karena tekanan kaum nasionalis Turki, seluruh proses penyidikan ini dihentikan. Pelaku genosida bebas dari hukuman.

Proses politik, kepentingan dan kekerdilan jiwa mengotori kebenaran sejarah itu. Inggris, juga melakukan penyangkalan (denial) demi aset-asetnya di Turki. Organisasi solidaritas Wales-Armenia berhasil meyakinkan anggota parlemen Inggris untuk Wales. Mereka menandatangani mosi pengakuan genosida Armenia ini. Dan menjadikan isu genosida Armenia menjadi salah satu agenda politik mereka.

Tidak hanya parlemen Inggris untuk Wales. Amerika pun mengakui genosida Armenia. Hal itu terwujud melalui keputusan Senat Amerika tahun 1997. Perancis pun menyusul tahun 2006 dengan menyetujui sebuah RUU. Yang mengatur pengenaan sanksi pidana dan denda kepada setiap orang yang membantah fakta genosida Armenia.

Lantas, bagaimana dengan kita? Berani atau maukah kita mengakuinya? Mengingat banyaknya sejarah gelap dan berdarah negeri kita. Misalnya saja, Kamis hitam 10 Oktober 1996 di Situbondo. Kasus Tanjung Priok, Talangsari, kerusuhan 27 Juli 1996 (kudatuli). Kerusuhan Mei 1998 dan tragedi Trisakti, Semanggi 1 dan 2, Munir dan banyak lagi. Beranikah kita menyuarakan kebenaran? Atau lebih buruk lagi menyangkal peristiwa historis yang mengguncang kemanusiaan itu.

Tidak ada alasan apapun bagi kita membiarkan kebenaran di kebiri sedemikian rupa. Sebagai manusia yang masih memiliki secercah belas kasih kita harus berani menyatakan kebenaran. Apalagi terhadap suatu peristiwa kemanusiaan yang begitu berkesan dan mendalam. Peristiwa yang mempengaruhi keberadaan kita sebagai individu, komunitas dan bagian masyarakat suatu bangsa. Kecuali jika nurani telah mati.

Eksistensi kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan membuat kita berbeda dengan mahluk lain. Akal dan pikiran, pengetahuan tentang yang jahat dan yang baik, seyogianya akan mendorong kita untuk melihat dan terus mencari kebenaran. Dengan dukungan bukti yang tidak terbantah dan terdokumentasi dengan baik.

Jadi, kita harus mengambil suatu sikap atau tindakan terhadap suatu peristiwa kemanusiaan. Peristiwa yang memang benar terjadi di depan mata kita. Walau terkadang membawa konsekuensi dan efek tertentu. Tujuannya adalah agar semua kembali ke tatanan idealnya. Bahwa benar adalah benar, dan salah adalah salah. Demi tegaknya keadilan bagi peradaban manusia dimuka bumi ini.


Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-4-2014 05:38 PM | Show all posts
Genosid Armenia[size=0.875em]Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.



Ethnic groups in the Balkans and Asia Minor as of early 20th Century (William R. Shepherd, Historical Atlas, 1911).



Genosid Armenia atau penghapusan etnik Armenia dilakukan oleh kerajaan Turki dari tahun 1915-1917 semasaEmpayar Turki Uthmaniyyah.
Kes ini dianggap sebagai 'Armenian Holocaust', 'Great Calamity' dan 'pembunuhan beramai-ramai Armenia' kerana melibatkan ratusan hingga ribuan dari 1.5 juta etnik Armenia. Kes ini dianggap sebagai penghapusan etnik yang pertama secara sistematik pada zaman moden ini. Diplomat 22 negara telah mengesahkan kes ini sebagai penghapusan etnik. Tetapi kerajaan Turki pada 12 Oktober 2007 menolak berlakunya penghapusan etnik Armenia ini.
Di bawah sistem undang-undang Uthmaniyyah, rakyat Armenia, Yunani, Yahudi dan lain-lain minoriti di Turki dilayan sebagai kaum kafir zimmi, satu layanan undang-undang yang berbeza dengan orang Islam. Sebagai kafir zimmi, mereka dikehendaki membayar cukai jizyah (cukai kepala) dan tidak diwajibkan menjadi tentera kerajaan Turki di medan perang. Mereka dilarang menggalas senjata di medan perang. Jihad iaitu berkorban nyawa di medan perang tidak menjadi kewajipan kepada rakyat yang tidak beragama Islam.
Pada 1914, terdapat 2 juta etnik Armenia dalam Empayar Uthmaniyyah. Etnik Armenia menjadi majoriti di timur Anatoliaterutama di sekitar Konstantinople. Hampir dua dekad ,mereka dilayan dengan kejam dan dibunuh.



Sebelum perang[sunting | sunting sumber]
Sultan Abdul Hamid II menggantung perlembagaan dan memulakan pemerintahan diktator. Akhir abad ke-19, iaitu antara 1894 hingga 1895 berlaku beberapa siri pembunuhan terhadap penganut Kristian di Asia Minor.
Pada 1908, kerajaan Turki Uthmaniah dikuasai oleh Turki Muda di bawah pimpinan Namik Kemal, Abdullah Cevdet, Ziya Gökalp dan lain-lain yang melakukanRevolusi Turki Muda. Turki Muda mahukan pemerintahan sekular dan mengamalkan penerintahan parlimen dan memulihkan perlembagaan. Pergerakan ini disambut penuh oleh golongan minoriti . Tetapi 1909 Sultan Abdul Hamid II mendapat kembali kuasa dengan menyeru slogan Islam. Beliau berjanji akan memulihkan institusi-institusi Islam, undang-undang Islam dan akan mengamalkan sistem khalifah. Ramai Armenia yang mejadi minoriti di Turki menyokong Turki Muda ini.
Akibatnya pada April 1909, berlakulah pembunuhan beramai-ramai etnik Armenia di wilayah Adana ( Pembunuhan Adana). Dianggarkan 30,000 orang telah dibunuh oleh regim Sultan Abdul Hamid II. Gerakan anti Armenia telah dilancarkan kerana menyokong Revolusi Turki Muda. Etnik Armenia ini menyokong revolusi kerana mereka dijanjikan akan diberi layanan sama rata seperti penganut Islam yang lain, akan diberi jawatan dan pekerjaan yang sama adil.
Selepas satu edaran, pada 14 April 1909, etnik Armenia telah diserang oleh perusuh-perusuh. Pada 18 April 1909 lebih 1000 etnik Armenia terbunuh di Adana sahaja. Pembunuhan juga berlaku di Tarsus dan pelabuhan Alexandretta. Beribu-ribu pelarian memenuhi kedutaan Amerika di Alexandretta. Kapal perang Britishcuba mengangkut seramai mungkin pelarian Kristian ini. Tiga kapal perang Perancis mengangkut mereka dari pantai ke Mersin.
Pihak tentera Turki tidak ambil peduli dengan pembunuhan etnik ini atau terlibat sama membunuh. Pada 3 Mei 1909 tentera Turki sampai di Adana dan cuba memulihkan keamanan di sana tetapi tidak berkesan. Hüseyin Hilmi Pasha yang pernah menjadi menteri dalam negeri Empayar Uthmaniah dan wazir menyatakan peristiwa ini adalah tindakan politik, bukan disebabkan oleh pertentangan antara agama.
Perancangan[sunting | sunting sumber]
Pada November 1914, Empayar Uthmaniyyah terlibat dalam Perang Dunia I dan menyebelahi Kuasa Paksi. Ismail Enver yang menjadi Menteri Perang Turkimelancarkan kempen tentera memerangi Rusia di Kaukasus dengan harapan dapat menguasai bandar Baku. Tetapi mereka dikalahkan dalam Pertempuran Sarikamis. Ramai tentera Turki mati kesejukan dan mengundurkan diri ke Istanbul. Ismail Enver dipersalahkan. Rakyat Armenia dilihat cergas menyokong pihakRusia. Empayar Uthmaniah melihat etnik Armenia ini boleh mengancam keselamatan negara Turki dan hendaklah dihapuskan. Dengan itu pada 24 April 1915seramai 250 orang intelek Armenia yang dikatakan hendak merancang pemberontakan di Istanbul telah ditangkap dan dipenjarakan.
Perundangan Mei 29[sunting | sunting sumber]


Rafael de Nogales Méndez (1879-1936), a Venezuela pegawai yang berkhidmat dalam tentera Ottoman, menulis akaun terperinci pembunuhan beramai-ramai di dalam bukunyaCuatro años bajo la media luna



Pada Mei 1915, Mehmed Talat Pasha meminta kabinat dan wazir mengenakan tindakan terhadap rakyat Armenia di wilayahAnatolia. Pada 29 Mei 1915, Undang-Undang Tehcir (Tehcir Law) membenarkan tindakan keras akan dikenakan terhadap sesiapa yang mengancam keselamatan kerajaan dan negara. Harta, tanah , binatang ternakan dan rumah kediamana orang Armenia akan dirampas jika mereka bersalah.
Tetapi ahli parlimen Uthmaniah , Ahmed Riza menentang undang-undang sebegitu. Ini kerana rakyat Armenia terpaksa atau dipaksa menyokong Russia.
Akhbar New York Times melaporkan setiap hari pembunuhan beramai-ramai rakyat Armenia ini oleh pihak berkuasa , secara terancang dan sistematik . Ramai yang mati kebuluran kerana harta benda termasuk ternakan dan rumah kediaman telah dirampas . Ramai yang menjadi pelarian . Dokumen sejarah yang disimpan di Jerman dan Austria membuktikan kebenaran pembunuhhan etnik secara sistematik ini.Theodore Roosevelt menganggap peristiwa ini sebagai jenayah perang yang paling besar.
Melalui Undang-Undang Tehcir, Ismail Enver mengarahkan seluruh rakyat Armenia meletakkan senjata, berhenti dari perkhidmatan tentera dan ditugaskan dalam batalion pekerja ( Labor Batalion ).
Teskilati Mahsusa[sunting | sunting sumber]
Teskilati Mahsusa ialah organisasi khas yang dibentuk pada Disember 1911 oleh kerajaan Uthmaniah dan organisasi kedua yang dibentuk bagi mengatasi masalah rakyat Armenia yang memberontak. Teskilati Mahsusa dibentuk oleh organisasi politik bernama lttihad ve Terraki. lttihad ve Terraki dibentuk oleh pelajar perubatan bernama &#304;brahim Temo</ Abdullah Cevdet, &#304;shak Sükuti ,Hüseyinzade Ali dan lain-lain .</pPada November 1914, seramai 124 penjenayah dari penjara Pimian telah dibebaskan begitu sahaja. Beberapa bulan kemudian, 49 banduan dari penjara tengah telah dibebaskan . Mereka diarahkan mengikut konvoi rakyat Armenia yang lain untuk dipindahkan . Arahan tersebut dibawah arahan Vehib, pangliman Tentera Ke-3 Uthmaniah.Filem Dokumentari[sunting | sunting sumber]1975 - Tr. J. Michael Hagopian)1983 - Assignment Berlin (dir. Hrayr Toukhanian)1988 - Tillbaka till Ararat (Back to Ararat, dir. Jim Downing, G&#246;ran Gunér)1988 - An Armenian Journey (dir. Theodore Bogosian)1990 - General Andranik (director: Levon Mkrtchyan)2000 - I Will Not Be Sad in This World (dir. Karina Epperlein)2003 - Germany and the Secret Genocide (dir. J. Michael Hagopian)2003 - Voices From the Lake: A Film About the Secret Genocide (dir. J. Michael Hagopian)2003 - Desecration (dir. Hrair "Hawk" Khatcherian)2003 - Tr. Vatche Arabian)2005 - Hovhannes Shiraz (director: Levon Mkrtchyan)2006 - Tr. Andrew Goldberg)2006 - Armenian Revolt (dir. Marty Callaghan)2006 - Screamers (dir. Carla Garapedian)</d

Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-4-2014 05:40 PM | Show all posts
Parlemen Israel Perdebatkan Pembantaian Turki di Armenia
Parlemen Israel memperdebatkan masalah terkait sikap Israel terhadap pembunuhan genosida di Armenia yang didalangi Turki antara tahun 1915-1923.




Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu (tengah) dalam rapat parlemen Israel di Yerusalem (Foto: dok).



UKURAN HURUF



Parlemen Israel hari Selasa memperdebatkan apakah negara mereka akan mengakui pembunuhan massal bangsa Armenia awal abad ke-20 sebagai tindak genosida. Tindakan tersebut akan memperuncing ketegangan hubungan antara Israel dan Turki.

Warga Armenia mengatakan Turki Ottoman membunuh kira-kira 1,5 juta bangsa mereka dalam kampanye yang didalangi Turki antara tahun 1915 dan 1923 dan telah mendesak pemerintah negara-negara  agar mengakui pembunuhan itu sebagai genosida.

Banyak negara, termasuk Israel, selama ini telah menghindarkan masalah itu supaya tidak menimbulkan kemarahan Ankara. Namun hubungan Israel-Turki telah memburuk sejak Recep Tayyp Erdogan memangku jabatan  sebagai Perdana Menteri Turki dan banyak warga Israel memandang Erdogan bergerak ke arah kekuasaan yang berkiblat kepada Islam.

Menteri Lingkungan Israel Gilad Eerdan mengatakan dalam diskusi hari Selasa di parlemen, bahwa Israel sebaiknya mengakui pembunuhan massal bangsa Armenia sebagai genosida.  Namun, ketua parlemen Reuven Rivlin mengatakan perdebatan tidak ditujukan terhadap Turki moderen.

Pemungutan suara tidak dilakukan hari Selasa.

Analis politik dan penulis Amerika keturunan Israel Leon Hadar mengatakan kepada VOA bahwa semakin banyak anggota parlemen Israel yang dulu enggan menangani masalah Armenia itu sekarang ingin membicarakannya untuk menyadarkan Turki.

Hadar mengatakan pengakuan pembantaian itu sebagai genosida akan memperkuat perjuangan Armenia di seluruh dunia, tetapi akan mempertegang lebih jauh hubungan Israel dengan Turki.

Lebih dari 20 negara telah mengakui pembantaian bangsa Armenia itu sebagai genosida, tetapi Amerika Serikat dan Israel tidak termasuk di antara mereka
.


Last edited by abgsedapmalam on 29-4-2014 05:45 PM

Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-4-2014 05:46 PM | Show all posts
Malu (Aku) Jadi Orang Turki...

Dalam sebuah wawancara dengan koran Swiss, Tages Anzeiger (2005), Orhan Pamuk terang-terangan bicara tentang “Genosida Armenia” di masa kesultanan Ottoman (1915). Novelis Turki pemenang Nobel Sastra (2006) itu juga mengungkit-ungkit soal perseteruan antara Turki dan minoritas Kurdi sejak 1980-an. “Sejuta orang Armenia dan tigapuluh ribu orang Kurdi dibunuh di tanah ini. Tak ada yang berani menyatakannya, kecuali saya,” ungkap Pamuk dengan kepala tegak. Akibatnya, ia harus berurusan dengan pengadilan. Pemerintah Turki menjeratnya dengan tuduhan menghina negara. Tapi, pengarang yang berhasil menggambarkan konstelasi perbenturan antara sekularisme warisan Kemal Attaturk, militer pro pemerintah, Islam militan dan nasionalisme Kurdi dalam novel-novelnya itu menyangkal bahwa ia tidak sedang menghina negara. Ia hanya meminta pemerintah Turki untuk menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. Lagi pula, pernyataan itu bukan isapan jempol belaka, tapi fakta sejarah yang seolah-olah hendak dilupakan begitu saja.

Jalan kepengarangan Orhan Pamuk seumpama “menepuk air di dulang”, makin ditepuk, makin basah muka sendiri. Tengoklah Darkness and Light (1979), Bey and His Son (1982), White Castle (1991), The Black Book (1990), My Name is Red (2000) dan Snow (2004). Banyak yang menuding Pamuk sebagai “pengarang Turki yang gandrung menghina agama dan menyumpah-serapahi tanah airnya sendiri.” Mungkin ini resiko yang mesti ditanggung oleh sastrawan yang hidup di dalam tubuh peradaban yang sedang retak dan nyaris terbelah. Separuh hendak mengembalikan kejayaan Ottoman Empire yang pernah tercatat dalam sejarah, separuhnya lagi digoda oleh denyut modernisasi yang berkiblat ke Eropa. Pamuk seperti terjerembab ke dalam ranah kemenduaan yang kerap membuatnya bimbang dan gamang.

Kegamangan itu tampak nyata dalam Snow, novel karya Orhan Pamuk yang baru saja diedisi-indonesiakan oleh penerbit Serambi. Pusaran kisahnya berlangsung di Kars, sebuah kota kecil di Anatolia. Strategi literer Pamuk seperti sedang menapaktilasi kepulangan penyair Turki, Kerim Alakusoglu (Pamuk menggunakan inisial; Ka) ke Istambul setelah terbuang ke Jerman selama 12 tahun. Ia datang ke Kars untuk menyelidiki sejumlah kasus bunuh diri di kalangan gadis-gadis muda kota itu. Salahsatunya Teslime, siswi madrasah aliah yang bunuh diri karena kecewa dengan peraturan sekolah yang melarang siswi-siswinya mengenakan jilbab. Bila larangan itu diabaikan, Teslime dan kawan-kawan akan diusir dari ruang kelas. Orangtua Teslime sudah berkali-kali menasehati agar ia mematuhi larangan itu, mencopot jilbabnya, hingga ia tetap bisa bersekolah. Tapi, Teslime bersikukuh mempertahankan jilbabnya. Pada suatu malam, ia berwudlu, dan shalat di kamarnya. Selesai shalat, ia mengikatkan jilbabnya ke cantolan lampu, dan gantung diri.

Kasus bunuh diri yang meruyak di Kars hanya pintu masuk untuk menelusuri kompleksitas perbenturan antara militer pro pemerintahan sekuler, kelompok Islam garis keras dan nasionalis Kurdi yang sedang mencuat sebelum pemilihan walikota Kars. Para penghamba Ataturk menunggangi kasus bunuh diri gadis-gadis muda Kars untuk menghantam kelompok Islam yang menurut mereka tidak mampu menyelamatkan para pengikutnya dari tindakan konyol yang sudah pasti berujung di kerak Neraka. Itu sebabnya, Lazuardi, pemimpin kelompok Islam militan yang termashur di seantero Istambul, datang ke Kars. Ka makin sulit melepaskan diri dari lingkaran perseteruan itu sejak ia (secara kebetulan) menyaksikan pembunuhan seorang direktur Institut Pendidikan. Desas-desus pun bergulir, lelaki itu ditembak, karena ia orang pertama yang mengesahkan peraturan pelarangan jilbab. Pemimpin redaksi surat kabar lokal, Border City News, Serday Bey, diintimidasi oleh kelompok tertentu agar ia membangun opini publik bahwa pelaku pembunuhan itu tidak lain adalah kaki tangan Lazuardi.

Pamuk juga merancang sebentuk ‘romantika tak biasa’ perihal hubungan Ka dengan perempuan masa lalunya, Ipek. Kehadiran Ka di Kars tidak semata-mata untuk penyelidikan kasus bunuh diri yang menghebohkan itu. Diam-diam, ia hendak menyambung kembali hubungan asmaranya dengan Ipek, dan ingin memboyong perempuan itu ke Frankfurt. Namun, kembali mendapatkan cinta Ipek teryata tidak segampang menulis puisi yang kerap dipersembahkannya untuk perempuan itu. Ipek ternyata sudah janda. Ia pernah dipersunting Muhtar, calon walikota Kars yang terus diganjal oleh lawan-lawan politiknya. Persoalan makin runyam ketika Ka berhasil mengungkap bahwa beberapa tahun sebelum kedatangannya ke Kars, ternyata Lazuardi pernah pula menjadi laki-laki yang dicintai Ipek. Maka, kedatangan buronan politik kelas kakap itu ke Kars juga bukan hanya untuk membereskan kasus-kasus bunuh diri. Sebagaimana Ka, Lazuardi juga hendak menyambung kembali hubungan asmaranya dengan Ipek.

Lewat novel setebal 731 halaman ini, Pamuk menggambarkan betapa tidak nyamannya “hidup di tanah orang mati yang terus saja berkuasa.” Tidak hanya sikap politik, ideologi, dan gaya hidup, kesenian pun harus menghamba pada sekularisme. Gejala inilah disuguhkan lewat proganda-proganda politik dalam pementasan-pementasan teater pimpinan Sunay. Di atas panggung, Sunay memaklumatkan bahwa jilbab menghambat kebebasan perempuan. Sudah saatnya, gadis-gadis Kars mencopot jilbab mereka, sebagaimana perempuan-perempuan Eropa. Ketegangan makin memuncak ketika Sunay (didukung oleh agen-agen rahasia dari Istambul) memaksa Kadife (adik Ipek), pemimpin kaum berjilbab Kars untuk tampil menjadi pemain pada pementasan penting di teater nasional. Kadife harus memerankan adegan perempuan yang mencopot jilbabnya, lalu melemparkannya ke hadapan penonton. Dengan begitu, acaman laten kaum berjilbab di Kars dapat dilumpuhkan. Tidak ada yang tahu bahwa Kadife sebenarnya sedang terancam. Ia menerima tawaran itu karena Lazuardi, kekasihnya, sedang disandra oleh Sunay di sebuah tempat tersembunyi. Bila ia ingin Lazuardi bebas, Kadife itu harus mau memainkan peran itu. Dan Ka, adalah orang yang menegosiasikan perjanjian itu dengan Sunay. Agen-agen rahasia yang berada di belakang Sunay berjanji akan membiarkan Ka keluar dari Kars dengan selamat, tentu bersama Ipek, dan mereka akan hidup bahagia di Frankfurt. Celakanya, pada hari yang sudah dijanjikan, tersiar kabar bahwa Lazuardi tewas setelah persembunyian dibombardir tentara. Ipek menuduh Ka telah berkhianat. Sebab, hanya Ka satu-satunya orang yang tahu persembunyian Lazuardi. Ia kecewa dan membatalkan keberangkatannya ke Frankfurt bersama Ka. Lazuardi memang sudah jadi milik Kadife, tapi Ipek masih mencintai pemberontak berwajah tampan itu.

Siapa pelaku pembunuhan direktur Institut Pendidikan? Benarkah Ka berkhianat pada Kadife, Ipek dan Lazuardi? Siapa pula pelaku pembunuhan Ka yang terjadi setelah ia kembali ke Frankfurt? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah terjawab. Tampaknya Pamuk memang sengaja menggantung kisah thriller politik ini. Tapi, ia benar-benar sempurna menggambarkan identitas ‘keturkian’ Ka yang terbelah dua. Menggunakan nama Turki (Kerim Alakusoglu) saja ia begitu terbebani, ia lebih suka menyebut dirinya; Ka. Sebaliknya, alih-alih menghirup udara bebas di Eropa, Ka malah mati bersimbah darah di sana. Agaknya, keberanian mengungkap krisis identitas di Turki inilah yang membuat Pamuk dituding sebagai pengarang yang sedang menguliti wajah sendiri…

Oleh : DAMHURI MUHAMMAD

DATA BUKU
Judul : SNOW (Di Balik Keheningan Salju)
Penulis : Orhan Pamuk
Penerbit : SERAMBI, Jakarta
Cetakan : I, April 2008
Tebal : 731 halaman


Reply

Use magic Report

 Author| Post time 29-4-2014 05:50 PM | Show all posts
Armenian Genocide Day commemorated in Jerusalem
Genocide Remembrance Day or Genocide Memorial day, is observed by Armenians in dispersed communities around the world on April 24. It is held annually to commemorate the victims of the Armenian Genocide from 1915 to 1923.





01/05
Caption
An Armenian girl holds a placard which reads "Some Wounds, Time Never Heals" as she takes part in a demonstration in front of the Turkish consulate in East Jerusalem commemorating the 99th anniversary of Armenian Genocide.





02/05
Caption
A young Armenian boy taking part in a demonstration in front of the Turkish consulate in East Jerusalem commemorating the 99th anniversary of Armenian Genocide by the Ottomans in World War l.





03/05
Caption
Armenian children holding placards against Turkish denial of Armenian genocide as they march through the alleys of the old city to commemorate the 99th anniversary of Armenian Genocide.





04/05
Caption
An Israeli policeman escort Armenian children holding Armenian national flags as they march through the alleys of the old city to commemorate the 99th anniversary of Armenian Genocide in the Armenian quarter Jerusalem.





05/05
Caption
An Israeli policeman escort Armenian children holding Armenian national flags as they march through the alleys of the old city to commemorate the 99th anniversary of Armenian Genocide in the Armenian quarter Jerusalem.






Genocide Remembrance Day or Genocide Memorial day, is observed by Armenians in dispersed communities around the world on April 24. It is held annually to commemorate the victims of the Armenian Genocide from 1915 to 1923.

Submitted byEddie GeraldTel Aviv, Israel, Middle East
+ More stories from Eddie Gerald







Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 29-4-2014 07:35 PM | Show all posts
system of a down x ikut serta ke?
Reply

Use magic Report

Post time 30-4-2014 11:50 AM | Show all posts
Ooo kesahnya
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 30-4-2014 03:21 PM | Show all posts
Armenian nih first dengar masa tgk cerita kardashians..
Reply

Use magic Report

Post time 1-5-2014 10:57 PM | Show all posts
Kardashian clan x joinT ke?
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

2-3-2025 04:42 AM GMT+8 , Processed in 0.070625 second(s), 21 queries , Gzip On, Redis On.

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list